Berita Nasional
Keputusan MK Menteri Jadi Capres Tak Perlu Mundur Menuai Polemik, Ini Respons Bawaslu
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai menteri yang ingin maju sebagai capres cawapres tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya dan cukup me
Reshuffle
Ia pun mengusulkan menteri yang tidak fokus kerja lantaran sibuk mengurusi pencapresan untuk dicopot atau direshuffle.
"Dalam hal tertentu, apabila kinerja kementerian tidak mampu untuk meningkatkan performa, maka presiden dapat mereshuffle menteri tersebut, dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah," ucapnya.
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali berujar, keputusan tersebut tak perlu dikomentari, melainkan dijalankan. "Tidak perlu lagi kita komentari keputusan itu. Yang perlu adalah kita jalankan," tukasnya.
Menurut dia, Nasdem tak berada pada posisi setuju atau tidak pada keputusan MK lantaran bersifat final.
"(Nasdem) tidak pada posisi setuju dan tidak setuju, karena itu keputusan hukum kan, keputusan konstitusi yang kemudian itu sudah sifatnya final," ujarnya.
Terkait dengan potensi keputusan itu apakah mengganggu kinerja kabinet atau tidak, Ali menyatakan, biarkan Presiden Jokowi yang mengevaluasi.
"Nah menyangkut pembantu presiden, para menteri, presiden yang akan melakukan evaluasi terhadap kinerja daripada kabinetnya," tandasnya.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyayangkan keputusan MK memperbolehkan menteri tak harus mundur dari jabatan saat mencalonkan diri sebagai presiden.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyayangkan keputusan Mahkamah Konstitusi atau MK memperbolehkan menteri tak harus mundur dari jabatan saat mencalonkan diri sebagai presiden.
Menurut dia, keputusan tersebut bakal memunculkan besarnya peluang penyimpangan kekuasaan. Awalnya, ia menyebut kedudukan seorang presiden dalam sistem presidensial seperti di Indonesia sangat kuat.
"Dia, kepala negara, kepala pemerintahan," ucapnya, dalam diskusi bertajuk "Menteri Nyapres Tak Perlu Mundur, Pantaskah?" yang digelar virtual, Jumat (4/11).
Mardani menjelaskan, dalam sistem presidensial ada banyak sekali otoritas yang diberikan kepada seorang presiden.
"Di kepala negara, dia yang menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata, dia mengangkat duta konsul itu di kepala negara. Bahkan, dia mengangkat para menteri," terangnya.
Dengan demikian, ia berujar, besar kekuasaan yang dipegang seorang presiden, maka peluang penyimpangan sangat besar. "Nah dengan demikian besar power tends to corrupt-nya, peluang menyimpangnya, kalau cuma berbasis aturan sangat besar," bebernya. (Tribunnews/Mario Christian Sumampow/Fersianus Waku/Reza Deni/tribun jateng cetak)