Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Setoran Cukai Rokok Makin Menyusut, Fenomena Downtrading Jadi Penyebab

penerimaan cukai rokok sampai akhir Agustus 2023 sebesar Rp 126,8 triliun, turun 5,82 persen dari periode sama tahun lalu mencapai Rp 134,65 triliun.

Editor: Vito
Tribun Jateng/ Raka F Pujangga
aktivitas Pabrik Rokok (PR) Rajan Nabadi di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok sampai akhir Agustus 2023 sebesar Rp 126,8 triliun.

Angka itu mengalami penurunan 5,82 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu mencapai Rp 134,65 triliun.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Heryanto menyatakan, realisasi tersebut juga baru setara 54,53 persen dari target APBN 2023 sebesar Rp 232,5 triliun.

Ia pun melihat potensi tidak tercapainya target penerimaan cukai rokok tahun ini.

Menurut dia, hal itu disebabkan adanya fenomena downtrading ke rokok golongan yang lebih rendah. Selain itu juga peralihan konsumsi ke rokok elektrik, serta maraknya peredaran rokok ilegal.

"Menyusutnya penerimaan cukai rokok itu disebabkan turunnya pemesanan pita cukai. Selain itu, penurunan tersebut juga disebabkan oleh penurunan produksi pada Maret, yang diikuti produksi April yang relatif stagnan," jelasnya.

Kepala Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I, Untung Basuki mengungkapkan, tidak hanya pada tahun ini, fenomena downtrading juga telah menjadi penghambat setoran cukai rokok pada tahun-tahun sebelumnya.

"Iya, itu (downtrading-Red) dari dulu sebetulnya tetap menjadi tantangan," ujarnya, kepada awak media di Sidoarjo, Rabu (13/9).

Apalagi, dia menambahkan, peningkatan tarif cukai tembakau akan berimplikasi pada peningkatan harga produk tembakau, khususnya rokok.

Peningkatan harga itupun diikuti peralihan konsumsi dari rokok golongan I yang mahal ke rokok golongan di bawahnya yang lebih murah.

Peralihan konsumsi tersebut berimbas pada penurunan jumlah produksi rokok golongan I, utamanya sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM) yang cukainya lebih tinggi.

"Tentu penurunan (konsumsi) golongan I akan berpengaruh lebih signifikan dibandingkan kalau golongan II dan III," terangnya.

Untuk itu, Untung berujar, pembenahan struktur tarif cukai perlu terus dilakukan. Pasalnya, masyarakat kelompok bawah yang lebih sensitif terhadap harga akan lebih memilih rokok yang lebih murah.

"Ini kan tentu menjadi perhatian kami apakah struktur tarif itu sudah dalam posisi yang sudah dioptimalisasi. Artinya ketika dinaikkan lagi malah justru akan menimbulkan ilegal," tuturnya.

"Atau tadi karena golongan I sudah terlalu tinggi, maka mereka tentu cenderung untuk golongan II yang relatif tarif cukainya lebih rendah," sambungnya. (Kontan.co.id/Dendi Siswanto)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved