Berita Semarang
Cerita Kampung Tiber Semarang Selama Dasawarsa Kelola Sampah Mampu Beli CCTV sampai Piknik Bareng
Warga di RT 3 RW 5 Kampung Tiber, Sarirejo, Semarang Timur, cukup kreatif dalam upaya pemenuhan kebutuhan lingkungan.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Warga di RT 3 RW 5 Kampung Tiber, Sarirejo, Semarang Timur, cukup kreatif dalam upaya pemenuhan kebutuhan lingkungan.
Mereka mengelola sampah di bank sampah Berkah 03 untuk memenuhi kegiatan kampung seperti untuk pembelian kamera CCTV, portal Kampung, dan kegiatan lainnya.
"Iya betul, kegiatan kampung kami uangnya dari sampah, kami beli lima CCTV, portal, hingga piknik bareng uangnya dari sampah," papar Wakil Ketua bank sampah Berkah 03 Kampung Tiber, Sultoni (50) kepada Tribunjateng.com, Sabtu (19/11/2022).
Bank sampah Berkah 03 Kampung Tiber sudah aktif sejak 2012. Namun, baru terdaftar di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang mulai tahun 2020.
"Kami inisiatif sendiri, sebelum Pemkot menggalakkan bank sampah kami sudah dari dulu, inisiatif kami sebagai upaya menopang kebutuhan RT, tidak ada tujuan lain, apalagi untuk lomba," ujarnya.
Pria yang juga Ketua Paguyuban Bapak-bapak Kampung Tiber itu menjelaskan, inisiatif warga untuk membentuk bank sampah dimulai dari kesadaran warga berasal dari tidak adanya sumber dana kegiatan warga.
Kendati berlokasi di dekat jalan Mataram yang menjadi salah satu simpul ekonomi di Kota Semarang tidak serta merta warga kampung tiber bebas mengajukan proposal untuk kebutuhan kegiatan warga.
Sebab, letak kampung mereka yang persis berada di tengah-tengah sehingga kegiatan pengajuan proposal sudah dilakukan RT wilayah lain.
"Istilahnya kami tidak memiliki sawah, artinya tidak punya sumber dana untuk kegiatan warga dari pengajuan proposal. Maka kami genjot sedekah sampah dari warga lewat bank sampah," paparnya.
Bank sampah tersebut sepenuhnya dikelola warga, sampah-sampah tersebut semuanya bersumber dari warga RT 3 RW 5 yang berjumlah sebanyak 45 Kepala Keluarga (KK).
Para warga dengan ikhlas dan sukarela menyetorkan sampah rumah tangganya untuk dikelola di bank sampah.
"Mayoritas sampah berupa plastik dan kardus, adapula sampah jenis lain seperti aluminium," terangnya.
Penerimaan sampah di bank sampah tersebut naik turun setiap bulannya.
Rata-rata pendapatan bank sampah sebesar Rp700 ribu selama dua bulan dengan total ratusan kilogram sampah beragam jenis.
"Kami ada catatannya tapi kurang hafal tapi yang jelas rata-ratanya segitu, ratusan kilogram kami terima tiap bulannya," jelasnya.
Uang hasil pendapatan sampah dikelola oleh pengurus RT untuk dimasukan ke koperasi simpan pinjam tingkat RT.
Maka uang dari bank sampah terus berputar dan terus bertambah.
"Uang hasil sampah tersebut ,Kami sampai piknik bareng satu RT, tiap warga saat piknik kami beri uang saku," bebernya.
Manfaat lain yang dirasakan oleh warga dari aktifnya bank sampah yakni lingkungan kampung menjadi lebih bersih dan asri.
"Kami juga sedang mengembangkan ecoenzym dan kompos," tuturnya.
Ketua bank sampah Berkah 03, Budi Hartojo (46) mengatakan, kendala para pengelola bank sampah Berkah O3 hanya berupa tempat.
Lokasi penampungan bank sampah yang berguna untuk menyimpan sampah warga sangat terbatas.
"Kami juga punya impian punya alat pengepres dan pencacah sampah supaya nilai sampah lebih mahal," terangnya.
Terpisah, Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang, Syafrudin menjelaskan, bank sampah harus dikelola dengan baik dan profesional.
Biasanya kelemahan bank sampah terletak pada akuntabilitasnya yang kurang dipahami.
Berikutnya, jangan coba-coba mengelola bank sampah antara demand dan suplai tidak memenuhi karena hal itu pasti tidak akan berhasil.
"Apabila jumlah sampah belum memenuhi kebutuhan, maka bisa kerjasama dengan desa atau kelurahan lain. Jadi tidak perlu desa lain membuat bank sampah sendiri," paparnya.
Baginya, bank sampah lebih baik kecil tapi profesional. Dengan demikian bank sampah dapat berhasil.
"Utamanya Bank sampah dalam rangka untuk mengurangi biaya pengelolaan sampah di tingkat masyarakat," terangnya.
Ia mengatakan, semisal sampah sudah bisa dikelola, nanti biaya dari lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) , masyarakat tidak perlu ditagih karena sekakan-akan dibayar oleh bank sampah.
"Dengan demikian akan mengurangi pembiayaan dari pemerintah daerah yang selama ini mensubsidi," terangnya kepada Tribun.
Direktur Pelaksana Yayasan Bina Karya Lestari (Bintari) Foundation, Amalia Wulansari mengatakan, program bank sampah sudah dilakukan Bintari sejak tahun 2018. Sebelum pandemi, total ada 54 bank sampah binaan yang kini jumlahnya terus bertumbuh.
"Sekarang terus bertambah, total ada 65," paparnya kepada Tribun.
Selama melakukan pembinaan pihaknya memberikan pelatihan kepada pengurus bank sampah mulai dari pelatihan dasar, kiat mengelola bank sampah, hingga berinovasi untuk mengembangkan menjadi unit bisnis.
Maka, bank sampah tidak sekadar sektor sampah tetapi juga berkembang ke sektor bisnis lain.
Misalnya menjadi agen pembayaran pajak, token listrik, bekerja sama dengan Pegadaian untuk program sampah menjadi emas.
"Ya itu sudah jalan, misal di Polaman dengan buka koperasi. Tukar sampah jadi emas ada di Tinjomoyo, intinya kami menghubungkan dengan pihak-pihak yang bisa bekerjasama dengan bank sampah seperti pegadaian tadi," bebernya.
Menurutnya, gerakan tersebut paling tidak menjadi solusi terhadap persoalan sampah di masyarakat kota Semarang apalagi kondisi TPA Jatibarang yang kian over load.
"Nah, dengan bank sampah harapannya sampah bisa dikelola tingkat RT, RW, ataupun kelurahan," ujarnya.
Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang Bambang Suranggono, mengaku, khawatir dengan kondisi TPA Jatibarang yang kini sudah dibuka zona empat atau zona terakhir.
Zona tersebut sudah dibuka tapi dikhawatirkan tidak sampai menampung sampai pada tahun 2025.
Luasan TPA tersebut kurang lebih 46 hektare, dengan sisa ruang kosong yang tersisa kian berkurang. Apalagi setiap hari TPA Jatibarang dikirim 800 ton sampai 900 ton sampah perhari.
"Makanya kami berharap ada aksi dan gerakan, terutama pemrosesan sampah di hulu (bank sampah)," tandasnya. (*)