Berita Blora
Konflik Tanah Wonorejo Blora, Tim Advokasi : Ini Jalan Tengah, Karena Ada Jaminan Hukum
Konflik tanah kawasan Wonorejo, Kecamatan Cepu, Blora antara warga dengan pemerintah Kabupaten Blora menjadi cerita tersendiri.
Penulis: ahmad mustakim | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNMURIA.COM, BLORA – Konflik tanah kawasan Wonorejo, Kecamatan Cepu, Blora antara warga dengan pemerintah Kabupaten Blora menjadi cerita tersendiri.
Pasalnya, konflik ini akhirnya mendapatkan titik temu antar keduanya.
Pada kunjungan Menteri ATR BPN Hadi Tjahjanto ke Kabupaten Blora ini terkhusus membahas polemik kasus pertanahan yang ada di Blora.
Bertempat di Masjid Ponpes Al Muhammad Wonorejo seluruh stakholder terkait hadir dalam musyawarah mufakat terkait titik temu permasalahan konflik tanah Wonorejo hingga yang lain yang ada di Blora.
Lukito, selaku Koordinator Tim Advokasi kawasan Wonorejo mengungkapkan, dari persoalan yang kurang lebih sudah berjalan 21 tahun ini, dari target awal adalah sertipikat hak milik (SHM).
"Karena beberapa hal terkait peristiwa hukum yang lalu, ini menurut kita adalah jalan tengah. Yakni keputusan yang paling soft dalam arti warga juga dapatkan legalitas Sertipikat hak pakai bisa kita naikkan ke SHM," ucapnya kepada tribunmuria.com, Sabtu (7/10/2022).
Dikatakannya, yang kedua, Menteri ATR/BPN juga mengakomodir apa yang disampaiakan Bupati Blora bahwa harapannya dari persoalan Wonorejo, tidak ada akibat hukum terhadap Pemkab Blora.
"Kita sebagai masyarakat, oke kita terima ini, karena ada jaminan hukum, nanti ketika sudah ada batas waktu maka kita akan kita naikkan ke SHM," terang Lukito.
Menurutnya, SHM itu adalah bukti tertinggi hak atas tanah sedangkan sertipikat hak pakai statusnya masih dibawahnya.
"Namun keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama. Tertinggi SHM, SHP, HGB, HGU yang diambil pak menteri adalah hak pakai," ungkapnya.
Lukito pun membeberkan terkait kasus ini ia berpedoman dengan pedoman pokok agraria.
"Pedoman pokok kita adalah agraria, dan karena dalam beberapa proses sebelumnya terdapat cacatan administrasi dan cacatan hukumnya," jelasnya.
"Begitu juga seperti yang proses tukar guling, di Desa Karangjong, itu kan akibat dari rezim sebelumnya, itu tidak mempedulikan atau abai terhadap masalah sebelumnya," tambahnya.
Akibatnya, lanjut Lukito, sampai 31 warga Karangjong, selama 28 tahun tidak bisa memproduksinya lantaran tanah tersebut diberikan Pemkab Blora kepada Perhutani.
"Dan Pak menteri berkomitmen akan mengeluarkan tanah tersebut dari wilayah hutan negara menjadi hak milik karena beda sejarah wonorejo dengan karangjong," tutupnya.