Perbankan
Rasio Kecukupan Modal Perbankan di Indonesia Rata-rata 24,9 %, Ini Perbandingan Dengan Negara Lain
Rasio kecukupan modal industri perbankan Indonesia rata-rata mencapai 24,9 persen. Jika dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Amerika.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Rasio kecukupan modal industri perbankan Indonesia rata-rata mencapai 24,9 persen.
Jika dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Amerika, Inggris hingga Malaysia dan Thailand, angka itu lebih baik.
Hal itu bisa diartikan bahwa perbankan Indonesia berada dalam kondisi yang stabil.
Data itu disampaikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Juli 2022, yang menunjukan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan nasional secara rata-rata mencapai 24,9 persen.
Baca juga: Respon Istana Tanggapi Akun Hacker Bjorka yang Mengklaim Meretas Surat Jokowi dengan BIN
Baca juga: Kecelakaan Maut di Kertek Wonosobo, Bus Pariwisata Rem Blong, Enam Orang Tewas, Berikut Identitasnya
Baca juga: KB Bukopin Jadi Pionir Obligasi Sosial Sektor Bank Swasta di Indonesia
CAR berguna bagi bank untuk menampung risiko kerugian yang mungkin dihadapi di kemudian hari.
“Jika kita bandingkan dengan negara lain, seperti Amerika Serikat dengan CAR 14,7 persen (Jun-22), kemudian di Inggris sekitar 22,1 persen (Des-21), lalu dengan negara tetangga kita seperti Malaysia 18,3 persen (Jul-22), Thailand 19,6 persen (Jun-22), Vietnam 11,5 persen (Jun-22), dan Filipina 16,8 persen (Mar-22), permodalan perbankan kita sangat kuat dan ini patut kita syukuri,” ujar Direktur Group Riset LPS, Herman Saheruddin di acara Iconomics Indonesia Banking Summit 2022, digelar di Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Ia menambahkan, perkembangan yang sangat baik ini tentunya tidak bisa lepas dari berbagai bauran kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, termasuk berbagai bauran kebijakan yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari BI, Kemenkeu, OJK dan LPS.
“Tentunya ini juga tidak terlepas dari peran kalangan perbankan yang dengan sangat sigap, bersama-sama dengan pemerintah melewati berbagai tantangan,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menjelaskan mengenai strategi untuk meningkatkan resiliensi di tengah ketidakpastian global pasca pandemi yang disebabkan oleh kenaikan inflasi global, perang Rusia-Ukraina serta krisis energi.
“Untuk menghadapi berbagai tantangan saat ini, tentu saja perbankan perlu untuk terus menjaga level permodalan yang kuat serta fleksibel dalam melakukan adaptasi teknologi digital. Khusus terhadap teknologi digital, kita juga perlu memitigasi adanya risiko yang timbul dari risiko operasional, seperti digital security dan lain sebagainya yang perlu diperkuat,” tambahnya.
Baca juga: Viral Isi Percakapan Mbappe di Lorong PSG, Terdengar Sedikit Memaksa Hakimi Mengumpan Bola
Baca juga: Bukan Ratu Inggris, Ini Gelar Baru Camilla Seusai Charles Suaminya Diangkat Jadi Raja
Baca juga: Cerita Pilu Khaidir Seorang Ayah Lihat Proses Istri Lahirkan Bayi Tanpa Kepala
Sebagai penutup, ia pun mengingatkan, bahwa dengan sinergi dan bauran kebijakan yang dilakukan oleh para anggota KSSK, diharapkan dapat memberikan lingkungan yang kondusif bagi perbankan untuk dapat terus berkembang dalam meningkatkan kesejahteraan dan tentunya mengurangi ketimpangan di Indonesia.
“Utamanya kredit kepada UMKM dan masyarakat kecil juga harus diprioritaskan,” pungkasnya.
LPS dengan program penjaminan simpanannya, menjamin 99,93 persen dari total rekening. Sebagai perbandingan, Rule of thumb dari International Association of Deposit Insurers (IADI), deposit insurance coverage sekurangnya mencakup 80 % jumlah deposan. Besaran nilai simpanan yang dijamin LPS sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank setara dengan 32,14 kali PDB per kapita nasional tahun 2021. Rasio ini jauh di atas rata-rata rasio penjaminan simpanan di negara-negara upper-middle income yang sebesar 6,3 kali PDB per kapita, dan negara-negara lower-middle income yang sebesar 11,3 kali PDB per kapita. (*)