Berita Semarang
Kisah Eko Pelukis Kolase Bahan Plastik Asal Semarang, Raup Cuan dari Sampah Rumah Tangga
Bermodal sampah rumah tangga , Eko mampu meraup cuan hingga ratusan ribu rupiah perlukisan.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Eko Purnomo (48) pelukis kolase berbahan plastik asal Semarang kini banjir orderan.
Bermodal sampah rumah tangga , ia mampu meraup cuan hingga ratusan ribu rupiah perlukisan.
Ide kreatif bapak dua anak itu bermula saat awal pandemi Covid-19.
Kala itu sembari mengisi waktu mencoba mengotak-atik sampah plastik menjadi sebuah lukisan.
Ia mulanya membuat lukisan kolase wajah para tokoh dunia maupun tokoh nasional seperti Mr Bean, Kobe Bryant, Angelina Jolie, Soeharto dan tokoh lainnya.
Baca juga: Sedihnya Evi, Baru Mau Merintis Usaha, Dagangannya di Toko Habis Dimaling
Baca juga: Dery Saputra Manajer Devina Kirana Murka Dituding Sengaja Sembunyikan Perselingkuhan Rizky Billar
Karya itu lantas dipasarkan di media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Tak disangka, karyanya disambut baik oleh masyarakat pencinta seni.
"Ya banyak pesanan, bulan ini saja sampai Oktober ada delapan pesanan," terang Eko kepada Tribunjateng.com saat ditemui di rumahnya, Perumahan Griya Payung Asri 114, Pudak payung, Banyumanik, Jumat (30/9/2022).
Ia mampu melayani empat sampai lima pesanan lukisan perbulan.
Tiap lukisan dibanderol harga Rp200 ribu hingga Rp500 ribu.
Persisnya untuk ukuran 40x40 sentimeter dipatok Rp200 ribu.
Ukuran 40x60 sentimeter Rp300 ribu.
Ukuran 50x70 sentimeter Rp500 ribu.
"Pesanan berasal dari luar Kota seperti Jakarta dan Surabaya. Dalam kota Semarang juga ada biasanya saya antar sendiri," paparnya.
Sebelum menekuni lukisan kolase berbahan plastik, pria lulusan kampus Jogja jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) itu, sempat menekuni lukisan berbahan cangkang dan kertas majalah.
Akan tetapi lukisan dua bahan tersebut masih terbatas ruang jelajahnya semisal cangkang telur yang biasanya hanya untuk lukisan kaligrafi.
"Dulu pernah mencoba berbahan cangkang dan kertas majalah tapi yang berbahan plastik ini paling bagus karena lebih tahan lama," tuturnya.
Eko mengaku, menggeluti karya lukisan kolase berbahan plastik dari sampah rumah tangga terinsipirasi dari pelukis lainnya.
Karya sejenis terhitung banyak hanya saja mayoritas bergaya siluet.
Ia lantas memodifikasi lukisan berbahan plastik itu supaya lebih realistis.
"Kami sih ATM, amati, tiru dan modifikasi," ungkapnya.

Bahan pembuatan lukisan kolase karya Eko semuanya berasal dari sampah rumah tangga seperti bungkus kopi, mie instan, wafer, dan lainnya.
Alat yang digunakan triplek setebal 6 milimeter, gunting, lem, dan pinset,
Pembuatan lukisan dimulai dari memberikan alas plastik sesuai warna pesanan yang dilanjutkan dengan menempelkan plastik sesuai motif yang diinginkan.
Ia menyebut, sehari paling lama mengerjakan lukisan selama tiga sampai empat jam.
Satu lukisan biasanya digarap selama satu Minggu.
"Ini kerja sambilan, semisal kebanyakan pesanan tentu kewalahan, jadi pesanan dibatasi," ujarnya yang merupakan pegawai satu perusahaan percetakan di Kota Lunpia.
Setiap satu lukisan ukuran 40x40 sentimeter hanya butuh sampah plastik satu bungkus tas kresek.
Jumlah itu akan bertambah sesuai dengan ukuran lukisan.
Paling tidak satu lukisan mampu menyerap 75 persen sampah rumah tangganya.
"Yang pasti menghabiskan puluhan bungkus plastik," jelasnya.
Menurutnya, tingkat kesulitan pembuatan lukisan kolase ternyata terletak dalam menentukan gelap-terang plastik, dan saat membuat motif wajah.
Disamping itu, ketersediaan warna plastik juga cukup krusial.
Semisal pemesan meminta warna baju dan background dengan warna tertentu.
Padahal stok bungkus plastik yang dimilikinya tidak ada sesuai warna pesanan tersebut.
Ia pun terpaksa harus mencari bungkus makanan yang sesuai di supermarket sehingga terkadang membeli makanan hanya butuh bungkusannya.
Seperti pesanan yang digarapnya saat ini yang mana tidak ada persediaan warna cokelat Pramuka.
Ia pun ke supermarket dan menemukan warna hampir mirip dari bungkus produk minuman instan kopi latte.
"Kalau tidak sama persis saya komunikasikan sama si pemesan," terangnya.
Ia mengatakan, sejauh ini tidak merasa perlu bekerjasama dengan Bank sampah karena sampah rumah tangganya masih mengcover kebutuhannya dalam melukis.
"Kalau sulit nyari warna yang sesuai tinggal beli," ucapnya.
Kemudian kesulitan lainnya berupa lukisan yang memiliki ukuran wajah terlalu kecil sehingga membuat detail menjadi kurang.
Namun kendala itu jarang ditemuinya lantaran banyak pemesan memilih untuk membuat ukuran wajah yang besar.
"Ketahanan usia lukisan kolase saya bisa sampai dua periode presiden asalkan lukisan diletakan di dalam ruangan," bebernya.
Ia menambahkan, keahlian melukis kolase berbahan plastik juga dibagikan ke pencinta seni lainnya yang berminat.
Ia berbagi ilmu itu biasanya di media sosial.
Karya Eko dapat dilihat di Instagram Eko_lase_plastik dan Facebook Eko Purnomo Saja.
Tak puas hanya melukis kolase bermotif wajah, ia kini juga masih mengembangkan lukisan landscape dan pemandangan.
"Iya masih dikembangkan, memang lebih sulit karena harus presisi tidak asal tempel," imbuhnya. (Iwn)