Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Opini Tasroh: Predator Baru Anak itu Adalah Medsos

CATATAN penting yang harus segera diwaspadai seiring perjalanan dunia anak-anak Indonesia dalam Peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli

Editor: m nur huda
Tribun Jateng
Opini Ditulis Oleh Tasroh, SS, MPA, MSc (ASN di Dinakerkop UKM Banyumas) 

Opini Ditulis Oleh Tasroh, SS, MPA, MSc (ASN di Dinnakerkop UKM Banyumas)

TRIBUNJATENG.COM - CATATAN penting yang harus segera diwaspadai seiring perjalanan dunia anak-anak Indonesia dalam Peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli 2022 kemarin, sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah semakin marak dan dinamisnya kejahatan, kekerasan dan penyimpangan perilaku yang menimpa anak-anak Indonesia, namun upaya pencegahan dan pengendaliannya yang belum juga tuntas!

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) per Juni 2022, setidaknya dalam 5 tahun terakhir, terjadi sebanyak 3.865 kasus kekerasan, kejahatan dan pelecehan pada anak-anak Indonesia, dan baru sekitar 20 persen yang bisa diungkap hingga ke pengadilan (Kompas, 23 Juli 2022).

Maknanya adalah masih sangat banyak kasus kejahatan, kekerasan dan pelecehan/penyimpangan perilaku pada anak-anak Indonesia yang harus segera diselesaikan, agar tidak menjadi preseden buruk dalam upaya memberikan perlindungan dan jaminan keamanan-keselamatan bagi generasi penerus bangsa tersebut.

Ironisnya, di luar kasus-kasus yang terungkap, sebagian besar justru masih dianggap sekedar sebagai ‘kenakalan dunia anak’ biasa sehingga tak dilanjutkan ke pengadilan hukum atau biasanya karena dianggap lucu-lucuan khas usia anak-anak.

Sejatinya, dalam rangka memberikan perlindungan sekaligus memberikan jaminan keamanan-keselamatan dan menumbuhkan efek jera, penegakan hukum, sebaiknya tetaplah jadi prioritas ke depan. Namun sampai hari ini, atas nama ‘khas dunia anak-anak’, penegakkan hukum (pengadilan) 90 persen selalu dihindari guna mencegah trauma sekaligus mendidik pada generasi mendatang untuk menjauhi tindakan dan perilaku melanggar hukum.

Akibat negara kurang mengedepankan pendekatan hukum (law enforcement) dalam kasus-kasus yang melibatkan/pelaku adalah anak-anak, maka seperti berita pada hari-hari belakangan ini yang amat menyedihkan sekaligus memalukan. Kita bisa saksikan dalam berita-berita di berbagai media, khususnya di media sosial (Medsos), dalam 1 tahun terakhir terjadi 16 kasus pelecehan seksual pada anak-anak, dan separohnya dilakukan oleh orang dewasa kelas elite seperti Kyai dan guru ngaji di berbagai Pesantren.

Beberapa waktu lalu Pengadilan memutus hukuman mati pada seorang Kyai dari Jawa Barat, (inisial HW) yang mencabuli 13 anak di pesantren yang ia ajari tentang pendidikan agama dan nilai-nilai moral. Demikian pula kasus pencabulan pada 9 anak usia SD dan SMP oleh seorang anak Pimpinan Pondok Pesantren di Jawa Timur yang kini sedang menghadapi proses pengadilan.

Lebih parah lagi kasus kematian seorang anak yang di-Bully oleh teman-temannya sendiri di lingkungan sekolah dan masyarakat hingga akhirnya si anak tersebut depresi dan meninggal. Tragisnya konon sebelum meninggal dengan alasan ‘mainan kawin-kawinan’, anak tersebut dipaksa untuk ‘mengawini’ seekor kucing, dan akhirnya meninggal dunia dengan tragis! Lagi-lagi kasus demikian dengan alasan ‘khas dunia anak’ sampai hari ini dianggap tak melanggar hukum, sehingga akhirnya dianggap selesai, sementara pelakunya dibiarkan di luar sana.

Provokasi

Kekerasan, kejahatan dan berbagai bentuk pelecehan (biasanya seksual) seiring dengan perkembangan identitas kejiwaan dunia anak-anak, sebagaimana disebutkan oleh Ketua KPAI, Dr. Susanto, MA, sebagian besar dilatarbelakangi oleh Media Sosial (Medsos). Yakni berita dan informasi dari media sosial yang ‘memprovokasi’ pelaku dan korban melakukan tindakan kekerasan, kejahatan, pelecehan dan sejenisnya.

Maknanya, media sosial ternyata juga tak hanya terbukti sudah jadi media mainsrteam dalam mendidik pembacanya/penikmatnya untuk bertindak kejahatan/kekerasan/pelecehan, tetapi sekaligus ‘memprovokasi’ perilaku jahat pada pelaku dan korban sekaligus.

Data dari KPAI (2021) menunjukkan banyaknya berita dan informasi yang disajikan oleh hampir semua pemilik handphone pintar (terakses ke jaringan internet) di Indonesia berpotensi berkonten kekerasan, kehatan dan pornografi-pornoaksi. Tayangan-tayangan berbau pornografi mendominasi 60 konten media sosial seperti facebook, twitter, Whatapp, Line, Instagram dan aplikasi lainnya, yang hanya dengan membeli pulsa 20 ribu, pemilih HP pintar yang terakses ke internet, sudah bisa menonton, bahkan mengundung tayangan kekerasan dan konten berbau porno.

Psikolog sekaligus pegiat anak, Kak Seto Mulyadi, pernah melakukan riset “Pengaruh Medsos pada Kejahatan Anak” (2018) menunjukkan fakta yang mencengangkan yakni sebanyak 78 persen anak sudah pernah menonton adegan porno melaui media sosial, dan 22 persen melakukan ‘penyimpangan perilaku’ karena ‘perprovokasi konten-konten di media sosial. Angka ini sekaligus bisa terkonfirmasi dari perkembangan aneka kejahatan, kekerasan dan pelecehan seksual dari masa- ke masa. Lihat misalnya, data KPAI, (2021), jika pada tahun 2009 baru terjadi sebanyak 1.262 kasus kekerasan berlatarbelakang pelecehan seksual, maka pada periode 2020 sudah terjadi 3.865 kasus kekerasan bersetting pelecehan. Tragisnya, diketahui, sebagimana pengakuan pelaku adalah, ‘terangsang karena menonton agegan-adegan syur di media sosial.
Pembatasan Medsos

Banyak pakar dan keluarga korban anak-anak yang terekam di media bahwa mereka mendorong regulator dan semua pihak untuk bersama-sama ‘membatasi’ (baca: mengendalikan akses ke medsos) khususnya pada usia-anak-anak (sebelum usia masuk SMA—red) lebih ketat dan berkelanjutan sehingga efektif mencegah berkembangnya perilaku kejahatan, kekerasan dan penyimpangan pada dunia / masa-masa anak-anak tumbuh kembang.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved