Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Hati-hati! Berbohong Membuat Puasa Tidak Mendapatkan Pahala, Berikut Penjelasannya

Secara fikih, berbohong tidak membatalkan puasa. Namun, ada sebuah hadits Nabi yang melarang berbohong saat puasa. Rasulullah SAW bersabda.

Penulis: Ardianti WS | Editor: galih permadi
POSITIVE PARENTING SOLUTION
Hati-hati! Berbohong Membuat Puasa Tidak Mendapatkan Pahala, Berikut Penjelasannya 

TRIBUNJATENG.COM- Apakah bohong membatalkan puasa?

Secara fikih, berbohong tidak membatalkan puasa.

Syeikh Abi Syuja telah menjelaskan perkara pembatal puasa dalam Kitab Al Ghayah wa At Taqrib.

والذي يفطر به الصائم عشرة أشياء : ما وصل عمدا إلى الجوف أو الرأس والحقنة في أحد السبيلين والقيء عمدا والوطء عمدا في الفرج والإنزال عن مباشرة والحيض والنفاس والجنون والإغماء كل اليوم والردة

Artinya: "Yang membatalkan puasa ada sepuluh hal, yaitu (1) sesuatu yang sampai pada rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau kepala, (2) mengobati dengan memasukkan sesuatu pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur), (3) muntah secara sengaja, (4) melakukan hubungan seksual secara sengaja pada alat kelamin, (5) keluarnya mani sebab bersentuhan kulit, (6) haid, (7) nifas, (8) gila, (9) pingsan di seluruh hari, dan (10) murtad."

Dari penjelasan Syeikh Abi Syuja, secara fikih berbohong tidak membatalkan puasa.

Namun, ada sebuah hadits Nabi yang melarang berbohong saat puasa.

Rasulullah SAW bersabda.

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Artinya: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari)

Kalimah zuur dalam hadits di atas artinya dusta.

Banyak ulama yang menafsirkan, orang berpuasa yang kemudian berbohong maka tidak mendapatkan pahala puasa.

Ia hanya dianggap telah menggugurkan kewajiban untuk berpuasa.

Hal itu juga dijelaskan dalam Kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani.

مُقْتَضَى هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّ مَنْ فَعَلَ مَا ذُكِرَ لَا يُثَابُ عَلَى صِيَامِهِ ، وَمَعْنَاهُ أَنَّ ثَوَاب الصِّيَام لَا يَقُومُ فِي الْمُوَازَنَةِ بِإِثْم الزُّور وَمَا ذُكِرَ مَعَهُ

Artinya: "Konsekuensi dari hadits tersebut, siapa saja yang melakukan dusta yang telah disebutkan, balasan puasanya tidak diberikan.

Pahala puasa tidak ditimbang dalam timbangan karena telah bercampur dengan dusta dan yang disebutkan bersamanya.” (Fathul Bari)

Selain itu, sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk menjauh dari perilaku berbohong.

Sebab dalam sebuah hadits berbohong menjadi tanda kemunafikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda.

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya: Ada tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat.” (HR Bukhari)

Demikian hukum orang berbohong saat sedang berpuasa.

Ibadah puasanya tetap diterima oleh Allah SWT.

Namun, ia tidak mendapat pahala sedikit pun atas rasa lapar dan haus selama sehari.

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved