Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Toko Gunung Agung Tutup Trending Twitter, Ini Sejarah Toko Buku Legendaris yang Berdiri Sejak 1953

Toko Gunung Agung Tutup Trending Twitter, Ini Sejarah Toko Buku Legendaris yang Berdiri Sejak 1953

Penulis: non | Editor: galih permadi
Wikipedia/Toko Gunung Agung
Toko Gunung Agung Tutup Trending Twitter, Ini Sejarah Toko Buku Legendaris yang Berdiri Sejak 1953 

Toko Gunung Agung Tutup Trending Twitter, Ini Sejarah Toko Buku Legendaris yang Berdiri Sejak 1953

TRIBUNJATENG.COM - Toko Buku Gunung Agung tutup jaid trending Twitter, ini toko buku legendaris yang berdiri sejak 1953.

Toko buku legendari Gunung Agung mengumumkan akan menutup semua cabang outletnya tahun ini.

Hal itu dikarenakan kerugian operasional yang meningkat setiap bulannya.

Penutupan Toko Gunung Agung sempat menjaid Trending Twitter pada, Minggu (21/05/2023).

Hal itu membuan banyak netizen menuliskan kenangan mereka bersama Toko Gunung Agung.

Selama 70 tahun berdiri, Toko Buku Gunung Agung telah merasakan manis pahitnya dunia bisnis.

Gunung Agung berhasil berhasil menjadi toko buku rantai ritel terkemuka di Indonesia.

Perusahaan ini memperluas lini produknya dengan alat tulis, kebutuhan sekolah, kebutuhan olahraga, alat musik, dan lainnya.

Sebanyak 14 toko dibuka di 10 kota besar di Pulau Jawa. Di Jabodetabek sendiri, ada sebanyak 20 Toko Buku Gunung Agung.

Setelah masa kejayaan, Toko Buku Gunung Agung mengalami masa pahit terutama ketika pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia pada 2020 lalu.

Saat itu, Toko Buku Gunung Agung harus menutup beberapa toko mereka yang berlokasi di Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi dan Jakarta.

Penutupan beberapa toko dilakukan tidak hanya akibat pandemi Covid-19.

Tetapi juga untuk menjaga kelangsungan usaha dan mengatasi kerugian usaha akibat biaya operasional yang besar.

Sejarah Toko Gunung Agung

Toko Buku Gunung Agung berdiri pada 1953 oleh Tjio Wie Tay yang juga dikenal sebagai Haji Masagung.

Mulanya Tjio Wie Tay membentuk kongsi dagang dengan Lie Tay San dan The Kie Hoat bernama Thay San Kongsie pada 1945.

Saat itu barang yang diperdagangkannya adalah rokok.

Namun, melansir Kompas.com, dari buku Sejarah Perbukuan (2022), pasca kemerdekaan Indonesia, permintaan buku-buku di Indonesia sangat tinggi.

Peluang ini dilihat oleh Thay San Kongsie yang kemudian membuka toko buku impor dan majalah.

Kios mereka cukup sederhana dan berlokasi di Jakarta. Namun, toko buku Tay San Kongsie lebih baik dibandingkan toko buku asing.

Keuntungan buku lebih besar daripada penjualan rokok dan bir yang awalnya ditekuni Tay San Kongsie.

Kongsi ini pun menutup usaha rokok dan bir lalu beralih fokus ke toko buku.

Pada 1951, Tjio Wie Tay membeli rumah sitaan Kejaksaan di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat.

Rumah itu ditata dan dibuat percetakan kecil pada bagian belakang. 

Seiring perkembangan bisnis, Tjio Wie Tay mendirikan perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku, bernama Firma Gunung Agung pada 1953.

Ide ini ditolak oleh Lie Tay San sehingga ia mundur dari kongsi tersebut.

Lalu, berdirilah Firma Gunung Agung yang ditandai dengan perhelatan pameran buku di Jakarta pada 8 September 1953. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved