Berita Sukoharjo
Kampung Gitar di Sukoharjo, Surga bagi Pecinta Alat Musik
Tak seperti desa umumnya, Desa Ngrombo, Baki, Sukoharjo punya sisi lain yang unik.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO- Tidak seperti desa lain pada umumnya, Desa Ngrombo Kecamatan Baki, Sukoharjo punya sisi lain yang unik.
Memasuki desa itu seperti menjelajah pasar alat musik di jantung kota. Desa Ngrombo adalah surga bagi para pecinta alat musik, khususnya gitar. Di sini, mereka bisa mendapatkan gitar dengan banyak pilihan menarik.
Toko atau galeri alat musik berjajar di sepanjang jalan desa. Meski ada di desa, kemewahan galeri itu tak kalah dengan toko alat musik modern di kota.
Beraneka jenis alat musik berbahan kayu, khususnya gitar mendominasi galeri.
Berbagai jenis dan model gitar terpajang, mulai gitar klasik, gitar akustik hingga gitar listrik.
Bukan hanya menjajakan alat musik jadi, desa ini menjadi sentra industri pembuatan gitar yang cukup tersohor.
Jika datang kesini, masyarakat luar bisa memborong gitar sekaligus menyaksikan proses pengerjaannya di bengkel pengrajin.
Setiap hari, di bengkel-bengkel produksi gitar yang menyatu dengan rumah, warga sibuk membuat gitar.
Ratusan keluarga di desa itu memiliki usaha kerajinan gitar skala rumahan.
Purwanto, warga Rt 4 Rw 3 Desa Ngrombo salah satunya. Ia sibuk menghaluskan permukaan bodi gitar menggunakan mesin amplas. Bising suara mesin itu sampai ke jalan.
"Ini harus dihaluskan, sebelum finishing, " katanya, Selasa (2/8/2022)
Ia tak membuat gitar itu dari nol. Beberapa elemen gitar dibuat secara terpisah oleh pengrajin lain, semisal kreplang, stang gitar dan kembung.
Purwanto tinggal merakit bahan-bahan yang dibelinya dari pengepul itu sampai pekerjaan finishing, yakni mengamplas dan mengecat gitar menggunakan melamin.
Tidak semua kayu bisa dimanfaatkan untuk membuat gitar ternyata. Beberapa kayu yang biasa dipakai untuk produksi alat musik itu yakni kayu Sono, kayu Mahoni dan kayu Maple serta triplek.
Industri gitar di desanya sudah berlangsung puluhan tahun. Ia tak tahu persis kapan warga memulai usaha kerajinan itu. Sejak ia kecil, industri rumahan itu sudah ada di desanya. Karenanya, ia sudah familiar dengan aktivitas membuat gitar sejak belia.
Hingga ia memutuskan membuka usaha pembuatan gitar secara mandiri, setelah sempat tiga tahun bekerja di tempat orang.
"Pernah kerja terus buka usaha sendiri, " katanya

Ia menumpuk gitarnya di rumah hingga hampir setiap ruang dipenuhi gitar. Tidak susah baginya untuk memasarkan gitar. Ada pengepul yang setiap beberapa hari sekali mengambil dagangannya.
Hanya di masa pandemi Covid 19 dua tahun ini, usahanya ikut lesu. Jika biasanya, dalam seminggu ia bisa memproduksi 8 lusin gitar, saat ini hanya 4 lusin karena sepinya permintaan.
Ia juga terpaksa mengistirahatkan sejumlah pekerjanya karena tidak ada lagi yang bisa dikerjakan.
Gitar yang ia beri merk Lignum ini sudah dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia, misal Jakarta, Jawa Timur, Makasar, Pontianak hingga mancanegara Malaysia.
"Saya juga pasarkan online, " katanya
Purwanto bukan satu-satunya pengrajin gitar di desa itu. Satu RT di kampungnya saja, ada 70 lebih keluarga yang menggantungkan mata pencahariannya dari membuat gitar.
Belum RT atau dukun lain di desanya yang juga merata.
Produk gitarnya dijual dengan harga beragam, mulai Rp 135 ribu hingga Rp 350 ribu tergantung model atau kualitas bahan.
Dari usaha skala rumahan yang merata di desa itu, jarang sekali ada warga yang merantau untuk mencari pekerjaan di kota.
Industri itu telah membuka banyak lapangan kerja. Bahkan, pengusaha gitar di desanya banyak mendatangkan pekerja dari luar kota karena terbatasnya tenaga kerja di desa.
"Malah orang luar yang merantau untuk bekerja di sini, " katanya. (*)