Guru Berkarya
Asyiknya Merancang Karya Ilmiah dengan Metode ACT
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia punya peran yang sangat penting baik dalam khasanah sastra maupun nonsastra Indonesia.
Penulis: Abduh Imanulhaq | Editor: galih permadi
Oleh: Dra.Kristina Surani., Guru B. Indonesia SMK Negeri 2 Blora
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia punya peran yang sangat penting baik dalam khasanah sastra maupun nonsastra Indonesia.
Mapel Bahasa Indonesia memiliki tujuan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
Mata Pelajaran ini memiliki empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa yaitu keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Dalman, 2012:3).
Salah satu materi pelajaran Bahasa Indonesia yang penulis ampu di kelas XI SMKN 2 Blora adalah merancang karya ilmiah.
Menurut Eko susilo (209:34) Karya Ilmiah adalah karya tulis yang dibuat untuk memecahkan suatu permasalahan dengan landasan teori dan metode-metode ilmiah.
Biasanya Karya ilmiah berisikan data, fakta, dan solusi mengenai suatu masalah yang diangkat.
Dari pengertian itu, ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyajikan ide yang akan diangkat dalam sebuah karya ilmiah.
Salah satu kendalanya adalah, pertama, blank atau buntu saat diminta mencari ide. Permasalahan kedua, siswa memiliki ide tulisan, namun tidak tahu dari mana mulai merangkai awal untuk memulai sebuah tulisan agar menjadi sebuah tulisan ilmiah.
Penulis kemudian mencari ide, bagaimana siswa mudah memahami teori yang penulis ajarkan di kelas mudah ditangkap dan dipahami siswa.
Metode Amati, Catat dan Tuangkan (ACT) penulis terapkan. Dari metode ini, Penulis meminta siswa melakukan pengamatan fenomena-fenomena di sekitarnya, baik di sekolah, rumah, tempat bermain atau saat perjalanan ke sekolah. Pengertian fenomena adalah suatu fakta yang kita temui di lapangan (Freddy Rangkuti:2011).
Dari hasil pengamatan itu, penulis meminta siswa mencatat semua yang mereka saksikan.
Penulis memberikan tugas ke siswa untuk mengamati fenomena-fenomena yang tengah hits di usia mereka atau milenial.
Contoh menjamurnya kafe di Kota Blora, yang menjadi tempat nongkrong akhir-akhir ini.
Dari hasil pengamatan dan pencatatan itu, saya meminta siswa merangkai secara urut apa yang mereka lihat dan catat, ditambahi opini atau pendapat mereka.
Ternyata, dengan menggabungkan hasil pengamatan, pencatatan, dan penuangan ide, kemudian dirangkai menjadi kalimat per kalimat, membuat anak didik lebih mudah menuangkan gagasannya menjadi tulisan artikel yang berbunyi.
Jika ada yang mengalami kesulitan dalam menuangkan ke dalam tulisan, penulis meminta siswa bercerita secara lisan. Ini memudahkan siswa mengawali sebuah tulisan artikel.
Dengan metode ACT, penulis ajak siswa turun langsung ke lapangan dari pada membaca atau membayangkan sebuah gagasan.
Itu membuat mereka lebih mudah merangkai kata-kata menjadi sebuahkarya ilmiah.
Nilai siswa dalam keterampilan merancang karya ilmiah yang pada semester 1 rata-rata 79,80 naik menjadi 92,4.
Dari kenyataan ini, penulis berkeyakinan ACT mampu merangsang siswa menggali ide dari hasil pengamatan langsung.
Dengan begitu, mereka lebih mudah menuangkannya ke dalam tulisan ilmiah tentang fenomena yang dilihat.
Siswa mengajak kita bercerita dari apa yang disaksikan.
Metode ACT sangat efektik untuk diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada materi Merancang Karya Ilmiah.
Mereka bisa belajar dari apa yang mereka lihat di lingkungan sekitar.
Dari pengamatan kemudian para siswa akan mencatat apa saja yang mereka lihat untuk mendapatkan informasi lebih mendalam.
Terakhir mereka bisa menuangkan informasi data yang diperoleh dilapangan kedalam bentuk karya ilmiah.
Siswa merasas senang dengan penerapan metode ini. Mereka bisa belajar secara langsung tentang apa yang ada di sekitar mereka dan menuangkanya dalam bentuk tulisan.(*)