Wawancara Khusus
Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Eka Prasetya: Kalau Pro Justisia, Buka Call Data Record (1)
Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Eka Prasetya mempertanyakan sikap penyidik yang hingga hari ini belum mengungkap Call Data Record (CDR).
TRIBUNJATENG.COM - Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Eka Prasetya mempertanyakan sikap penyidik yang hingga hari ini belum mengungkap Call Data Record (CDR).
Menurutnya, CDR ponsel seluruh pihak yang terkait dengan kasus kematian Brigadir J menjadi kunci pengungkapan kasus ini ke publik.
"Sampai ada ngomong lagi soal pelecehan, ini bagaimana, mayat sudah dua kali di otopsi. Kalau pro justisia, kuncinya buka (lakukan CDR, red)," kata Eka di kantor Tribun Network, Jakarta, Sabtu (6/8).
Berikut petikan wawancara Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara Damianus Ambarita dengan Pengacara Brigadir J Eka Prasetya:
Ada dua perkara pokok yang dibicarakan publik yakni bersama-sama melakukan pembunuhan atau setelah itu menghalangi, merusak, membereskan barang bukti, di mana kira-kira yang pengacara duga?
Saya menduganya dari awal sudah dipersiapkan. Seperti laporan dari pihak keluarga bahwa ada pengancam yang katanya skuat lama, itu pun saya tidak tahu siapa, katanya kalau sampai naik ke atas habis, naik ke atas ini maknanya apa saya juga tidak tahu.
Tapi yang paling jelas adalah TKP rusak, berubah, CCTV yang tadinya gak ada disambar petir tiba-tiba ada. Handphone hilang tapi katanya sudah labfor.
Yang paling penting soal kasus ini sebetulnya CDR (Call Data Record) ponsel belum ada keterangan dari digital forensik. Tapi yang dikeluarkan video dari CCTV. Padahal CDR ini yang menjadi sentral untuk mengungkap kasus kematian Brigadir J.
Siapa yang harus diperiksa CDR menurut tim kuasa hukum keluarga Brigadir J?
Semuanya harus diperiksa termasuk Brigadir J. Semua orang yang ada di situ, baik itu Ibu PC, baik itu bapak FS, baik itu pembantunya, dan semua ajudannya. Karena handphone pacar Brigadir J saja sudah disita penyidik.
Kami lawyer memiliki SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan), siapa saja yang sudah diperiksa, barang apa saja yang sudah disita, karena kami menyerahkan alat bukti pun harus BAP dan tandatangan.
Hasil BAP itu nantinya akan dibawa ke pengadilan. Pertanyaan kami di mana barang-barang Brigadir J sampai saat ini tidak dijawab. Bahkan kami sudah mencantumkan tiga nomor handphone dari empat nomor handphone ke dalam BAP.
Kami sudah berkali-kali menanyakan ke penyidik agar nomor handphone tersebut dicari, kalau tidak bisa melalui operator CDR-nya. Ini kan sudah zaman modern, kata teman saya yang ahli IT, kalau saya ganti handphone namanya nomor IMEI pasti ketahuan. Begitu pun nomor handphone yang juga bisa dibuka.
Sebetulnya apa yang ingin keluarga Brigadir J ketahui dari pemeriksaan Call Data Record?
Pertama penghakiman terhadap Brigadir J soal dia melakukan pelecehan seksual. Itu sangat melukai keluarga sampai detik ini. Apalagi orang ini sudah meninggal tetapi masih dituduh.
Menurut kami seorang Brigadir dididik secara disiplin dan keras. Dia seharusnya tahu apa yang namanya unggah ungguh (sopan santun). Apakah mungkin dia melakukan pelecehan di rumah atasannya yang banyak orang serta merta tanpa didasari hubungan sebelumnya.
Artinya begini, pelecehan seksual yang kita semua tahu terjadi di tempat umum bukan di tempat privat. Contoh di dalam bus kota atau di kereta. Ini ada hubungan atasan bawahan dan di tempat atasannya, tanpa didasari hubungan sebelumnya akan kecil kemungkinan makanya CDR itu kunci seberapa dekat hubungan Brigadir J dengan Bapak Jenderal dan Ibu Jenderal.
Bisa dikatakan histori komunikasi baik itu whatsapp dan SMS akan mungkin terpantau dari CDR?
Begitu semestinya, untuk kompetensi itu seharusnya digital forensik yang memiliki keahlian atau ahli IT.
Kalau misalkan terbuka CDR kecil kemungkinan ditemukan pelecehan seksual karena nilai keakraban dan nilai kedekatan emosional bisa kita lihat dari percakapan.
Percakapan tersebut bisa dilihat apakah antara ibu dan anak atau percakapan dengan pacar atau percakapan dengan kawan. Saya secara logika dan nalar menjadi berimajinasi kira-kira apa saja percakapannya kok bisa serta merta ada pelecehan seksual.
Apakah tim kuasa hukum Brigadir J tidak ada niat untuk meminta langsung ke operator atau memang mekanismenya harus dari penyidik?
Untuk kasus ini menjadi kewajiban penyidik tinggal sekarang mau tidak kita telanjang membuka kasus kematian Brigadir J. Kalaupun ini terbongkar semua dan yang dimutasi terbukti terlibat, saya bilang tidak ada obat pak.
Institusi ini capek ngebangunanya sudah berapa tahun masyarakat Indonesia melepaskan institusi kepolisian dari ABRI. Seharusnya lebih dekat dengan masyarakat dan humanis tapi ini sama dengan mesin pembunuh.
Jadi bagaimana level Bharada bisa pegang Glock (senjata api), ini gila apa yang harganya ratusan juta.
Terkait laporan Ibu PC saat ini sedang berproses penyidikan yang artinya akan ada tersangka, bagaimana tanggapan pengacara Brigadir J soal ini?
Komentar saya untuk membuktikan pelecehan seksual itu apakah ada relasi kedekatan hubungan sebelumnya. Karena kalau serta merta pelecehan seksual tidak mungkin apalagi Brigadir J ini terlatih dan sebagai ajudan.
Sebagai ajudan tidak ada kata-kata lain selain siap. Baik itu terhadap atasannya ataupun istri atasannya. Jadi CDR itu penting mau itu penyidikan, tolong penyidik handphone ibu PC disita, diperiksa, tolong nomor Brigadir J diperiksa kami sudah jelaskan di BAP.
Sampai ada ngomong lagi soal pelecehan ini bagaimana, mayat sudah dua kali di otopsi. Kalau pro yustisia, itu kuncinya (lakukan CDR). (Tribun Network/Reynas Abdila)