OPINI

OPINI : Mencegah Kekerasan Seksual dalam Pesantren

KASUS kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia semakin marak. Korban yang awalnya tidak berani speak up (bercerita) akhirnya mereka melaporkan

Shutterstock via Kompas.com
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak. Siswi SMP di Sragen jadi korban, kini melahirkan 

Oleh Anissatur Rofiah, SSos
Pekerja Sosial di Kendal
Mahasiswa S2 Sains Psikologi Unika Soegijapranata


KASUS kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia semakin marak. Korban yang awalnya tidak berani speak up (bercerita) akhirnya mereka melaporkan kepada pihak berwajib.

Data dari Komisi Nasional Perempuan menyebutkan bahwa dalam rentang tahun 2011-2019, terdapat 46.698 kasus kekerasan seksual terjadi baik di ranah personal maupun di ranah publik.

Dan terdapat 2.851 kasus yang terjadi di lingkungan lembaga keagamaan (Wiguna, 2020). Dari data tersebut dunia pesantren menempati nomor dua dari kasus kekerasan seksual yang ada di Indonesia.

Sangat disayangkan jika kasus kekerasan seksual dalam pesantren tidak segera ditangani dengan baik. Karena akan mencoreng nama baik lembaga pesantren. Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, baik di tempat privat maupun di tempat publik.

Bahkan di tempat-tempat yang selama ini dianggap aman seperti lembaga pendidikan agama. Pesantren yang sebenarnya menjadi kepercayaan orang tua untuk menitipkan anaknya agar kelak menjadi orang saleh, berilmu, berguna untuk bangsa dan negara, malah sebagian berubah mendapat stigma negatif akibat ulah satu dua orang oknum.

Kejadian kekerasan seksual terhadap santriwati di Pondok Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Jombang, Jawa Timur sempat menjadi perhatian publik yang dimuat laman berita Kompas.com, (18/11/2022) ”Kontroversi Mas Bechi Anak Kiai Jombang Pelaku Pencabulan Santriwati dan Drama Penangkapannya, 6 Bulan Jadi DPO”.

Dari kasus ini, bisa dikatakan, pemberitaan di media massa secara besar-besaran, menjadi dorongan pihak berwajib untuk bertindak secara cepat dan serius.

Penegakan hukum

Sebelum adanya media meliput, kasus pencabulan sempat terbengkalai selama dua tahun bahkan hampir tenggelam begitu saja. Karena tidak direspon oleh pelaku.

Setelah adanya media meliput akhirnya tuntutan korban bisa menemui titik terang. Karena banyak aliansi dari lembaga yang turun tangan untuk membantu mengawal secara cepat dan tuntas. Dan Pengadilan pun sudah memberikan vonis terhadap pelaku pencabulan tersebut.

Sebenarnya tidak hanya kasus di pesantren tersebut saja, namun masih banyak kasus-kasus di ponpes lain yang belum dituntaskan.

Terjadinya masalah atau kasus di internal pesantren, karena mereka (korban) tidak terbuka dan memilih jalan damai.

Indonesia merupakan negara hukum, seharusnya kasus yang terjadi di manapun termasuk dalam ponpes, harus diselesaikan secara hukum. Berdamai bukan solusi yang tepat karena ada pihak yang dirugikan. Meskipun jalan damai sudah ditempuh, hukum harus ditegakkan terhadap pelaku agar menjadi efek jera bagi siapapun yang melanggar.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved