Berita Kudus
Ponpes Al-Achsaniyyah Kudus, Ajarkan Anak-anak Autis Hingga Mandiri
Lantunan suara doa-doa dari siswa berkebutuhan khusus di Pondok modern Autisme Islami Boarding School Al-Achsaniyyah di Desa Pedawang
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Lantunan suara doa-doa dari siswa berkebutuhan khusus di Pondok modern Autisme Islami Boarding School Al-Achsaniyyah di Desa Pedawang, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus terus bergema.
Saat bulan Ramadan ini, ratusan anak mengikuti beragam kegiatan.
"Pesantren Al-Achsaniyyah ini memang khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus, ketika pagi belajar seperti biasanya, ada pendidikan umum dan agama. Ada kegiatan pelajaran mengaji," ucap pengasuh Ponpes Al-Achsaniyyah, Mohammad Faiq Afthoni, Kamis (30/3/2023).
Pada saat bulan Ramadan ini kegiatan kegamaan diperbanyak, anak-anak juga ikut berpuasa, saat sore anak-anak mengaji bersama, menghafal surat-surat pendek, pada malam bertadarus dan salat tarawih berjamaah.
"Mereka berantusias mengikuti kegiatan keagamaan, Alhamdulillah mereka bergembira dan dalam keadaan sehat," jelasnya.
Saat ini, total santri ada 119 di ponpes khusus anak-anak autis ini. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti, Jakarta, Sumatra, NTT, NTB, bahkan sempat ada dari Malaysia.
"Kami juga sempat ada tawaran siswa dari Iraq dan Singapura karena keterbatasan tenaga pengajar kami belum bisa menerima. Karena perbedaan bahasa itu yang perlu menjadi perhatian," ucapnya.
Dia mengatakan bahwa pondok pesantren ini memang dikhususkan untuk anak-anak autis, hal ini yang menjadikan Pondok Pesantren Al-Achsaniyyah menjadi yang satu-satunya di Indonesia bahkan di dunia.
"Hingga sekarang sudah ada 30 persen anak-anak pesantren yang sudah bisa mandiri, bahkan ada yang bersekolah S2 di Unissula kemudian juga ada yang di Surabaya. Mereka sudah mandiri," terangnya.
Pada pondok pesantren tersebut, tidak ada jenjang pendidikan anak-anak, yang membedakan adalah anak-anak yang sudah bisa mandiri atau belum.
Tentunya hal itu tergantung dari kelegowoannya orangtua untuk mempercayakan anaknya kepada para pembimbing.
"Kalau orang tua legowo akan mempercepat perkembangan anak-anak, kalau banyak permintaan akan menggangu keikhlasan terapis. Kalau untuk mencapai mandiri paling cepat ada yang satu tahun," ucapnya.
Selain itu, sistem belajar mengajarnya juga berbeda dibandingkan sekolah pada umumnya.
Yang membedakan yakni tiap terapis atau guru harus memantau satu murid.
Para guru juga harus melakukan observasi selama tiga bulan terlebih dahulu untuk memahami kelebihan dan kekurangan anak-anak.
Pemkab Kudus Siap-siap Sulap eks Stasiun Wergu Jadi Pusat Kuliner, Pengelolaan Tunggu Investor |
![]() |
---|
Nida Saidatul Iza Anggota PAW DPRD Kudus, Dorong Generasi Milenial Makin Melek Politik |
![]() |
---|
Beda Nasib dengan Pati, Kenaikan PBB-P2 di Kudus Hanya 10-30 Persen, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Warga Kudus Tak Perlu Khawatir, Ini Solusi Bupati Samani Jika Kepesertaan BPJS Sudah Nonaktif |
![]() |
---|
Sosok Nida Saidatul Iza Anggota DPRD Kudus Hasil PAW, Alumnus Undip Berusia 25 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.