Teliti Brand Muhammadiyah Sebagai Merek Perkumpulan dan Usaha, Jumai Raih Doktor
Prof Dr H Gunarto SE. Akt.SH.MH selaku ketua Dewan penguji menyatakan bahwa Jumai lulus dengan nilai 3.86 ( Cumlaude) lama masa pendidikan 2,6 tahun.
Penulis: rustam aji | Editor: rustam aji
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jumai telah menyelesaikan studi Program Doktor Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Ekonomi Syariah pada Universitas Islam Sultan Agung ( Unissula ) Semarang, dengan disertasi berjudul “ Harmonisasi Regulasi Turunan Tentang Merek Dalam Pemasaran Produk dan Jasa pada Amal Usaha Muhammadiyah Jawa Tengah berbasis Keadilan Religius .
Jumai dinyatakan lulus setelah mempertahankan disertasi dalam sidang terbuka Promosi Doktor di hadapan para Penguji yaitu Prof Dr H Gunarto,SE.Akt.SH.MH ( Ketua Dewan Penguji ); Prof Dr Hj Anis Masdhurohatun,SH.M.Hum ( Promotor ); Prof Dr Hj Sri Indah Wahyuningsih, SH.M.Hum; Dr H Bambang Tri Bawono, SH.MH; Prof Dr H Ahmad Rofiq MA ( Co-Promotor ); Prof Dr H Mahmutarom HR,S.H.M ( penguji Eksternal); Dr.Hj. Lathifah Hanim,SH.M.Kn.M.Hum.
Prof Dr H Gunarto SE. Akt.SH.MH selaku ketua Dewan penguji menyatakan bahwa Jumai lulus dengan nilai 3.86 ( Cumlaude) lama masa pendidikan adalah 2,6 tahun.
Jumai membahas Muhammadiyah sebagai brand atau merek perkumpulan dan merek usaha, di mana Muhammadiyah dalam mengembangkan dakwahnya demi untuk kemandiriannya dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya mendirian amal usaha Muhammadiyah.
Amal Usaha Muhammadiyah didirikan untuk memperjuangkan maksud dan tujuannya. Muhammadiyah selalu menggalakkan atau menggembirakan serta mendorong semua anggotanya untuk mencintai atau menyenangi semua kegiatan yang bertujuan untuk menegakkan ajaran agama Islam.
Karena kalau tidak didukung oleh anggota-anggotanya tentunya cita-cita atau maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak akan tercapai. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) adalah salah satu usaha yang dibangun oleh Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuannya, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.
Semua bentuk kegiatan Amal Usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan.
Amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan,kesehatan ,sosial ,ekonomi telah berkembang tersebar di seluruh Indonesia dan Amal usaha Muhammadiyah yang terbanyak adalah di Jawa tengah; SD 183,MI 438,SMP 279,MTs 109,SMA 110,MA 18,SMK 131, Ponpes 37, Perguruan Tinggi 13, kesehatan 125, Panti Asuhan 96, ekonomi 152 tempat ibadah masjid 1084 ,mushola 578 dan bidang seni budaya 54.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis laksanakan tentang Harmonisasi Regulasi Turunan Tentang Merek Dalam Pemasaran Produk Dan Jasa Pada Amal Usaha Muhammadiyah Jawa Tengah Berbasis Keadilan Religius, maka penulis menyimpulkan bahwa:
Dalam disertasi ini menggunakan pendekatan Paradigma penelitian: Paradigma Kosntruktivisme, Metode Pendekatan Social legal research, Metode pengumpulan data Studi kepustakaan, Pengamatan, Wawancara serta Metode analisis data Analisis kualitatif.
Dengan kerangka teori Keadilan Religius (Islam) sebagai G Teori, Teori Sistem Hukum Menurut Lawrence M. Friedman, dalam setiap sistem hukum terdiri dari 3 (tiga) sub sistem, yaitu sub sistem substansi hukum (legal substance), sub sistem struktur hukum (legal structure), dan subsistem budaya hukum (legal culture) dan Teori Hukum Progresif sebagai Aplikasi Teori.
Maka pemabahasannya tentang Disharmoni regulasi merek dalam pemasaran produk dan jasa Amal Usaha Muhammadiyah terjadi karena belum adanya aturan yang mengikat pada intern organisasi Muhammdiyah itu sendiri, aturan yang mengikat yang dibutuhkan adalah AD ART yang mengikat khusus mengatur penggunaan lambang dan nama Muhammadiyah yang mana Muhammadiyah sebagai organisasi yang menaungi Amal Usaha Muhammadiyah.
AD ART perlu aturan khusus dalam pengelolaan Amal Usaha Muhammdiyan. Pihak- pihak yang bertugas dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah nyaman dengan kedudukannya.
Fasilitas yang didapatkan oleh pengelola amal usaha menjanjikan. Jenis pemasaran tersebut adalah konsep pemasaran Islam terlihat hanya menyentuh pada karakteristik produk dan para pelakunya.
Hal ini dapat dilihat dari syarat produk maupun jasa yang harus halal dan baik (halalan thayyiban), mulai dari proses pembuatannya hingga dapat diserahterimakan kepada konsumen.
Begitu juga dengan karakteristik pemasar yang diharuskan untuk memiliki sifat kejujuran, menghindari perilaku culas, tidak berlaku zalim serta hal-hal lainnya yang dilarang dalam ajaran Islam.
Senada dengan yang diatur dalam konsep perlindungan konsumen dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Bunyi Pasal di atas merupakan asas dalam perlindungan konsumen yang relevan dalam pembangunan nasional.
Implikasi ketidak adilan dan kelemahan Amal usaha Muhamadiyah, sebagai tempat bernaung dan berlindung amal usaha pengelola aman. Rasa aman dan nyaman yang diberikan inilah pengelola amal usaha kerasan pada posisi tertentu rasa kepemilikan menjadi haknya sendiri muncul.
Hal- hal inilah yang menyebabkan kebanyakan pengelola amal usaha tertanam disuatu posisi yang tak tergantikan karena sudah lama menetap. Adanya sifat kepemilikan selayaknya milik sendiri inilah yang menjadikan kelemahan dalam tubuh suatu organisasi, sifat kepemilkan menimbulkan penguasaan atas tugas yang diberikan oleh Pimpinan Muhammadiyah kepada dirinya.
Harmonisasi regulasi merek dalam pemasaran produk dan jasa, perlu adanya kesadaran diri bagi pengelola dalam penggunaan nama dan lambang.
Seiring bersama dan berjakan bersama agar tidak ada kesenjangan baik bagi Pimpinan Muhammadiyah maupun pengelola. Undang - undang perlindungan merek dan perlindungan hak cipta.
Undang-undang ormas yang sudah mengatur kegiatan ormas dan juga memberikan landasan pendirian amal usaha sebagai dasar pengelolaan keuangan ormas dan pendapatan ormas.
Undang - undang negara berlaku untuk semua warga negara tidak dikhususkan organisasi tertentu, semuanya wajib mengukuti dan patuh terhadap undang-undang yang berlaku.
Setiap ormas mempunyai agenda dan tujuan yang mana sudah dirumuskan pada AD /ART nya dan diwajibkan untuk diserahkan pada negara.
Hatmonisasi amal Usaha Muhammdiyah diperlukan dalam tubuh Muhammadiyah sendiri yang akan mengatur sistem dan administrasi dalam melakukan kegiatan apapun didalamnya serta diikuti dan dipatuhi oleh pendiri, Pimpinan, pengelola maupun anggota dari organisasi kemasyarakatan yang di naungi oleh Muhamdiyah.
Hasil telaah brand Muhammadiyah sebagai Nama Amal Usaha Muhammadiyah atau unit usaha Muhammadiyah perlu diatur lebih lenjut dengan rekomendasi beberapa hal sebagai berikut :
Berdasarkan UU no 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pada Pasal 3 UU merek, Sistem pendaftaran Merek menganut Sistem first to File prinsip. Pasal 3 menyatakan bahwa “ Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar”.
Sedangkan kelemahan dalam Regulasi Muhammadiyah adalah Dalam nama Muhammadiyah merupakan nama, logo dan gambar organisasi berbadan hukum yang sudah digunakan lebih dari 6 bulan.
Pendaftaran melalui AHU pada Kemetrian hukum dan HAM, berbeda dengan sistem pendaftaran merek yang diatur melalui Pasal 3 UU merek dan indikasi Geografis yang menganut sistem first to file prinsip merugikan dan tidak memberikan keadilan relgius bagi ormas.
Maka solusi harmonisasinya adalah Sistem pendaftaran Merek menganut Sistem first to Use prinsip, sehingga pada Pasal 3 UU merek dan Indikasi Geografis adalah sbb:
Hak atas Merek diperoleh sejak Merek tersebut digunakan pertama kali oleh seseorang, beberapa orang, atau badan hukum. Pasal 3 UU merek, Sistem pendaftaran Merek menganut Sistem first to File prinsip.
Pasal 3 menyatakan bahwa “ Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar” terdapat kelemahan kelemahan dalam regulasi Muhammadiyah adalah Dalam nama Muhammadiyah merupakan nama, logo dan gambar organisasi berbadan hukum yang sudah digunakan lebih dari 6 bulan.
Pendaftaran melalui AHU pada Kemetrian hukum dan HAM, berbeda dengan sistem pendaftaran merek yang diatur melalui Pasal 3 UU merek dan indikasi Geografis yang menganut sistem first to file prinsip merugikan dan tidak memberikan keadilan relgius bagi ormas.
Maka solusi harmonisasinya adalah Sistem pendaftaran Merek menganut Sistem first to Use prinsip, sehingga pada Pasal 3 UU merek dan Indikasi Geografis adalah sbb:
Hak atas Merek diperoleh sejak Merek tersebut digunakan pertama kali oleh seseorang, beberapa orang, atau badan hukum. penekanan dalam harmonisasi regulasi tersebut adalah Sistem Pendaftaran Merek adalah ; Masa Perlindungan, jenis merek , Pemegang merek, Perjanjian Lisensi merek.
Saran yang dapat disampaikan sebagai rekomendasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Diharapkan pengelola amal usaha Muhammadiyah perlu adanya pemahaman Undang-Undang Merek, Undang-Undang Hak Cipta, Undang- Undang Ormas dan AD ARTnya, Untuk Pimpinan Muhammadiyah, perlu menambah pasal - pasal yang berhubungan dengan merek, lambang, hak cipta agar bisa mengendalikan merek dan juga produk barang jasa didalam Muhammdiyah dan sesuai dengan undang- undang yang berlaku, Untuk anggota dan kader Muhammadiyah perlu mempelajari pedoman Hidup Muhammadiyah yang telah dirumuskan dan di terbitkan sebagai landasan insan yang bertakwa. (*/aji)