Berita Jateng
Aturan Baju Adat Jadi Seragam Sekolah Jangan Sampai Kontra Produktif
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) turut menyoroti kebijakan baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan T
Penulis: hermawan Endra | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) turut menyoroti kebijakan baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait penggunaan seragam sekolah untuk siswa jenjang SD, SMP, dan SMA.
Ketua PGRI Jateng Muhdi mengomentari salah satu poin dalam Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022, khususnya soal aturan penggunaan pakaian adat menjadi seragam sekolah.
Ia mengingatkan, kebijakan tersebut jangan sampai kontra produktif. Misalnya menyulitkan para orang tua siswa yang kurang mampu untuk membeli pakaian adat yang akan digunakan sebagai seragam.
"Sekali lagi kebijakan itu jangan sampai kontra produktif. Kontra produktif itu pertama, kalau memberatkan orang tua atau anak-anak," katanya, Kamis (20/10/2022).
Muhdi menambahkan, kebijakan penggunaan pakaian adat tersebut bisa menjadi kontra produktif jika dalam praktiknya membatasi ruang gerak siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah.
"Kedua, kalau itu menjadi sangat membatasi gerak anak, terutama level TK dan SD. Tidak mudah (menggunakan seragam adat: red), yang tua aja sering repot, maka jangan sampai mengganggu," sambungnya.
Catatan selanjutnya, pakaian adat yang menjadi seragam sekolah jika akan dimodifikasi, dikhawatirkan dapat melunturkan standar pakaian adat yang menjadi kekhasan dari suatu daerah.
Pasalnya ia sering mendapati pegawai di instansi pemerintahan yang menggunakan pakaian adat yang telah dimodifikasi. Hal tersebut dinilainya kontra produktif lantaran kurang sesuai standar atau pakem pakaian adat pada suatu daerah.
"Kalau dimodifikasi sedemikian rupa nanti mengurangi standar pakaian adat yang semestinya ada di daerah. Kita sudah melihat pegawai pemerintahan menggunakannya, dan itu mengurangi nilai pakaian adat," ujar Mantan Rektor Universitas PGRI Semarang itu.
Meskipun kebijakan itu diresmikan dalam Permendikbud, Muhdi justru tidak melihatnya sebagai hal baru. Pasalnya pakaian adat sudah sering dikenakan di lembaga pendidikan ketika acara peringatan hari besar.
Pihaknya pun mendukung kebijakan tersebut asalkan tidak kontra produktif seperti yang disebutkan di atas.
Lebih lanjut, PGRI meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng maupun di masing-masing kabupaten/kota untuk menyosialisasikannya jika memang akan diterapkan.
"Maka penting untuk disosialisasikan, setiap kebijakan itu harus disosialisasikan dengan baik, sukses atau tidak itu urusan nanti," ungkap Muhdi.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng Uswatun Hasanah mengatakan bahwa pihaknya belum menindaklanjuti peraturan tersebut.
Disdikbud Jateng sendiri menyambut baik adanya kebijakan yang tujuannya untuk menanamkan nasionalisme bagi siswa. Hanya saja masih membutuhkan kajian lebih lanjut dan persiapan yang matang.