OPINI
OPINI FX Triyas Hadi Prihantoro : Pancarona Toleransi dalam Muktamar Muhammadiyah
Sebagai insan Kristiani, menjadi kebahagiaan begitu mendengar dan menyaksikan persiapan Muktamar ke 48 Muhammadiyah dan Aisiyah di Surakarta
Oleh FX Triyas Hadi Prihantoro
Pemerhati Kerukunan Hidup Beragama dan Berkercayaan
Sebagai insan Kristiani, menjadi kebahagiaan begitu mendengar dan menyaksikan persiapan Muktamar ke 48 Muhammadiyah dan Aisiyah di Surakarta, berlangsung tanggal 18-20 November 2022 di Solo.
Di beberapa informasi (berita) dari unggahan media massa umat Kristiani (Katolik/Kristen) menyiapkan tempat bagi penggembira muktamar di aula atau sekolah (kelas) milik Yayasan Kristen/Katolik di seputar stadio Manahan Surakarta. Dengan tulus ikhlas menyediakan tempat sebagai bentuk toleransi yang mengakar.
Dukungan tersebut disampaikan Ketua Komisi Hubungan antar Agama dan Kepercayaan Kevikepan Surakarta Romo Alexander Joko Purwanto Pr saat bertemu dengan Ketua Pimpinan wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah sekaligus Penanggungjawab Panitia Muktamar, Dr. KH. Tafsir di Gedung Edutorium UMS KH Ahmad Dahlan. Dukungan yang diberikan yakni membuka gereja untuk transit para penggembira. Selain itu juga akan menyiapkan berbagai makanan untuk penggembira Muktamar di gereja-gereja Katolik se Soloraya(Gatra.com 29/10/22)
Toleransi beragama sebagai wujud penghormatan hakiki. Karena memelihara dan membiarkan intoleransi sesungguhnya sama dengan merawat dan memelihara bibit-bibit terorisme secara perlahan menuju disintegrasi bangsa.
Perwujudan toleransi dalam kehidupan telah di semaifounding fathersĀ (pendiri Negara). Bisa dilihat dalam perumusan Pancasila dan UUD NRI tahun 1945, berbagai kelompok etnis, budaya dan agama bersama berkumpul dengan semangat kebangsaan (nasionalisme).
Toleransi kehidupan beragama dan jaminan kebebasan memeluk agama sebuah harga mati dan bentuk perlindungan bagi warga negara di negara pluralis seperti diatur dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945.Konstitusi kita mengatur menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.
Menurut Salahuddin Wahid (2013) bahwa semua agama pasti diyakini paling benar oleh penganutnya. Hal itu bukan penghalang membangun persaudaraan dan memajukan bangsa.
Perwujudan Toleransi
Oleh karena itu perwujudan sikap toleransi wajib menjadi ruh bagi setiap orang yang memeluk agama sehingga menyemai pancarona kehidupan. Pasalnya konflik antar agama (pemeluknya) sangat riskan untuk cepat berkembang dan berkobar sehingga terpecahnya suatu bangsa.
Begitu juga di Indonesia sering kita lihat dan dengar konflik antar agama (intern), antar umat beragama (ekstern) dan antar umat beragama dengan Pemerintah, menjadi sebuah fenomena.
Perbedaan pendapat dan ujung-ujungnya konflik kekerasan merupakan kisah yang tidak asing bagi kita sejak reformasi tahun 1998.
Suatu masalah yang kompleks dan menyakitkan. ironisnya aksi kekerasan ini selalu dibungkus karena persoalan agama, resiko yang ditanggung masyarakat sangat besar saat negara sendiri intoleransi dan tidak mampu menjaganya.
Keberagaman sebagai pancarona menjadikan nilai yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena kunci pembentukan sikap dan perilaku bermuara sikap dan perilaku bangsanya dalam semangat saling menghormati dan menghargai.
Sebab pemahaman tentang jati diri bangsa penting untuk menjaga nilai-nilai toleransi di negara pluralis dan majemuk seperti Indonesia.
Sebuah gerakan untuk memompa semangat kerukunan dan kedamaian untuk bangsa ini. Masih melekat dalam ingatan bagaimana seluruh eleman bangsa tanpa sekat agama, suku, golongan dan primordialisme saling membantu, menolong, bersimpati, empati saat masifnya bencana di negeri ini. Muktamar ke 48 Muhammadiyah dapat menjadi momentum dari perwujudan toleransi dengan dukungan ikhlas dari umat beragama lain.
Oleh karena itu dalam negara yang menjunjung tinggi demokrasi, multikultularisme yang ada tidak sebatas pluralitas. Namun fakta pluralitas tersebut ditingkatkan dan tepatnya dipermuliakan menjadi pluralisme yaitu sebuah kesadaran menerima segala perbedaan, keanekaragaman suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) untuk mencapai tata kehidupan yang saling menghargai dan menghormati.
Aneka intoleransi yang membawa isu sentimen agama dapat dikatakan negara gagal mengangkat keterpurukan bangsa ini dari kemiskinan, kebodohan, keadilan, kerukunan dan kemakmuran lahir batin. Saat terjadi diskriminasi dalam bertindak membuat masyarakat dalam situasi patologis dan frustrasi.
Pancaronayang mengandung penghayatan dan pengamalaman keberagaman. Sebagai tantangan untuk menjadi potensi kreatif, bukan menghindar, apalagi melenyapkan dengan alasan persatuan dan kesatuan.
Hakekatnya negara punya tanggung jawab yang besar untuk menyejahterakan dan mengayomi rakyatnya. Bisa dilihat dalam tujuan Negara di Pembukaan UUD 1945.
Melindungi segenap bangsa tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Upaya merajut semangat kebangsaan yang terkoyak karena perilaku intoleran.
Selamat melaksanakan Muktamar ke 48 Muhammadiyah dan Aisyiyah. (*)
Baca juga: Prakiraan Cuaca Demak Hari Ini Sabtu 19 November 2022, Siang Diprediksi Hujan Ringan
Baca juga: Video Lima Tersangka Kasus Penembakan Isteri Kopda Muslimin Segera Disidang
Baca juga: Video Tia Hendi Harap Eagle Fest dari Eagle School Dapat Akomodasi Potensi Generasi Muda
Baca juga: Selain GoTo, Ini Daftar Perusahaan yang PHK Karyawan Sepanjang 2022