Berita Nasional
Kronologi Kejadian di Magelang Menurut Kuat Maruf, Keributannya dengan Brigadir J Berawal 7 Juli
Kuasa hukum Kuat Maruf menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya tak masuk akal dan menggelikan
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Kuat Maruf menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya tak masuk akal dan menggelikan.
Kuat Maruf mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa kepada dirinya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Eksepsi Kuat sendiri sudah langsung ditanggapi oleh JPU.
Baca juga: JPU Tolak Seluruh Eksepsi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Tetap Harus Ditahan
Baca juga: Datang ke Rumah Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan Sempat Lihat Jasad Brigadir J di Bawah Tangga
Dalam eksepsinya, Kuat Maruf menilai dakwaan jaksa terhadap dirinya tidak lengkap karena tidak menjelaskan secara rinci kronologi peristiwa yang terjadi di Rumah Magelang, sebelum pembunuhan Yosua dilakukan.
Dalam dakwaan JPU disebutkan sempat terjadi keributan antara Yosua dengan Kuat.
Namun tak dijelaskan penyebab keributan tersebut.
Peristiwa itu kemudian dijelaskan Kuat dalam eksepsinya yang dibacakan pada Kamis (20/10) kemarin di PN Jakarta Selatan.
Melalui kuasa hukumnya, Irwan Irawan, Kuat menceritakan keributan yang terjadi di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah antara dirinya dengan Brigadir Yosua bermula pada 7 Juli menjelang magrib.
Saat itu kata Irwan, Kuat sedang berada di teras rumah.
"Pada tanggal 7 Juli 2022 di rumah Magelang sekira sore hari menjelang magrib. Saat terdakwa berada di teras rumah," kata Irwan membacakan eksepsi Kuat.
Irwan menuturkan kliennya saat itu melihat Yosua keluar dari kamar istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dengan mengendap-endap sambil menengok kanan dan kiri.
Menurut Kuat, Yosua saat itu telah melakukan kekerasan seksual terhadap Putri.
"Terdakwa melihat, dari kamar pintu saksi Putri Candrawathi, korban Nopriansyah Yosua Hutabarat diduga setelah melakukan perbuatan kekerasan seksual kepada Saksi Putri Candrawathi mengendap-endap menuruni tangga, menengok kanan kiri," kata Irwan.
Melihat gerak-gerik aneh Yosua, Kuat lalu menegur dengan berteriak 'woy'.
Teriakan Kuat tersebut membuat Yosua lari ke arah dapur.
"Yang kemudian terdakwa menyusul mengejar korban Nopriansyah Yosua Hutabarat ke dapur, terus berlari ke arah garasi mobil dan masuk kembali ke dalam rumah melalui pintu depan (pintu ruang tamu)," ujar Irwan.
Selanjutnya, Kuat berlari mengejar Yosua melalui pintu ruang tamu.
Saat itu Kuat juga langsung berteriak kencang kepada asisten rumah tangga (ART) Putri, Susi mengecek kondisi sang majikan.
"Sambil terus mengejar korban Nopriansyah Yosua Hutabarat, juga melalui pintu ruang tamu. Terdakwa lalu teriak kepada saksi Susi 'Susi lihat ibu... lihat ibu'," kata Irwan menirukan suara Kuat.
Mendengar arahan Kuat, Susi berlari ke kamar Putri dan berteriak 'ibu, ibu, ibu'.
Mendengar teriakan Susi, kata Irwan, Kuat berhenti mengejar Yosua lalu bergegas ke kamar Putri.
"Kemudian saksi Susi lari ke kamar Saksi Putri Candrawathi dan Saksi Susi berteriak 'ibu, ibu, ibu'," kata Irwan.

Di situlah, Kuat mengambil pisau.
Menurut Irwan, alasan kliennya itu mengambil pisau karena menyadari Yosua memiliki senjata api, baik jenis pistol maupun otomatis.
"Bahwa mengenai perbuatan terdakwa memegang dan membawa pisau buah sudah seharusnya JPU menerangkan secara jelas dan lengkap bahwa keberadaan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat memiliki senjata api supaya fakta jelas dan terang bagi kita semua bagaimana mungkin pisau dapur disandingkan dengan senjata api pada saat keributan di rumah Magelang terjadi," kata Irwan.
Kembali ke peristiwa di Magelang, dalam eksepsi Kuat itu diceritakan bahwa ketika tiba di kamar Putri, Susi mendapati pintu kaca lantai 2 telah terbuka.
Susi melihat Putri Candrawathi dalam keadaan mata tertutup dan lemas tergeletak di lantai.
"Saksi Susi mendapati pintu kaca lantai 2 rumah Magelang sudah terbuka dan saat itu dari arah pintu kaca saksi Susi melihat saksi Putri Candrawathi dalam posisi tergeletak duduk dengan posisi kaki selonjoran dan kepala bersandar di keranjang baju kotor dengan keadaan rambut berantakan, mata tertutup dan lemas serta badannya terasa dingin," ujar Irwan.
Melihat kondisi Putri, Susi langsung memeluk Putri yang tengah menangis.
Saat itu, Putri disebut tidak menceritakan apapun kepada Susi. Susi kemudian memapah Putri ke tempat tidurnya.
Lalu Putri menanyakan keberadaan handphonenya dan meminta Kuat agar menghubungi Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
"Terdakwa langsung membantu merebahkan tubuh Saksi Putri Candrawathi di atas kasur kamar tidurnya. Saksi Susi membalurkan minyak kayu putih ke kaki Saksi Putri Candrawathi.
Kemudian Saksi Putri Candrawathi menanyakan HP miliknya dan meminta tolong terdakwa untuk menghubungi via telepon Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu," kata Irwan.
Terkait pisau yang dipegang Kuat, dalam eksepsi itu disebutkan juga bahwa Kuat membawa pisau tersebut hingga ke Jakarta.
Adapun dalam dakwaan, disebutkan pisau itu berada di tas selempang Kuat karena berinisiatif memback-up eksekusi Yosua apabila sang polisi berpangkat brigadir itu melawan.
Namun demikian Irwan menepis kliennya mengetahui skenario pembunuhan terhadap Yosua.
Irwan mengatakan dakwaan jaksa sangat menggelikan karena menyebut ada unsur tindak pidana saat Kuat Ma'ruf tidak kembali ke rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah.
"Kesalahan Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun dakwaan terhadap Terdakwa Kuat Ma'ruf semakin fatal ketika Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya kemudian menyimpulkan karena Terdakwa Kuat Ma'ruf pada saat itu tidak kembali ke Magelang, maka Terdakwa Kuat Ma'ruf telah memenuhi unsur melakukan perbuatan pidana. Hal ini jelas sangat menggelikan," kata Irwan.
Irwan menyebut dakwaan jaksa kepada Kuat tidak masuk akal. Pasalnya, kata Irwan, kliennya yang hanya masyarakat sipil itu tidak mungkin berani membuat keributan dengan Brigadir Yosua yang notabene memiliki senjata api dan mampu bela diri.
"Karena sungguh tidak masuk akal terdakwa orang sipil berani membuat keributan dengan korban Nopriansyah Yosua Hutabarat yang memiliki senjata api dan kemampuan bela diri jika tanpa alasan yang kuat dan semata mata hanya untuk membela diri," kata Irwan.
Atas tidak lengkapnya peristiwa dalam dakwaan, pihak kuasa hukum meminta hakim agar tidak melanjutkan pemeriksaan perkara terhadap Kuat.
"Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan serta memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk melepaskan terdakwa dari tahanan," kata kuasa hukum Kuat.
JPU sendiri kemudian langsung menanggapi eksepsi itu. Dalam tanggapannya JPU menepis semua eksepsi dari terdakwa Kuat Ma'ruf. Jaksa mengatakan dalil-dalil yang termuat nota keberatan itu sangatlah menyesatkan.
Jaksa selanjutnya meminta agar majelis hakim dapat menolak seluruh nota keberatan yang diajukan oleh terdakwa melalui penasehat hukumnya.
"Bahwa pada pokoknya, penuntut umum menolak semua eksepsi nota keberatan semua terdakwa, kecuali apa yang diakui dan dinyatakan secara tegas oleh penuntut umum dalam pendapat pendapat penuntut umum atas dakwaan," kata jaksa.
"Tujuan penuntut umum ini guna meluruskan dalil-dalil yang dibuat oleh terdakwa, penasihat hukum yang mayoritas berisi dalil-dalil penyesatan sehingga membuat seolah-olah tindakan penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan adalah bertentang dengan acara hukum pidana," terangnya.
Setelah mendengar tanggapan jaksa, majelis hakim kemudian memutuskan menunda sidang ini. Nasib perkara ini akan diputuskan melalui sidang pada Rabu (26/10) pekan depan dengan agenda putusan sela.
"Demikian tanggapan dari Penuntut Umum, kami akan menjadwalkan putusan sela pada Rabu tanggal 26 oktober 2022," kata Hakim Ketua, Wahyu Iman Santosa.
Dalam kasus ini, Kuat didakwa bersama Ferdy Sambo dkk melakukan pembunuhan terhadap Yosua. Dia didakwa dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana atau Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (tribun network/riz/igm/abd/dod)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kuat Ma’ruf Pergoki Brigadir J Keluar Kamar Putri: Kejar Lalu Ambil Pisau