Persis Solo
Berniat Jaga Kampung Tri Fajar Firmansyah Malah Dikeroyok Suporter Seusai Rusuh Persis Solo di Jogja
Berniat Jaga Kampung Tri Fajar Firmansyah Malah Dikeroyok Suporter Seusai Rusuh Persis Solo di Jogja
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: galih permadi
Berniat Jaga Kampung Tri Fajar Firmansyah Malah Dikeroyok Suporter Seusai Rusuh Persis Solo di Jogja
TRIBUNJATENG.COM - Nasib malang didapatkan suporter PSS Sleman Tri Fajar Firmansyah.
Tri Fajar Firmansyah adalah warga Dusun Glendongan, Padukuhan Tambakbayan, Caturtunggal, Depok, Sleman.
Sehari-hari Tri Fajar Firmansyah bekerja sebagai juru parkir di Mirota, Babarsari.

Baca juga: Video PSIS Vs Barito Putera, Pelatih Sergio Alexandre Benahi Pertahanan
Baca juga: Pemain Timnas U-16 Indonesia Wajib Salat Berjamaah di Masjid, Jika Melanggar Didenda
Tak ada yang menduga Tri Fajar Firmansyah akan menjadi korban pengeroyokan.
Kejadian ini bermula saat Tri Fajar Firmansyah keluar rumah berniat untuk mengamankan kampungnya setelah terjadi kerusuhan antara suporter Persis Solo vs PSIM Mataram di kawasan Yogyakarta, 25 Juli 2022 lalu.
Namun nahas Tri Fajar Firmansyah justru dikeroyok oleh oknum suporter dan menderita luka parah.
Setelah mendapat perawatan dan kondisinya kritis, Tri Fajar Firmansyah meninggal dunia, Selasa (2/8/2022).
Fajar, begitu ia kerap disapa, sempat mengalami kritis. Kepala belakangnya mengalami luka akibat benda tumpul, menurut keterangan polisi.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Fajar yang merupakan suporter klub PSS Sleman itu dilarikan ke RSPAU Dr S Hardjolukito.
Nasib tidak ada yang tahu, 8 hari di rumah sakit, Fajar meninggalkan dunia selama-lamanya.
“Fajar itu tidak ikut tawuran ya. Dia memang menemani juru parkir (jukir) di Mirota Babarsari itu, mas Imam,” kata Amin, seorang tetangga yang juga teman dekat Fajar dikutip dari Tribunjogja.com, Selasa (2/8/2022) malam.
Amin, meski berusia lebih tua, sudah mengenal Fajar sejak kecil. Mereka tumbuh bersama di Dusun Glendongan itu.
Maka, kematian Fajar cukup membuatnya kaget, karena kurang lebih tiga puluh menit sebelum dianiaya, mendiang masih bertemu dengan Amin.
“Papasan saja di jalan. Saya tanya, mau kemana, dari mana. Alasan dia mau ke daerah itu karena mau jaga biar rombongan (suporter) tidak masuk ke kampung,” ceritanya detail.