Berita Video
Video Tak Pusing Pikir Tagihan Listrik, Kedai Kopi di Lereng Ungaran Ini Punya Pembangkit Sendiri
Suara gemricik aliran air terdengar dari kejauhan. Suara itu berasal dari sungai kecil di tengah perkebunan.
Penulis: budi susanto | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Berikut ini video tak pusing pikir tagihan listrik, kedai kopi di lereng Ungaran ini punya pembangkit sendiri.
Suara gemricik aliran air terdengar dari kejauhan. Suara itu berasal dari sungai kecil di tengah perkebunan.
Lebih mendekatkan, terdapat bangunan kecil berwarna merah dan biru.
Bangunan berbentuk persegi itu terletak tepat di samping aliran air.
Beberapa pipa besar juga tertanam di bawah bangunan itu.
Di dalam bangunan tersebut terdapat turbin dan kontrol meter.
Bangunan berukuran sekitar 2x2 meter itu merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Tak jauh dari PLTMH, terdapat sebuah kedai kopi.
Dari PLTMH, kabel panjang terlihat mengarah ke kedai kopi tersebut.
Lokasi kedai itu berbeda dengan tempat penjual kopi pada umumnya.
Hutan dan jurang mengelilingi kedai kopi tersebut.
Akses masuk ke kedai itu hanya bisa dilintasi sepeda motor.
Rapatnya pohon kopi menghimpit jalan masuk ke kedai tersebut.
Meski demikian, tempat tersebut selalu dipadati pengunjung.
Plang besar bertuliskan Kopi Pucuke Kendal juga terpampang di sekitar kedai.
Tempat itu terletak di lereng Gunung Ungaran sisi utara.
Berbagai jenis kopi disajikan di kedai yang terletak di Desa Ngesrepbalong, Kabupaten Kendal itu.
Kopi Pucuke Kendal juga menjadi kedai yang memanfaatkan sumber energi ramah lingkungan satu-satunya di Lereng Gunung Ungaran.
Listrik dari PLTMH juga tak pernah putus dan digunakan untuk keperluan kedai selama 24 jam.
Kedai kopi yang ada di ketinggian sekitar 1400 MDPL itu sudah berdiri sejak 2020.
Dari awal berdiri, kedai kopi bernuansa alam itu sudah memanfaatkan PLTMH.
Namun bukan PLTMH seperti sekarang, tapi PLTMH rakitan para pemuda desa.
Menurut Indra Hermawan (25), pengurus kedai tersebut, perjuangan pemuda desa mewujudkan energi terbarukan untuk kedai hampir satu tahun.
"Awalnya kami membuat PLTMH pada 2020, untuk menerangi kedai ini," ucapnya saat ditemui Tribunjateng.com, Sabtu (3/9/2022) sore.
Dilanjutkannya, PLTMH yang dibuat dari bahan seadanya.
"Turbin seadanya, kincir juga memanfaatkan veleg kendaraan bekas," paparnya pemuda Desa Ngesrepbalong itu.
Meski rakitan dan dari bahan bekas, tapi usaha para pemuda desa itu berhasil.
PLTMH rakitan yang dibuat para pemuda desa itu bisa menghasilkan listrik.
Listrik dari PLTMH pun dimanfaatkan untuk penerangan.
"Karena ada aliran air cukup deras, jadi kami berfikir untuk memanfaatkannya. Alhasil merakit PLTMH," katanya.
PLTMH rakitan itu digunakan satu tahun untuk keperluan kedai kopi.
Perjuangan para pemuda desa untuk mewujudkan mandiri energi juga tak sia-sia.
Pada 2021, perusahaan BUMN melirik kiprah pemuda Desa Ngesrepbalong.
"Meski lokasinya jauh dan ada di tengah hutan, tapi kedai ini semakin ramai. Dari sana perusahaan BUMN yaitu PT Indonesi Power melirik kami," tuturnya.
Perusahaan BUMN itu pun merangkul para pemuda desa.
PLTMH yang ada pun dibangun ulang untuk menghasilkan listrik lebih besar.
"Sampai sekarang listriknya masih kami manfaatkan, untuk semua keperluan kedai," ujarnya.
Ia berujar kedai kopi tersebut kini semakin populer.
"Kalau omset rata-rata bisa Rp 4 juta lebih setiap pekan," terangnya.
Selain menggunakan energi terbarukan, kedai tersebut juga menggandeng petani lokal.
"Kopi yang kami jual ada arabica dan robusta, kopi tersebut dari petani asli desa kami," jelasnya.
Terpisah, Wahyudi Ketua Pokdarwis Gunungsari Pucuke Kendal, berujar PLTMH tersebut memiliki kapasitas 1.000 Watt.
"Kapasitas tersebut bisa menghidupkan puluhan lampu untuk menerangi jalan sepanjang 200 meter menuju kedai kopi, hingga alat memproses kopi di kedai," terangnya.
Tak hanya untuk keperluan kedai, Wahyudi menjelaskan tempat pengeringan kopi juga memanfaatkan listrik dari PLTMH.
"Saat kedai tutup, listrik dialirkan ke tempat pengeringan kopi dengan lampu sebesar 600 Watt," katanya.
Wahyudi menerangkan warga tak ingin menambahkan unit PLTMH yang ada.
Hal itu lantaran, warga sekitar ingin menjaga eksistensi sungai tetap lestari.
"Jangan sampai karena banyak PLTMH pasokan air untuk pentani berkurang. Harapan kami kapasitas listriknya bisa lebih besar, namun tetap menggunakan satu unit PLTMH. Karena lingkungan jadi kunci untuk para petani, kami tidak ingin lingkungan rusak," tambahnya. (*)
TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE :