Fokus

Fokus: Memaknai Tuah Deflasi

Yah, hal itu diungkapkan tetangga saya menanggapi pemberitaan mengenai kondisi perekonomian dunia yang disebut-sebut bakal menghadapi krisis pada 2023

Penulis: arief novianto | Editor: m nur huda
tribun jateng
Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Arief Novianto 

Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Arief Novianto

TRIBUNJATENG,COM - "Jare Jokowi tahun ngarep ekonomi gelap. Tenan po ra sih? Rumangsaku nang kene kok yo podo wae. Sing penting kan isih tetep iso mangan (kata Jokowi tahun depan ekonomi gelap. Benar apa tidak ya? Menurutku di sini kok ya sama saja. Yang penting kan masih tetap bisa makan-Red)," ujar satu tetangga saya dalam diskusi ngalor-ngidul di pos ronda kampung, kemarin malam.

Yah, hal itu diungkapkan tetangga saya menanggapi pemberitaan mengenai kondisi perekonomian dunia yang disebut-sebut bakal menghadapi krisis pada 2023, dengan tingginya tingkat inflasi di berbagai negara, khususnya Amerika Serikat dan China sebagai pemimpin ekonomi dunia.

Baca juga: FOKUS: G20, Ajang Pembuktian Indonesia Mampu

Bahkan, terpuruknya ekonomi dunia mulai terlihat di Inggris, di mana terjadi kenaikan harga bahan makanan yang cukup tinggi, yakni mencapai 13 persen. Hal itupun menyebabkan masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan makan, sehingga harus mengurangi tingkat konsumsi dari rata-rata tiga kali sehari menjadi dua kali, bahkan sebagian hanya satu kali sehari.

Buruknya ekonomi Inggris juga diakibatkan tingginya lonjakan harga energi, di mana di sektor transportasi menyebabkan masyarakat tidak mampu mengakses angkutan umum. Bahkan, masyarakat Inggris kini juga harus bersiap menghadapi musim dingin tanpa pemanas akibat tingginya harga listrik.

Meski demikian, hal itu tampaknya tak berlaku di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat terjadinya deflasi pada Oktober 2022 sebesar 0,11 persen month to month (mom), setelah pada bulan sebelumnya mencatat inflasi sebesar 1,17 persen mom.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, dalam konferensi pers, Selasa (1/10), menyebut, tekanan inflasi yang terlihat melemah itu tertinggi disumbang oleh beberapa komoditas seperti bensin, tarif angkutan dalam kota, tarif kendaraan antar kota dan tarif kendaraan online, serta bahan bakar rumah tangga.

Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, deflasi pada Oktober 2022 didorong penurunan harga pangan bergejolak. Hal itu berarti menunjukkan upaya BI dan pemerintah untuk menjaga harga pangan membuahkan hasil. “Ini berarti kerja sama BI untuk menjaga inflasi pangan cukup berhasil. Kami senang sekali dengan hasil ini,” katanya, dikutip Kontan, Selasa (1/11).

Seperti diketahui, di tengah ketidakpastian dunia, perekonomian Indonesia di kuartal II/2022 masih bisa tumbuh, dan termasuk tertinggi di antara negara-negara G20. Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva bahkan menyebut Indonesia sebagai titik terang di tengah kesuraman ekonomi dunia.

"Ini yang ngomong bukan kita lo ya, (tapi-Red) Kristalina, Managing Director-nya IMF. Titik terang di antara kesuraman ekonomi dunia. Akan bagus kalau banyak yang menyampaikan seperti itu, sehingga trust, kepercayaan global kepada kita akan makin baik, karena memang kita harus hati-hati," kata Presiden Jokowi, beberapa waktu lalu.

Jokowi sempat menuturkan, dalam perbincangan telepon dengan Direktur Pelaksana IMF, ia mendapatkan kabar bahwa saat ini ada 16 negara yang sudah menjadi pasien IMF, serta ada 28 negara lain sedang mengantre di depan pintu IMF.

Ia pun mengajak semua pihak untuk mensyukuri capaian ekonomi Indonesia yang masih tumbuh 5,44 persen di kuartal II/2022. "Saya masih meyakini di kuartal III ini kita juga masih tumbuh di atas 5 persen, atau di atas 5,4 persen," jelasnya.

Tampaknya, deflasi yang terjadi pada Oktober 2022 itu menjadi angin segar bagi pemangku kebijakan untuk tetap menjaga stabilitas kondisi perekonomian di tengah tekanan ekonomi dunia, meski akan tetap mempengaruhi kondisi di dalam negeri. Hanya saja, tingginya konsumsi lokal diyakini menjadi penopang utama.

Dengan kemampuan menjaga inflasi tetap stabil, sekaligus menjaga daya beli masyarakat, hal itu diyakini akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi, atau berarti Indonesia masih jauh dari krisis. (*/tribun jateng cetak)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved