Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Gunoto Saparie : Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Utang

Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2022

tribunjateng/cetak/bram
Kesetaraan Agama dan Aliran Kepercayaan. Opini ditulis oleh Gunoto Saparie / Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Tengah 

Di samping itu, sesuai dengan PP Pelaksanaan UU Ekonomi Kreatif Pasal 10 (B), salah satu syarat dalam menjaminkan hak cipta sebagai objek jaminan adalah, objek tersebut telah dikelola dengan baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain. Ini berarti, objek yang dapat dijaminkan memiliki rekam jejak finansial yang dikelola baik oleh pemegang hak cipta.

Hal ini masuk akal karena pihak lembaga pembiayaan tentunya akan menghindari risiko gagal bayar dari debitur.

Akan tetapi, di saat bersamaan, ada kesan bahwa pihak yang dapat mengakses metode pembiayaan ini adalah subjek yang telah mahir mengeksploitasi aspek ekonomi dari hak cipta yang dimilikinya.

Bagaimana dengan mereka yang belum memiliki rekam jejak finansial yang dinilai baik dapat mengakses metode pembiayaan tersebut? Bagaimana pula dengan mereka yang memiliki karya di luar pasar arus utama dapat meraih keuntungan komersial yang besar?

Pernyataan Wakil Ketua Koalisi Seni Kartika Jahja dalam hal ini patut digarisbawahi. Kartika mengungkapkan bahwa pemerintah harus melakukan evaluasi agar nantinya tak ada yang menghambat karya seni dan ekonomi kreatif menjadi jaminan utang.

Pemerintah harus memastikan empat pilar KI yakni penciptaan, perlindungan, penegakan hukum, dan komersialisasi, sudah terbentuk dengan mapan di ekosistem hak cipta. Empat pilar itu juga harus dapat melindungi hak pelaku seni secara luas.

Selain itu, pemerintah harus mengkaji kemungkinan untuk merancang peta transisi terkait jaminan utang KI. Dalam kaitan ini, Indonesiai dapat mencontoh Singapura yang meneken rencana induk 10 tahun penerapan pembiayaan berbasis hak KI. Strategi itu bisa diterapkan di Indonesia untuk menyempurnakan skema pembiayaan utang berbasis KI.

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kemungkinan anggaran subsidi dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah/Negara (APBN/APBD), atau memberi insentif finansial pada lembaga pembiayaan milik negara dalam bentuk hibah.

Hal ini karena pada awal praktik penerapan skema, negaralah yang sering menanggung risiko kredit bersama lembaga pembiayaan.

Dua Jalur

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur dua jalur dukungan finansial kepada lembaga pembiayaan dan debitur utang KI.

Pasal 24 UU itu menyebut, pemerintah dapat memberikan hibah kepada perusahaan milik negara dan daerah dengan persetujuan DPR. Tentunya, penerapan anggaran jaminan utang melalui APBN/APBD juga dapat dilakukan.

Namun metode hibah lebih direkomendasikan karena skema itu akan mulai diterapkan tahun depan, sementara APBN/APBD untuk tahun 2023 telah mulai disusun pertengahan tahun ini.

Di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara implisit disebutkan bahwa hak cipta dapat menjadi objek jaminan fidusia.

Pernyataan ini terdapat pada Pasal 16 ayat (3). Akan tetapi, dalam pasal tersebut tidak secara seutuhnya bank secara mudah memberikan suatu kreditnya. Proses pinjaman kredit dengan objek jaminan KI secara umum tidak terlepas atas dasar nilai suatu karya cipta tersebut.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved