Berita Semarang
Pengelola Arisan Japo Beralasan Arisan Macet karena Dua Member Tidak Bayar
Pengelola arisan Japo buka suara terkait macetnya uang arisan yang telah jatuh tempo.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pengelola arisan Japo buka suara terkait macetnya uang arisan yang telah jatuh tempo.
Melalui penasihat hukumnya, Rofiullah, menuturkan arisan Japo tersebut dibentuk sejak Oktober 2021 lalu. Arisan itu telah disepakati secara lisan dan di posting pada media sosial.
"Kemudian dibuatlah grup whatsapp. Pada grup itu mereka para member termasuk klien kami untuk membentuk admin," tutur dia, Minggu (4/12/2022),
Menurut Rofiullah, arisan Japo bermasalah dan macet sejak bulan Maret 2022. Faktor penyebab tidak terbayarkan uang arisan itu karena terdapat dua member berinisial V dan H yang tidak menyetorkan uang arisan.
"V dan H telah mendapatkan dan menikmati uang arisan. Namun kedua orang itu tidak menyetorkan iuran arisan sehingga menyebabkan arisan menjadi macet," tuturnya.
Kedua orang itu dilaporkan ke Polda Jateng karena tidak mengembalikan uang arisan yang telah didapatkan. Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh penyidik uang arisan yang dibawa kedua member itu sebesar Rp 7,5 miliar.
"Laporan itu merupakan bentuk tanggung jawab kami kepada para member yang belum terbayarkan. Kami juga melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang," kata dia.
Rofiullah menerangkan akibat tidak dibayarkan uang arisan oleh dua member tersebut menyebabkan uang member lain tak terbayarkan. Berdasarkan perhitungannya uang member Japo yang harus dibayarkan sebesar Rp 4,1 miliar.
"Klien kami dalam hal ini mengalami kerugian Rp 1,2 miliar untuk menalangi membayar uang arisan member-member sebelumnya," imbuhnya.
Pihaknya membenarkan bahwa kliennya juga dilaporkan oleh para member arisan. Ada 4 laporan polisi yang dilayangkan oleh para member.
"Para member ini melaporkan setelah kami melaporkan V dan H. Kami meminta penyidik obyektif dalam mengungkap kasus ini," tutur dia.
Sebelumnya bu-ibu sosialita korban arisan online Japo digugat di Pengadilan Negeri Semarang. Ada belasan korban yang hadir menjalani panggilan sidang.
Selain digugat korban arisan online juga ditakut-takuti oleh terduga pelaku selalu membawa nama pejabat kepolisian saat ditagih arisan yang telah jatuh tempo.
Kerugian yang dialami para anggota arisan japo bervariatif mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Lestari, satu diantara korban arisan online yang sudah tak dibayar oleh penyelenggara sejak bulan Maret 2022. Dirinya ditipu oleh penyelenggara karena diberi cek kosong untuk membayar arisannya itu.
"Kejadian ini sudah saya setor beberapa kali. Total yang belum terbayarkan sebesar Rp 550 juta," tuturnya usai jalani mediasi pada gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (29/11).
Korban lainnya, Novi mengaku saat menagih arisannya melalui whatsapp, terduga pelaku justru membawa-membawa aparat. Pelaku malah menyebut telah memberikan atensi kepada aparat itu.
"Mengakunya petinggi kepolisian . Dia tidak menyebutkan namanya," tutur dia,
Dia tidak mengerti apa tujuan dari terduga pelaku membawa nama aparat saat ditagih. Dirinya merasa apa yang dilakukan terduga pelaku merupakan upaya untuk menakuti korbannya.
"Saya tidak maksud dan tujuannya apa. Saya tidak tahu apakah itu upaya menakut-nakuti atau tidak," tandasnya.
Penasihat hukum satu diantara korban Putro Negoro Retoseto menuturkan para tergugat merupakan korban arisan Japo yang diselenggarakan oleh oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Provinsi Jawa Tengah berinisial YP.
"Sebetulnya mereka korban tetapi mereka justru digugat perdata oleh terduga pelaku ini. Sekarang ini sidang lanjutan mediasi namun penggugat tidak hadir," tuturnya.
Menurutnya gugatan itu dapat menggugurkan perkara pidana. Para tergugat digugat karena seolah-olah tidak membayar iuran arisan. Ada 18 korban yang digugat oleh terduga pelaku.
"Nilai yang digugat sebesar Rp 300 juta. Namun para tergugat mengalami kerugian lebih dari itu. Kami pun audit menggunakan jasa Kantor akuntan publik (KAP). Klien saya sendiri mengalami kerugian sebesar Rp 800 juta," jelasnya.
Dikatakannya, skema arisannya adalah arisan online. Dia menghubungi para calon member kemudian membuatkan grup whatsaap.
"Para member ini menyetorkan uang dan mendapatkan keuntungan. Ternyata baru berjalan tiga bulan tidak dibayarkan. Saat akan ditagih penyelenggara sudah tidak ada uang untuk membayar," ujarnya.
Ia mengatakan pada perkara itu terduga pelaku telah dilaporkan para korban ke Polrestabes Semarang, Polda Jateng, dan bahkan ada juga melaporkan Mabes Polri. Terkait gugatan itu pihaknya akan terus mengikuti jalannya persidangan. (*)