Berita Semarang
Napak Tilas Jejak Ashin Jinarakkhita di Wihara Sima 2500 Buddha Jayanti Semarang
Setidaknya 750 orang penganut agama buddha tumpah ruah di lokasi tersebut terdiri dari bhikkhu-samanera, pandita Buddhayana se-Jawa Tengah dan lainnya
Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Denyut kedamaian masih bergolak di Wihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Bukit Kassapa, Kota Semarang.
Tempat peninggalan Ashin Jinarakkhita Mahasthavira itu dianggap sakral oleh setiap pemeluk Buddha di Indonesia.
Bahkan, ada yang menyebut kesakralan bukit Kassapa setara dengan Candi Borobudur.
Kesakralan tersebut tampak ketika dilakukan kegiatan Napak Tilas Pandita Buddhayana Jawa Tengah di Wihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Sabtu (30/9/2023).
Setidaknya 750 orang penganut agama buddha tumpah ruah di lokasi tersebut terdiri dari bhikkhu-samanera, pandita Buddhayana se-Jawa Tengah, dan lainnya.
Acara napak tilas dimulai dari pelataran Wihara Buddha Dipa, Desa Pakintelan, Gunungpati, Semarang.
Selepas melakukan acara pembuka, ratusan peserta melakukan jalan kaki menyusuri jalan setapak berkontur menaiki dan menuruni bukit sejauh sekira 1 kilometer.
Bahkan, peserta harus menyeberangi sungai Kaligarang untuk mencapai puncak bukit Kassapa.

Beberapa relawan gabungan sudah disiagakan oleh pihak penyelenggara untuk ikut membantu peserta melewati kondisi jalan terjal tersebut.
Ketua Umum Sangha Agung Indonesia, Bhikkhu Khemacaro Mahathera mengatakan, perjuangan Ashin Jinarakkhita Mahasthavira dapat disetarakan dengan perjuangan pendiri Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah.
Begitupun setara dengan perjuangan Romo Albertus Soegijapranata, S.J.
Hal ini lantaran sejak Ashin Jinarakkhita Mahasthavira kembali ke tanah air pada bulan Januari 1955 sesudah menempuh studi di luar negeri berusaha meneladani umat Islam dan Katolik yang telah lebih dulu memberikan sumbangsihnya untuk negara dan bangsa.
Saudara umat Islam dengan perangkat budayanya seperti pondok pesantren telah berhasil menjadikan agama Islam sebagai “Islam Nusantara”.
Sementara Romo Albertus Soegijapranata, S.J. telah berhasil mengajak umat Katolik menjadi “Minoritas Berkualitas” dengan semangat “100 persen Katolik, 100 persen Indonesia”.
"Nah bagaimana dengan kita sebagai umat Buddha Indonesia?," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun, Selasa (3/10/2023).
Agama Buddha Indonesialanjut, Bhante Khemacaro, memang telah menjadi bagian dari falsafah hidup penduduk Nusantara sejak awal abad Masehi.
Namun agama Buddha sempat surut seiring rubuhnya Wilwatikta-Majapahit di sekitar pertengahan abad ke-15.
Kemudian berkembang kembali sejak awal abad ke-20, tetapi dengan dinamika pengaruh berbagai corak budaya dari luar negeri semisal dari China, India, Thailand, Myanmar, Kamboja, Srilanka, Jepang, dan lainnya.
Agama Buddha dari luar negeri ini juga dipengaruhi suatu corak sesuai alam tumbuh
kembangnya masing-masing. Misalnya dari Thailand, membawa corak Theravada mainstream.
China dan Taiwan membawa corak Mahayana Tiongkok dan dari Tibet membawa corak
Vajrayana Tibetan.
"Maka sesudah perkembangan kembali agama Buddha di era kemerdekaan, sempat muncul friksi dialektika intelektual antar tokoh masing-masing sehingga umat Buddha
sempat harus melewati masa-masa tidak menyenangkan perbedaan pendapat karena kotak-kotak pengaruh agama Buddha dari luar negeri," ungkapnya.
Hal senada disampaikan oleh Maha Nayaka Sangha Agung Indonesia, Bhikkhu Dr.
Nyanasuryanadi yang menekankan ciri khas agama Buddha adalah kesamaan ajaran dari peristiwa Dharmacakra Pravartana Sūtra pertama kali kepada lima orang pertama murid awal-Nya.
Ciri khas semua corak agama Buddha adalah lambang roda Dharma. Sekarang kita kenal roda Dharma terdiri dari 8 ruas atau ruji-ruji.
Namun pada tahap awal seperti yang terdapat pada relief Candi Mendut, Magelang.
Roda Dharma terdiri dari empat ruas atau ruji-ruji yang memuat lambang catvāri āryasatyāni atau “Empat Kebenaran Mulia”.
Kemudian seiring perjalanan waktu, Dharma Ajaran Buddha diteruskan turun temurun menyesuaikan perkembangan zaman dan keadaan.
"Termasuk melalui berbagai macam lambang atau simboluntuk memudahkan pemeluk Buddha mencapai tujuannya yakni padamnya ketidakpuasan atau dukkha dengan tercapainya pembebasan atau Nirvana (Nibbana)," paparnya yang akrab disapa Bhante Sur.

Setara Borobudur
Kegiatan napak tilas ini baru pertama kali diselenggarakan Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) Kota Semarang sebagai penerus Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI) yang didirikan Ashin Jinarakkhita bulan Juli 1955.
Ketua Pengurus Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) Kota Semarang, Upasaka Pandita Dharmakumara menuturkan, Ashin Jinarakkhita tidak membawa agama Buddha dari luar negeri menjadi agama Buddha di Indonesia atau agama Buddha bukan cangkokan sebagaimana pohon yang sama dari luar negeri.
Namun agama Buddha yang disemai Ashin Jinarakkhita adalah Agama Buddha Indonesia.
Artinya, Ashin Jinarakkhita membawa benih dari berbagai negeri pemeluk Buddha lantas ditanam ke tanah air dan tumbuh menjadi bakal pohon baru dari tanah Indonesia sendiri.
Ia mengibaratkan, dalam ilmu pertanian mutu antara pohon hasil cangkokan dan pohon hasil penyemaian benih atau bibit berbeda.
Tentu akarnya lebih kuat, usia pohon bertahan lama, dan buahnya tahan berbagai hama pengganggu.
"Itulah makna dari kegiatan napak tilas kali ini. Dan yang lebih penting lagi, Ashin Jinarakkhita Mahasthavira menabur benih Dharma di Nusantara diawali
dari titik mula di Wihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Bukit Kassapa, Semarang," cetusnya.
Menurutnya, bukit Kassapadianggap sakral oleh setiap pemeluk Buddha di tanah air.
Sebab di tahun 1959, Ashin Jinarakkhita mengundang 14 bhikkhu dari luar negeri untuk menetapkan Sima atau tempat khusus untuk melahirkan bhikkhu baru.
Bahkan setahun sebelumnya, saat peresmian wihara, Bhikkhu Narada Mahathera dari Srilanka yang merupakan bhikkhu Theravada pertama yang hadir di Indonesia (tahun 1934) sesudah ratusan tahun rubuhnya Wilwatikta menyatakan,
“NilaiSpriritualitas Wihara 2500 Buddha Jayanti, setara dengan Candi Borobudur."
"Bagi umat Buddha di Indonesia, Bukit Kassapa sama kedudukannya seperti Sendangsono bagi UmatKatolik atau seperti Masjid Demak bagi saudara umat Islam di Jawa," imbuhnya.
Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Buddha, KanwilKemenag Jateng, Karbono mengatakan, para Rama Pandita yang hadir napak tilas meskipun dengan medan berat dan cuaca panas ini sungguh memiliki hati yang luhur lantaran memiliki tekadnguri-uri tinggalan pendahulunya, Ashin Jinarakkhita Mahashtavira.
Oleh karena itu, kiprah dan sumbangsih umat Buddha untuk negara bangsa sungguh sangat dinantikan.
Misalnya seperti memajukan pendidikan, kesehatan, sektor ekonomi kerakyatan, hingga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Yang mana saudara kita umat beragama lain, seperti Islam dan Kristen-Katolik telah lebih dulu memberikan sumbangsih terbaiknya untuk negara bangsa," ujarnya.
Ketua Panitia Kegiatan Napak Tilas Nyanaviro Suwardi mengungkapkan, rasa terima kasih terhadap masyarakat dan relawan dari lintas agama atas kontribusinya dalam agenda tersebut.
Terutama terhadap para relawan yang turut terlibat mendampingi perjalanan napak tilas di tengah medan yang cukup sulit dan sedikit berbahaya karena terdapat tanjakan dan jurang yang curam.
Para relawan terdiri dari SARDA Jateng, PMI Kota Semarang, Gunung Pati Peduli, Bankom,SRITI, FKPPI, Three S Managemen , Tim Vertical Rescue, Konservasi UNNES, Tagana, KPMP, Warga Kelurahan Pudakpayung,dan Warga Kelurahan Pakintelan.
"Bahkan sebagian Relawan merupakan Tim yang datang secara khusus dari Magelang dan Sleman, DI Yogyakarta," tandasnya. (iwn)
HUT BAF ke-28, Bagikan Paket Bahan Pangan Bergizi Melalui BAF Nutri-Kids |
![]() |
---|
Bajai Merah Mengaspal di Kota Semarang, Albert Coba Peruntungan Jadi Sopir |
![]() |
---|
Pasar Johar Semarang: Dari Pohon Johar hingga Ikon Arsitektur Tropis Modern |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini, Minggu 21 September 2025: Sejumlah Kecamatan Diguyur Hujan Ringan |
![]() |
---|
KONI Semarang Gelar Bintek Keuangan untuk Wujudkan Transparansi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.