Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Wonogiri

Ini Kunci Warga Desa Gendayakan Paranggupito Wonogiri Atasi Kelangkaan Air Bersih yang Menahun

Kerja persaudaraan, begitu warga Desa Gendayakan, Paranggupito, Wonogiri menyebut istilah pengganti untuk gotong royong menyediakan kebutuhan air.

|
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: rival al manaf

TRIBUNJATENG.COM, WONOGIRI - Kerja persaudaraan, begitu warga Desa Gendayakan, Paranggupito, Wonogiri menyebut istilah pengganti untuk gotong royong menyediakan kebutuhan air bersih yang sudah dilakukan sejak 2019 lalu.

Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pacitan Jawa Timur itu, pada Selasa (22/8/2023) meresmikan instalasi mesin yang dibuat untuk mendistribusikan air bersih ke desa mereka.

Bahkan, sudah mampu menyediakan kebutuhan air bersih untuk 2.071 jiwa di 11 desa. Sebelum tahun 2019, kekurangan air bersih adalah permasalahan yang laten dihadapi warga Desa Gendayakan setiap tahunnya.

Kontur yang sebagian besar adalah perbukitan berbatu kapur (karst) dan vegetasi berakar dangkal membuat air tidak tersimpan di dalam tanah, sehingga warga tak bisa menggali sumur untuk mengambil air bersih.

Tak pelak, warga hanya memiliki dua opsi untuk memenuhi kebutuhan air bersih selama setahun, yakni membuat penampungan air pada saat musim hujan atau memanggul air sambil berjalan kaki sekitar empat jam pulang pergi ke Pacitan, saat musim kemarau.

Kepala Desa Gendayakan, Heri Sutopo mengaku, kondisi kekeringan melanda desa yang saat ini dia pimpin tersebut bahkan sejak dia kecil.

"Untuk bisa dapat air bersih, warga hanya punya dua pilihan. Membuat penampungan air saat hujan atau saat musim kemarau panjang, warga harus memanggul air sambil berjalan kaki sekitar empat jam pulang pergi ke Pacitan, untuk mengambil 25 liter air bersih," ucap Sutopo kepada Tribun Jateng, Selasa (22/8/2023).

Sutopo menyampaikan, ada opsi lain warga Desa Gendayakan memenuhi kebutuhan air bersih, yakni dengan membeli air ke penyedia jasa. Bila ditakar dengan harga air bersih saat ini, uang  yang harus mereka keluarkan yakni sebesar Rp 150 ribu untuk 5.000 liter.

Bahkan, harga tersebut bisa melonjak ke angka Rp 170 ribu hingga paling mahal Rp 250 ribu pada musim kemarau panjang. Masyarakat setempat sebagian besar bekerja sebagai petani harus putar otak mengelola uang mereka.

Beberapa warga yang memiliki ternak memenuhi kebutuhan air bersih itu dengan kambing atau sapi peliharaannya. Menurut Heri, akibat fenomena yang terjadi, tingkat kesejahteraan warganya dari tahun ke tahun perlahan menurun.

“Lebih dari 80 persen warga kami menggantungkan hidup dari bertani, kalau gagal panen karena tidak ada air, otomatis mereka tidak memiliki penghasilan," jelasnya.

Warga desa tak putus asa untuk terus berupaya menyediakan air bersih dari tahun ke tahun. Mereka mencari luweng atau goa vertikal dan menemukan 11 luweng. Namun, hanya ada 1 luweng bernama Goa Jomblang yang tidak bisa dimasuki.

"Kami hanya berlogika saja saat itu. Daerahnya rimbun mungkin juga teduh. Di situ mungkin ada air," ucapnya.

Dikarenakan tidak memiliki peralatan, warga Desa Gendayakan meminta bantuan pada Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam GAPADRI dari Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY), Padasuka (Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga).

"Akhirnya pada 2018 kami ketemu air. Tapi, kami bingung bagaimana mengangkat air. Karena biayanya tidak sedikit. Pastinya ini butuh biaya yang besar karena harus menaikkan air dari kedalaman 180 meter," tuturnya.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved