Berita Solo
Kisah Joko Ramlan, Bertempur 4 Hari 4 Malam saat Masih SMP, Bertekad Usir Belanda dari Solo
Empat tahun pasca kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Kota Surakarta mendapatkan serangan umum atau juga disebut serangan umum empat hari empat malam
Penulis: Mahfira Putri Maulani | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SOLO – Empat tahun pasca kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Kota Surakarta kembali mendapatkan serangan umum atau juga disebut serangan umum empat hari empat malam.
Peristiwa itu terjadi pada 7-10 Agustus 1949 silam.
Rakyat Solo, tua dan muda bahu membahu mempertahan kemerdekaan dari agresi militer Belanda kala itu.
Joko Ramlan (92) salah satunya. Kala itu dirinya masih duduk di bangku SMP bersama pelajar dan rakyat Solo harus rela terusir dari Kota Solo.
Baca juga: Cerita Ramidjan Suhadi, Veteran AL Berusia 81 Tahun Dapat Kado Rumah Dari Ganjar Pranowo
Pria kelahiran 21 Januari 1930 itu terpaksa terlibat dalam perjuangan membebaskan Kota Solo dari cengkraman Belanda.
Para pelajar dan mahasiswa bergabung dan dikenal sebagai Tentara Pelajar (TP).
Dengan semangat juang 45, mereka berhasil mengusir dan menduduki markas-markas Belanda di Solo dan sekitarnya.
Ditemui di kediamannya di Kampung Gremet RT 03, RW 07, Kelurahan Manahan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Joko mengungkapkan Belanda kembali datang ke Solo pada Desember.
"Tentara Belanda kembali datang ke Kota Solo pada 21 Desember 1948. Setelah pasukan sekutu dinyatakan menang dalam Perang Dunia II," kisahnya.
Joko muda yang tergabung dalam TP atau Detasemen II Brigade 17 Surakarta bersama anggota lainnya keluar dari Solo menuju rayon II di wilayah Sumberlawang, Sragen.
"Kita menyusun gerilya merebut Kota Solo. Senjata hasil rampasan, ada juga yang pakai bambu runcing ada pula yang tidak pakai senjata. Kita di belakang yang di depan yang lebih tua," kata Joko kepada Tribunjateng.com.
Serangan untuk mengusir Belanda kemudian digagas kembali di kawasan Monumen Juang 45, Banjarsari. Mereka dipimpin Mayor Achmadi.
Di usianya yang sekarang daya ingat Joko masih sangat tajam. Dia ingat betul nama-nama pemimpin dan suasana saat itu.
Joko melanjutkan, kala itu Mayor Achmadi lantas membagi anggota TP menjadi rayon-rayon. Rayon I dari Polokarto dipimpin Suhendro, Rayon II wilayah utara Solo dipimpin Sumartono.
Rayon III Kartasura Boyolali dengan komandan Prakoso, Rayon IV perbatasannya Solo Boyolali dan Solo Wonogiri dikomandoi A Latif, serta Rayon Kota Dipimpin Hartono.
Serangan dilakukan dari empat rayon di seluruh penjuru. Sebelum pertempuran dimulai, Selamat Riyadi dengan pasukan Brigade V atau Panembahan Senopati ikut bergabung.
Slamet Riyadi menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya pertempuran.
Joko yang masuk rayon II memulai dari utara. Joko mengatakan selama gerilya banyak tentara yang bisa dicuri senjatanya.
Dengan serangan berbagai cara, Belanda bisa diusir dari Kota Bengawan. Mendekati gencatan senjata 11 Agustus 1949 Joko mengaku pihaknya semakin menggencarkan serangan.
"Sesuai arahan Mayor Ahmadi sebelum pukul 00.00 Agustus, Solo harus bisa direbut jadi selama 4 hari kita bergerilya TP bersama Brigade V dipimpin Slamet Riyadi berhasil kembali Kota Solo," terangnya.
Masa tua Joko kini dihabiskan di rumah bersama anak dan cucunya. Saat muda, Joko sempat menjadi pemain Persis Solo pada tahun 1954.
Joko juga sempat menjadi guru, hingga masuk TNI AU. Joko juga pernah dua periode menjadi anggota DPRD dan menjabat sebagai Ketua Fraksi ABRI di Kabupaten Sukoharjo.
Ia juga sempat mengajar di sejumlah perguruan tinggi swasta sebelum akhirnya menjadi pengurus yayasan dan penasehat kampus swasta.
Saat masih bisa berjalan tanpa bantuan, Joko masih aktif menjadi Wakil Ketua Dewan Harian Cabang (DHC) 45 Solo. Namun saat ini Joko menjadi Badan Penasehat DHC 45.
Menjadi seorang veteran, Joko mendapatkan perhatian oleh pemerintah berupa dana kehormatan hingga tunjangan veteran.
Para veteran juga selalu diajak untuk upacara HUT ke-78 RI hingga memperingati Hari Veteran. (uti)
| Polemik Warung Bakso di Solo Kedapatan Jual Produk Non Halal, Begini Klarifikasi Pemilik |
|
|---|
| Tanda Alam Sebelum PB XIII Wafat, Gusti Neno: Pohon Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo |
|
|---|
| Warung Bakso di Solo Kedapatan Jual Produk Non Halal, Wali Kota Imbau Begini |
|
|---|
| Gusti Moeng: Paku Buwana XIII Dimakamkan Sementara di Atas Pusara Eyang Haryo Mataram |
|
|---|
| Warga Solo Bisa Datang Takziah Sebelum Raja Paku Buwana XIII Dimakamkan, Ini Lokasinya |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.