Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Grobogan

Di Grobogan, Stafsus Menag: Guru PAI Harus segera Lakukan Akselerasi Hadapi Disrupsi

Stafsus Menag, Wibowo Prasetyo meminta para guru PAI untuk melakukan akselerasi menghadapi disrupsi teknologi informasi.

Editor: m nur huda
Istimewa
Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama (Menag), Wibowo Prasetyo saat hadir di acara Pembinaan Moderasi Beragama Bagi Guru PAI di Grobogan, Sabtu (17/9/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, GROBOGAN - Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama (Menag), Wibowo Prasetyo meminta para guru pendidikan Agama Islam (PAI) untuk melakukan akselerasi menghadapi disrupsi teknologi informasi.

Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara Pembinaan Moderasi Beragama Bagi Guru PAI di Grobogan, Sabtu (17/9/2022) yang diselenggarakan Kementerian Agama RI.

Menurut Stafsus Menag, Wibowo Prasetyo, bagi dunia pendidikan, disrupsi teknologi dan fenomena kehidupan serba maya tentu membawa banyak perubahan yang sangat mendasar, baik pada level paradigma, orientasi, proses, output maupun outcome-nya.

"Tak terkecuali bagi para guru agama Islam. Perubahan mendasar tak lagi bisa ditunda agar tidak tertinggal dari derasnya arus perubahan. Pertanyaannya, apakah para guru PAI akan mengambil peran perubahan atau ditinggalkan perubahan?" katanya.

Karena itu, lanjut Wibowo, para guru PAI harus segera melakukan konsolidasi internal untuk menyiapkan langkah-langkah perbaikan, akselerasi mutu dan relevansinya, bahkan lompatan capaiannya sejalan dengan gejala disrupsi yang kian melebar di semua lini kehidupan.

Dalam konteks yang berbeda, para guru PAI memegang peran besar dalam pendidikan keagamaan bagi siswa.

"Para guru PAI dituntut mendidik, membekali, dan meningkatkan pengetahuan keagamaan siswa. Selain itu juga membentuk siswa memiliki karakter, akhlak, adab, dan kesalehan siswa yang baik," katanya.

Ia mengungkapkan, sebagai bangsa dengan keragaman, tentu para guru PAI harus menempatkan nilai-nilai keindonesiaan sebagai ruh, berbekal nilai-nilai lokalitas untuk mewarnai peradaban dunia yang sangat luas.

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, lanjut Wibowo, Indonesia juga memiliki kemampuan dalam merawat keragaman. Hal ini sangat potensial Indonesia menjadi kiblat peradaban Islam dunia masa kini dan masa depan.

Kemampuan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh watak pendidikan di Indonesia, di antaranya diwakili pendidikan keagamaan sebagai kawah candradimuka pendidikan kebangsaan.

"Jika semua hal tersebut dikelola secara apik, maka masa depan dunia akan banyak dipengaruhi oleh Islam ala Indonesia yang penuh "rahmah" yang akan menjadi laboratorium akbar kerukunan umat beragama," jelasnya.

Stafsus Menag menambahkan, menjaga kerukunan saat ini dihadapkan pada tantangan yang lebih sulit. Pasalnya, banyak informasi palsu di media sosial yang berpotensi mengganggu kerukunan masyarakat. Berbagai hoaks dan disinformasi yang beredar di media sosial kerap berbalut dengan isu SARA (suku agama ras dan antargolongan), dan ini dapat memicu konflik di masyarakat.

Salah satu hoaks yang pernah beredar di Sri Lanka, pada Maret 2018. Saat itu, Sri Langka sampai menutup facebook dan whatsapp karena terjadi kerusuhan antaragama yang diakibatkan oleh berita bohong.

"Hoaks yang beredar saat itu, kaum minoritas muslim dituduh edarkan obat yang bisa membuat mayoritas muda mandul Itu dipercaya publik sehingga membuat kerusuhan dan kacau sampai akhirnya whatsapp dan facebook di sana ditutup," katanya.

Hoaks lainnya antara lain yang menimpa Kementerian Agama. Misalnya, hoaks bahwa dana haji habis karena digunakan untuk membiayai proyek Ibukota Nusantara (IKN). Yang seperti ini harus bisa segera direspons penggerak MB. Sebab, disinformasi juga bisa memicu tindakan ekstrem yang tidak sejalan dengan semangat moderasi beragama.

"Karena itu, upaya penguatan moderasi beragama tidak bisa hanya dilakukan dengan cara-cara konvensional tatap muka, tapi juga memanfaatkan teknologi informasi," tegasnya.

Menurutnya, perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi mewariskan disrupsi informasi. Dunia digital telah menyajikan narasi keagamaan yang bebas akses dan kerapkali dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyuburkan konflik dan menghidupkan politik identitas.

Media digital, juga menjadi komoditas baru dalam menyebarkan ideologi keagamaan. Narasi digital mampu membentangkan cara kehidupan yang sebelumnya tak pernah terbayangkan, seperti artificial intelegence, metavers, dan lainnya.

Narasi dan kajian keagamaan di dunia digital merupakan arena kompetitif yang memiliki potensi besar untuk diproduksi oleh kelompok tertentu guna menyebarluaskan ide, gagasan, dan simbol keagamaan kepada publik. Tugas ASN Kemenag ikut menyebarluaskan ide penguatan moderasi beragama dan menangkal hoaks.

ASN Kemenag, para guru, harus mampu mengisi ruang digital dengan konten-konten moderasi beragama dan informasi yang valid di ruang media sosial, baik youtube, fanspage Facebook, twitter, Instagram, meme, dan lainnya.

"Saya mengajak seluruh sekolah, guru PAI untuk menjalin sinergi dengan berbagai pihak dalam penguatan moderasi beragama. Misalnya, seperti halnya di Perguruan Tinggi Keagamaan, sekolah juga turut menjadi lokomotif gerakan moderasi beragama yang menyampaikan pesan agama yang damai dan toleran. Ini penting dan sangat relevan untuk menjadi wadah kontra narasi pemahaman keagamaan yang rigid," katanya.(*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved