Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kongres Perempuan Akar Rumput Semarang, Ruang Suara Bagi Gerakan Perempuan Termarjinalkan

Sejumlah aktivis perempuan di Jawa Tengah menggagas Kongres Perempuan Akar Rumput di Kota Semarang.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
Kongres Perempuan Akar Rumput
Aksi diam yang dilakukan sejumlah aktivis perempuan di Jawa Tengah sebelum memulai acara Kongres Perempuan Akar Rumput di Kota Semarang. Kongres tersebut berakhir pada Sabtu (26/8/2023). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Sejumlah aktivis perempuan di Jawa Tengah menggagas Kongres Perempuan Akar Rumput di Kota Semarang.

Kongres tersebut untuk memberikan ruang bagi kelompok perempuan marjinal untuk bersuara.

Kegiatan kongres diawali dengan aksi diam yang dilakukan di jalur masuk kompleks kampung Undip, Kamis (24/8/2023).

Selanjutnya, acara kongres dilakukan melalui sidang-sidang rakyat secara virtual yang terbagi berbagai isu baik lingkungan, politik, dan isu lainnya yang berakhir pada Sabtu (26/8/2023).

Perwakilan warga pesisir Demak, Masnuah mengatakan, dampak perampasan ruang di pesisir Demak dimulai dari pembangunan pelabuhan Tanjung Emas.

Sejak itu, pesisir di kecamatan Sayung alami abrasi besar-besaran termasuk Timbulsloko yang mulai terasa pada tahun 1997.

"Warga dukuh Timbulsloko daratannya hilang kemudian beradaptasi membuat jalan panggung. Nah, informasinya pemerintah baru menganggarkan akses jalan baru pada tahun 2024," tuturnya dalam kongres.

Kondisi itu bukan saja dampak dari krisis iklim melainkan bukti salah urus pemerintah dalam melakukan pembangunan.

Kendati begitu, pemerintah masih saja melakukan proyek infrastruktur pembangunan seperti jalan tol Semarang-Demak yang diyakininya memperparah amblesan tanah pesisir akan kian membesar.

"Warga pesisir kian terpinggirkan karena tempat tinggal dan mata pencaharian  hilang," jelasnya.

Ia menyebut, melalui Kongres Perempuan Akar Rumput ini mewakili suara perempuan-perempuan yang alami perampasan ruang hidup dari tingkah pemerintah yang melakukan pembangunan tak bertanggung jawab.

"Ruang ini harus menjadi tempat bagi perempuan-perempuan terdampak untuk terus bersuara," katanya.

Perempuan asal Wadas, Bener, Purworejo, Sisi mengatakan, perempuan warga Wadas merasa tertekan dengan upaya pemerintah dalam menekan warga untuk menyerahkan tanah demi proyek tambang andesit.

Dampak sosialnya, kerukunan antar warga terganggu akibat adanya pro dan kontra. Begitupun dampak ke alam yang terjadi banjir akibat aktivitas pembukaan jalan penambangan.

"Begitupun aksi para polisi di sini membuat kami para perempuan dan anak-anak trauma," katanya.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved