Berita Semarang
Selama Januari Hingga November 2022 Ada 3.752 Janda di Kota Semarang, Ini Mayoritas Penyebabnya
Sepanjang Januari hingga November 2022, angka perceraian di Kota Semarang mencapai 3.752 kasus.
Penulis: Agus Salim Irsyadullah | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, Semarang - Sepanjang Januari hingga November 2022, angka perceraian di Kota Semarang mencapai 3.752 kasus.
Data yang diterima dari Pengadilan Agama Kelas I A Semarang menyebut dua di antara 32 perkara mendominasi kasus perceraian tersebut, yakni perkara cerai gugat dengan jumlah 2.477 kasus dan cerai talak dengan 747 kasus.
Namun, kasus yang selesai diputus oleh Pengadilan Agama Kota Semarang baru mencapai 2.176 perkara cerai gugat dan 642 perkara cerai talak.
Baca juga: Video Siswa SMKN 3 Semarang Kena Bacok Saat Pulang Sekolah
Baca juga: Kementerian PUPR: Banyak Sapras GBK Jepara Tidak Sesuai Standar Stadion Saat Ini
Baca juga: 4 Pasangan Bukan Suami-Istri Terjaring Razia di Tegal, Kepergok Lagi Ngamar
Panitera Pengadilan Agama Kelas I A Semarang, Mohammad Dardiri menyebut ada tiga faktor utama yang mendorong tingginya angka perceraian di Kota Semarang.
Pertama, faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus 2.093 kasus. Kedua, meninggalkan salah satu pihak 367 kasus. Ketiga faktor ekonomi dengan 288 kasus
"Faktor dominan ekonomi dan perselisihan antar anggota keluarga membuat mereka (baca: pasutri) saling meninggalkan," katanya Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, rata-rata perkara cerai talak disebabkan lantaran istri enggan diatur oleh suami.
"Kalau cerai talak tanggungjawab istrinya biasanya karena tak mau diatur. Bisa jadi suami tak sanggup lagi," ungkapnya.
Meski banyak perkara yang diajukan, pihaknya tetap mengedepankan unsur mediasi sebagai jalan damai.
Rata-rata kedua belah pihak diberikan waktu selama satu bulan untuk mediasi yang difasilitasi oleh Pengadilan Agama Semarang," imbuhnya.
Sementara, proses penyelesaian perceraian paling lama, kata dardiri adalah ketika pembahasan harta dan hak asuh anak.
"Penyelesaian perceraian paling lama biasanya membahas harta dan hak asuh anak," paparnya. (*)