Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Inilah Sosok Mochtar HS, Bupati Kudus yang Tidak Punya Rumah

“Jalan memimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin adalah jalan yang menderita. Seperti bunyi pepatah kuno Belanda"

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: rival al manaf
istimewa
Inilah Sosok Mochtar HS mantan bupati Kudus 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – “Jalan memimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin adalah jalan yang menderita. Seperti bunyi pepatah kuno Belanda: leiden is lijden—memimpin adalah menderita”.

Ungkapan di atas datang dari seorang tokoh nasional masa lalu, Kasman Singodimedjo.

Ungkapan tersebut rupanya juga bisa disandarkan untuk menggambarkan Bupati Kudus 1966, yaitu Mochtar Harjo Soewignyo atau yang akrab disebut Mochtar HS.

Betapa tidak, Mochtar tidak memiliki rumah selama dia menjabat sebagai bupati di Kudus.

Baca juga: Bea Cukai Kudus Gagalkan Pengiriman Rokok Ilegal ‎Yang Disamarkan Pupuk

Baca juga: 5 Potret Kebersamaan Cleantha Islan dan Teuku Rassya Putra Tamara Bleszynski

Baca juga: Prakiraan Cuaca Kota Semarang Besok Sabtu 20 Agustus 2022, Diprediksi Hujan Ringan

Dalam Sinar Harapan 11 Juni 1970 dia diberitakan menjabat sebagai bupati selama kurang lebih enam tahun.

Antara 1964 sampai 1970. Selama itu dia tidak memiliki rumah sampai akhirnya dia mendapat hadiah rumah dari hasil iuran rakyat.

Namun informasi berapa lama Mochtar memimpin Kudus itu dikoreksi oleh Min Afiatun, anak kelima Mochtar HS.

Menurutnya, ayahnya memimpin di Kudus tidak sampai satu tahun pada 1966. Saat itu dia ditunjuk jadi Bupati Kudus setelah terjadi konflik politik 1965.

Sebelum menjadi Bupati Kudus, Mochtar HS menjabat sebagai seorang patih atau wakil bupati di Karanganyar.

Sebelum itu dia pernah menjabat sebagai wedana di Juwana, Pati. Sebelumnya lagi, dia juga pernah menjabat sebagai camat di Gembong, Pati.

Saat menjabat di Gembong, Mochtar terlibat dalam pasukan Macan Putih. Pasukan tersebut kontak senjata saat agresi militer Belanda tahun 1948.

Dikisahkan Min, saat itu ayahnya pernah disembunyikan oleh seorang lurah di Gembong saat diburu oleh serdadu Belanda.

Bahkan, kata dia, serdadu Belanda sempat membuat sayembara, siapa yang bisa menangkap Mochtar HS hidup atau mati akan dihadiadi 25 gulden.

Tapi seluruh warga Gembong enggan memeberkan keberadaan Mochtar. Hal itu, kata Min, karena warga menaruh kepercayaan tinggi kepada ayahnya.

“Untuk tahunnya kapan saat menjabat sebagai camat atau wedana itu lupa,” ujar perempuan berusia 65 tahun saat ditemui di kedai After Ngembalrejo, Kudus, Jumat 19 Agustus 2022.

Selama menjadi patih di Karanganyar, kata Min, Mochtar berikut anak-anaknya tinggal di sebuah rumah sederhana di Tegalsari. Hingga akhirnya pada 1966 dia ditunjuk oleh pemerintah pusat untuk menjadi bupati. Mochtar diberi pilihan untuk memimpin Kudus atau Pekalongan.

“Pilihan jatuh ke Kudus, karena ada keterkaitan antara Sunan Kudus dengan Sumenep,” kata Min Afiatun.

Dalam laman kuduskab.go.id, Mochtar merupakan bupati ke-21. Sebelum itu, Bupati Kudus dijabat oleh Drs. Sunarto Notowidagdo periode 1961-1966, setelah Mochtar Bupati Kudus dijabat oleh Soebari SH periode 1967-1972.

Dari apa yang dilihat dan diingat oleh Min Afiatun, Mochtar HS selama menjadi bupati memang menampakkan sisi kesederhanaannya. Dia memilih tinggal di rumah kontrakan di Kaliputu, Kecamatan Kota Kudus daripada tinggal di pendopo. Hal itu lantaran agar dia bisa lebih dekat dengan rakyat yang dipimpinnya.

Setelah menjadi bupati, Mochtar menjadi pegawai Gubernuran yang ditempatkan di Kudus. Setelah itu dia juga pernah menjadi anggota DPRD Kudus antara 1970 sampai 1980-an. Di sela-sela itu dia juga sempat menjabat sebagai Ketua Komisi B.

Selama menjadi anggota DPR, kata Min, ayahnya tidak mau menerima amplop berisi honor kalau tidak mengikuti agenda rapat.

“Sehabis sidang atau rapat kan ada amplop, kalau sidang tidak jadi ya bapak tidak mau menerima amplop. Saya belum kerja kok dikasih bayaran,” begitu kata Min menirukan ayahnya.

Selain itu cerita dari cucu pertama Mochtar HS, Andi Budiman Mochtar, pernah suatu ketika ada seorang yang hendak meminta tanda tangan kepada bupati. Orang tersebut ke pendopo dan ketemulah seorang tukang kebun yang sedang membersihkan rumput di depan pendopo. Berhubung ada yang mencari bupati, akhirnya tukang kebun tersebut masuk pendopo seraya meminta orang yang mencari bupati bersabar menunggu.

“Ternyata tukang kebun itu eyang. Jadi eyang masuk pendopo, ganti baju lalu menemui orang yang meminta tanda tangan,” kata dia.

Memang, kata dia, eyangnya merupakan sosok panutan bagi keluarganya. Kejujuran dan kesederhanaan dipraktikkan langsung oleh eyangnya sejak dulu. Bahkan eyangnya sampai akhir hayat tidak memiliki sepeda motor dan mobil. Hari-hari aktivitasnya ditunjang menggunakan sepeda. Pernah punya sepeda motor, itupun motor dinas saat eyangnya menjadi angora DPR.

Selebihnya, eyangnya memiliki tekat kuat. Dia mengenal sang kakek sebagai sosok yang rajin dalam tirakat, yaitu puasa sunah senin dan kamis selalu diamalkan.

“Jadi eyang itu puasa senin dan kamis tujuh kali berturut-turut. Setelah itu libur seminggu, lalu puasa lagi,” kata dia.

Puasa itu dilakukan sebagai bentuk prihatin agar anak-anak Mochtar HS lancar dalam menempuh pendidikan tinggi. Kata Andi, kakeknya mulai rutin puasa senin kamis sejak anak pertamanya masuk Universitas Gadjah Mada.

“Anak pertama eyang itu ayah saya, Muhammad Arifin Mochtar,” kata Andi.

Diketahui Mochtar HS menikah dengan Asiatoen pada 17 Agustus 1990. Dari pernikahan tersebut pasangan itu dikaruniai enam anak, yakni Muhammad Arifin Mochtar, Mustandar Mochtar, Moerbono Mochtar, Ani Marsiatun, Min Afiatun, dan Moerti Asrifatun.

Apa Itu Konsorsium 303? Kasus Judi Online yang Mencuat Seusai Kasus Ferdy Sambo Tembak Brigadir J

Baca juga: Inilah Sosok Tiga Pemenang Lomba Jalan Rusak di Sragen, Memperingati HUT ke-77 Kemerdekaan RI

Baca juga: Luis Milla Jadi Pelatih Persib Bandung, Pangeran Biru Targetkan Prestasi Level Nasional dan Asia

“Eyang bertekad agar anak-anaknya bisa kuliah sampai selesai,” kata dia.

Sampai saat ini pesan-pesan moral yang disampaikan oleh Mochtar HS selau diingat-ingat baik oleh anak-anaknya maupun cucunya.

“Pesan yang eyang sampaikan yaitu jujur, apa adanya, dan kalau berjanji harus ditepati. Pesan itu sangat melekat di ingatan saya sebagai cucu pertama,” kata dia.

Praktik kesederhanaan eyangnya pun benar-benar dilakukan. Sebelum wafat, eyangnya ditawari agar kelak dimakamkan di kompleks makam Sedomukti tempat dimakamkan RMP Sosrokartono kakak kandung RA Kartini atau di makam pahlawan. Rupanya tawaran itu ditolak, eyangnya memilih dimakamkan di pemakaman umum agar bisa dikebumikan bersama dengan rakyat biasa.

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved