Suami Aniaya Istri di Semarang
Kasus KDRT di Kota Semarang Naik 40 Persen, Ternyata Ini Penyebabnya
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Semarang naik penyebab di antaranya adalah kondisi ekonomi.
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Semarang naik.
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menyebut, kasus KDRT dipicu berbagai hal diantaranya karena kondisi ekonomi.
Wilayah dengan kasus KDRT cukup banyak adalah Kemijen dan Sendangguwo.
Baca juga: Buntut KDRT di Sendangguwo Semarang, Mbak Ita Akan Kumpulkan Ibu-Ibu Korban KDRT Beri Trauma Healing
"Di Kelurahan Sendangguwo banyak. Kemijen juga banyak. Salau satunya faktor ekonomi," ungkap Ita, sapaannya, Selasa (29/8/2023).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki menyebutkan, ada 156 kasus KDRT pada 2021.
Kemudian, jumlah itu naik menjadi 228 kasus pada 2022.
Sedangkan, pada 2023 hingga kini sudah ada 142 kasus.
"Dari 2021 ke 2022 ada kenaikan 40 persen. Secara persentase tinggi. Kita anggap kenaikan itu tinggi. Kami harap angka tidak melebihi kasus di 2022" ujar Ulfi.
Dia menyebut, ada lima prioritas presiden, terimasuk penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ada berbagai faktor pemicu diantaranya faktor ekonomi.
Maka, Pemerintah Kota Semarang mendorong para ibu mempunyai keahlian kewirausahaan.
Dengan keahlian ini, akan ada pendapatan yang membantu ketahanan keluarga.
"Ibu Wali fokus bagaimana ibu-ibu punya kemandirian ekonomi dalak rangka mencegah KDRT," ungkapnya.
Di samping faktor ekonomi, lanjut Ulfi, ada pencegahan pernikahan anak.
Pernikahan anak ini juga menjadi faktor pemicu KDRT.
Pernikahan anak merupakan pernikahan di usia 18 tahun ke bawah.
Dalam undang-undang perkawinan, usia 19 tahun sudah diperbolehkan menikah.
Artinya, usia 19 tahun sudah dianggap dewasa dan berhak menikah.
"Dari sisi kami, pemicu KDRT tetap ke ekonomi, perjudian, minuman keras. Itu secara holistik bagaimana memerangi itu untum mencegah KDRT," tandasnya.
Dia terus mengimbau kepada masyarakat untuk melapor jika mengalami KDRT.
Pihaknya tentu melakukan pendampingan melalui rumah duta revolusinmental maupun UPTD dengan mengadirkan psikolog, lawyer, hingga layanan medis.
"Jika butuh lawyer kami ada. Layanan medis ada jika butuh visum atau luka fisik. Kaki kerjasama dengan RS. Anggaran dari pemerintah," jelasnya.
Baca juga: Kesaksian Suwito Ayah Korban KDRT di Semarang: Suami Si Pembuat Keris Aniaya Anaknya Pukul 03.00
Untuk rehabilitasi, DP3A juga memikiki rumah singgah.
Tidak hanya tingkat kota, Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) yang merupakan organisasi berbasis masyarakat juga memikiki rumah singgah.
"Itu inisiatif dari organisasi masyarakat di beberapa kelurahan. Tujuh kelurahan punya rumah singgah," sebutnya. (eyf)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.