Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kekerasan di PIP Semarang

Keprihatinan Senator Anang Budi Utomo Terhadap Kasus Kekerasan di PIP Semarang: Itu Pola Lama

Anang Budi Utomo menyebut, kekerasan di kampus kedinasan seperti di PIP Semarang sebenarnya sudah tidak perlu terjadi lagi.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: deni setiawan
Tribun Jateng/ Iwan Arifianto
Pendamping hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit menjelaskan kronologi kekerasan yang dialami taruna PIP Semarang, di Kota Semarang, Rabu (14/6/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Senator DPRD Kota Semarang dan pengamat pendidikan, Anang Budi Utomo menyebut, kekerasan di kampus kedinasan sebenarnya sudah tidak perlu terjadi lagi.

Kampus sepatutnya mampu mencegah tindakan tersebut melalui berbagai langkah strategis.

Di antaranya harus ada pakta integritas yang disepakati bersama, baik dari lembaga kampus maupun para taruna.

"Harus ada komitmen dan pakta integritas, kalau perlu ada sesuatu yang tertulis bahwa para senior tak akan melakukan kekerasan terhadap juniornya," katanya kepada Tribunjateng.com, Kamis (15/6/2023).

Anang melanjutkan, sebenarnya kampus memiliki ruang yang terbuka untuk melakukan pencegahan kekerasan terjadi di lingkungan kampus.

Apalagi sudah ada imbauan dari kementerian terkait pencegahan kekerasan di sekolah maupun kampus. 

Bahkan, ada pedoman penghapusan kekerasan, baik terhadap perempuan dan sesama mahasiswa.

Baca juga: Kasus Penganiyaan PIP Semarang, Polda Jateng Ungkap Permintaan Pihak Korban

Baca juga: Teriris Hati Yoka Dengar Curhat Anaknya Taruna di PIP Semarang Jadi Korban Penganiayaan Senior

"Sebenarnya hal itu tinggal tataran implementasinya."

"Jadi menurut pimpinan perguruan tinggi tinggal membuat SK-nya, pakta integritas atau imbauan supaya para senior tidak melakukan kekerasan terhadap juniornya," tuturnya.

Pihaknya ikut prihatin kasus kekerasan di lingkungan pendidikan masih terjadi di Kota Semarang.

Padahal saat ini Pemkot Semarang sedang menggencarkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan KDRT sehingga jangan sampai kekerasan itu malah terjadi di lingkungan kampus.

"Kami prihatin, kasus itu pola-pola lama, tradisi lama, alasan pendisiplinan, lalu memunculkan kekerasan, sebenarnya tidak boleh terjadi," bebernya.

Diberitakan sebelumnya, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy menyebut, kasus kekerasan di PIP Semarang sudah dilakukan kesepakatan damai alias restorative justice (RJ).

Hanya saja, permintaan lainnya dari pihak korban seperti adanya perombakan kelembagaan di kampus pelayaran tersebut masih terus diupayakan.

Baca juga: Kronologi Taruna PIP Semarang 4 Kali Dianiaya Senior Hingga Hidung Geser dan Kencing Berdarah

"Sementara kasus ini masih proses."

"Karena ada permintaan lainnya seperti perbaikan dari manajemen PIP Semarang," bebernya kepada Tribunjateng.com, Kamis (15/6/2023).

Kombes Pol Iqbal menegaskan, setiap laporan akan ditindaklanjuti.

Namun, untuk perkara penganiayaan PIP Semarang dari pihak orangtua atau pelapor mengajukan surat penundaan proses perkara ketiga dan restoratif justice (RJ) ke Direskrimum Polda Jateng tertanggal 8 Mei 2023.

"Kami juga sudah melakukan proses itu (pemanggilan terhadap terlapor)," paparnya.

Lebih lanjut, surat penundaan proses perkara ketiga dan restoratif justice ditandatangani oleh orangtuanya secara  langsung.

"Kemarin ada statement kuasa hukum terkait kasus itu, tapi faktanya orangtua korban minta RJ," paparnya.

Pendamping hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit mengatakan, sudah memegang surat pernyataan pengakuan dari para senior yang melakukan penganiayaan terhadap korban.

"kami tak ingin penyelesaian kasus tidak hanya secara pidana, melainkan ada perbaikan struktural dari pihak kampus supaya tak menormalisasi kekerasan," jelasnya.

Sebelumnya, seorang pria berinisial MGG (19) taruna PIP Semarang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh para senior dan pembinanya.

Kekerasan dilakukan sebanyak 4 kali.

Baca juga: Kepala BPSDM Perhubungan Melepas Lulusan Perwira Siswa PIP Semarang pada Gelaran Bon Voyage

Akibatnya, pandangan mata korban sempat kabur selama 2 minggu.

Air kencingnya berdarah hingga tulang hidung alami geser.

Korban mengalami kekerasan setidaknya 4 kali.

Kekerasan pertama berupa pemukulan bertubi-tubi menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri, dan kanan.

Pukulan mengenai di kepala dan tendangan di tulang kering oleh Pembina dan Pengasuh Taruna (Binsuhtar) pada Minggu, 9 Oktober 2022.

Penganiyaan kedua, korban mengalami pemukulan di kepala bagian belakang sebanyak lebih dari 10 kali oleh seniornya angkatan 56, pada Minggu 23 Oktober 2022.

Berikutnya, korban mengalami penganiayaan fisik, dipukul sekira 40 kali di bagian perut, termasuk ulu hati pada Rabu 2 November 2022

Terakhir pada Selasa (13/6/2023), korban alami kekerasan dengan ditendang oleh seniornya.

"Secara fisik memang tidak begitu parah, tetapi hal itu mengingatkan rasa trauma korban."

"Hal itu terbukti dari hasil assesment psikolog LPSK yang menyatakan korban alami  trauma," bebernya. (*)

Baca juga: Bangun Kemitraan Bersama Faperta UGM Yogyakarta, Pemkab Blora Segera Kembangkan Pertanian Organik

Baca juga: HUT ke 77 Bhayangkara, 72 Kantong Terkumpul dalam Giat Donor Darah Polres Wonosobo

Baca juga: Tim Jeonbuk Hyundai Motors FC Langsung Tancap Gas, Latihan Ringan Adaptasi Cuaca Setibanya di Solo

Baca juga: Rektor UMP Terima Penghargaan Tokoh Peduli Musisi dan Pegiat Seni di Purwokerto

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved