Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Pakar IT Sebut Pembobolan 1,3 Miliar Data SIM Card Harusnya Jadi Tanggung Jawab Pemerintah

Kasus pembobolan 1,3 miliar data kartu SIM harusnya jadi tanggung jawab pemerintah. 

Penulis: Agus Salim Irsyadullah | Editor: sujarwo
net
ilustrasi hacker 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus pembobolan 1,3 miliar data kartu SIM oleh hacker harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 

Hal itu diungkapkan oleh pakar IT Solichul Huda. 

Dalam analisisnya, pria yang akrab disapa Huda ini menyebut mestinya yang bertanggung jawab adalah pemerintah lewat Penyelenggara Sistem Elektronik UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE Pasal 15 ayat 1 dan 2.

"Saya tegaskan mestinya yang tanggung jawab adalah pemerintah. Tinggal bidang apa yang dikasih tanggung jawab pengamanannya, bisa BSSN atau Kominfo atau penyelenggara sistem elektronik (PSE)," katanya kepada Tribun Jateng pada Senin (12/9/2022).

Selain itu, ada dua hal lain yang menurutnya perlu diperhatikan oleh pemerintah.

Pertama, pemerintah mewajibkan registrasi SIM Card lewat lewat Surat Edaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nomor 01/2018.

Kedua, pemerintah juga yang mewajibkan penggunaan aplikasi pedulilindungi lewat Menteri Komunikasi dan Informatika SE Nomor 171 Tahun 2020 tentang Penetapan Aplikasi Pedulilindungi dalam rangka pelaksanaan surveilans Kesehatan penanganan Covid-19. 

"Dua hal itu yang mendasari saya mengapa pemerintah harus ikut bertanggung jawab," imbuhnya.

Terkait akun BJorka yang ramai diberitakan sebagai pembobol data, Huda melihat ada dua kemungkinan. 

Akun BJorka, menurutnya, sedang mencari popularitas demi kepentingan tertentu dengan mengaku sebagai pembobol data sim card dan pedulilindungi. 

"Untuk kepentingan tertentu misalnya Pemilu 2024. Instink saya hackernya aktifnya di wilayaha Hukum Indonesia. Namun menggunakan IP (Internet Protocol) Proxy," tuturnya. 

Alumni Ponpes Tadibul Qur’an ini juga menganggap jika kemampuan hacker akun Bjorka masih setara dengan hacker underground Indonesia. 

"Saya masih beranggapan ahli security undergraund kita masih lebih bagus," imbuhnya. 

Hanya saja, lanjut Huda, pembobolan data dikemas dengan bermacam analogi untuk membuat masyarakat resah.

"Coba ganti ditantang bisa tidak membobol data Bank Nasional," ketusnya. 

Disinggung mengenai pembobolan data surat dinas presiden, Huda menganggap masih aman. 

Sebab, kata Huda, yang dibaca pasti bukan data asli. 

"Yang saya tahu surat rahasia itu dienkripsi (diubah dalam bentuk lain), sehingga seandainya dia bisa membobol pun belum tentu bisa membaca data aslinya,"

"Dalam teknik keamanan data, selama data tersebut tidak terbaca data aslinya, masih kategori data aman," imbuhnya. 

Ia pun menyarankan kepada pemerintah untuk membuat sistem enkripsi secara mandiri dan bekerjasama dengan anak bangsa secara umum, khususnya dengan peneliti di perguruan tinggi termasuk para hacker undergroud yang memiliki banyak pengalaman dalam dunia keamanan data. 

"Kalau aplikasi enkripsi buatan sendiri dengan algoritma sendiri, pastinya yang bisa mengetahui data aslinya hanya pembuat aplikasi dan penggunanya sendiri privat," paparnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved