Perludem Dorong Masyarakat Aktif Suarakan Aspirasi
masyarakat juga memiliki kepentingan untuk memastikan sosok yang akan menjadi pemimpin negeri ini.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini berharap, masyarakat terus mengkritisi berbagai manuver atau dinamika politik yang dilakukan partai politik (parpol).
Selain itu, dia menambahkan, sejak awal masyarakat juga memiliki kepentingan untuk memastikan sosok yang akan menjadi pemimpin negeri ini.
"Sejak awal kami berkepentingan untuk memastikan hanya orang yang baik, benar, memenuhi persyaratan, dan tidak menjadi bagian dari praktik koruptif yang dicalonkan," katanya, kepada Tribunnews, selepas Diskusi Ngopi dari Seberapa Istana, bertajuk Partai Politik bisa dibeli gosip atau fakta?, di Jakarta Pusat, Minggu (20/11).
Titi juga berharap masyarakat terus menyuarakan aspirasi-aspirasi yang mereka kehendaki dari proses pencalonan, dan juga kriteria calon yang mereka inginkan.
Ia pun meminta parpol untuk bisa menyampaikan alasan, argumen, dan pertimbangan di balik setiap komunikasi politik.
Partai harus berterus terang kepada konstituen dan kepada publik soal kompromi-kompromi dan komunikasi politik yang dilakukan.
"Agar tidak menciptakan potensi atau ruang gelap terjadinya transaksi yang sifatnya koruptif," ucapnya.
Titi menyatakan, paktik koruptif itu muncul akibat aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.
Ia menyebut, aturan yang tertuang dalam di pasal 222 UU No. 7/2017 itu membuat parpol tidak bisa mencalonkan sendiri capres yang ingin mereka usung di pilpres 2024.
"Dalam pasal itu disebutkan, pengusulan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan memiliki paling sedikit 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah hasil pemilu DPR sebelumnya," sambungnya.
Jika parpol tidak bisa memenuhi aturan tersebut, dia menambahkan, maka parpol dipaksa membangun koalisi.
"Ketika mereka ingin membentuk koalisi pencalonan dengan partai lain, di situlah ruang-ruang ilegal bisa tercipta, terjadi kompromi yang mengarah pada praktik-praktik transaksional," paparnya. (Tribunnews/Rahmat Fajar Nugraha)