Berita Jateng
Subsidi Tepat, Nelayan Kecil Pekalongan Lebih Mudah Dapatkan Solar
Sebuah kapal berukuran 3 gross ton (GT) lantang melintas di antara kapal-kapal berbobot puluhan GT yang bersandar di kawasan Pelabuhan Perikanan
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, PEKALONGAN - Sebuah kapal berukuran 3 gross ton (GT) lantang melintas di antara kapal-kapal berbobot puluhan GT yang bersandar di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP), pekan lalu.
Kapal yang dikemudikan Eko Purnomo (39) itu lantas menepi tepat di sebelah Stasiun Penyaluran Bahan Bakar (SPBB) 47.511.05 Jasa Mina Kawasan PPNP, Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, yang jaraknya hanya berbataskan tanggul di bibir pantai.
Diturunkannya empat buah jeriken dari kapal, lalu ia berjalan menuju Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) itu dengan melewati beberapa anak tangga.
Lantas ditunjukkannya QR Code pada kertas kecil kepada petugas untuk pengecekan.
Sudah beberapa bulan ini Eko memang selalu menyertakan QR Code untuk pembelian solar bersubsidi. Hal itu seiring dengan pemberlakuan skema Full QR Code yang diterapkan Pertamina untuk program Subsidi Tepat, khususnya solar subsidi di seluruh Indonesia sejak 22 Juni lalu.
“Beli solar subsidi sekarang gampang, sudah ada aplikasi. Kemudian pelayanannya cepat,” kata Eko yang merupakan warga Panjang Baru, pekalongan Utara saat ditemui Tribun Jateng.

Eko mengatakan, sebagai nelayan kecil di daerah tersebut ia merasa mudah mendapatkan solar bersubsidi. Selain jarak SPBB dekat dengan perairan Pekalongan, menurutnya untuk membeli solar juga lebih tepat setelah adanya program itu.
Berdasarkan rekomendasi yang ditetapkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat, Eko mendapat jatah pembelian solar subsidi seharga Rp 6.800/liter itu sebanyak 60 liter per hari.
Jumlah ditetapkan itu menurutnya lebih jelas dan susuai dengan kebutuhan operasional kapalnya sehari-hari.
“Kalau kebutuhan saya antara 60-65 liter per hari, itu sudah untuk pulang-pergi. Ya selama ini cukup, karena nelayan terkadang ada libur. Kalau kurang, bisa beli dulu pas libur,” terang Eko.
Eko mengatakan, kemudahan mendapat subsidi solar selama ini sangat membantu di tengah penghasilan nelayan yang tidak menentu. Seperti saat hasil tangkapan sedang minim seperti sekarang ini, ia masih mantap menebar jala karena biaya operasional masih bisa ditutup.
“Alhamdulillah, nutup. Cuma nelayan kecil seperti saya ini kan bergantung cuaca. Kalau cuaca buruk, tidak berangkat, kalau cuaca enak (baik) berangkat. Kalau satu malam ramai, (penghasilan) Rp 1 juta dapat, terkadang bisa sampai Rp 2 juta. Kalau sepi paling dapat Rp 300 ribu. Rp 300 ribu itu misal buat beli solar Rp 200 ribu, saya dapat Rp 100 ribu,” ujar Eko.
Eko dalam satu minggu ia bisa melaut antara empat sampai lima kali. Ia biasa berangkat pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB sampai esok hari. Adapun waktu tempuh pulang-pergi, masing-masing sekitar 1 jam.
Ia kemudian menjual hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) setempat antara pukul 09.00-10.00 WIB.
“Hasilnya, kalau sekarang ini sudah dua bulanan lumayan sepi tapi masih berlayar, masih cukup untuk keluarga. Nilai jual bulan ini, sekitar Rp 600 ribu sekali melaut. Itu masih pendapatan kotor, bersihnya ya dapat Rp 300 ribu. Buat tambah-tambah pendapatan, saya ternak ayam di sekitar rumah,” kata Eko mantap.
Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Tekankan Orientasi Bisnis BUMD untuk Kesejahteraan Masyarakat |
![]() |
---|
Apa Itu Geopark Nasional Dieng? Menjaga Warisan Bumi, Meraih Asa Pariwisata Berkelanjutan |
![]() |
---|
Kawasan Dieng Resmi Jadi Geopark Nasional, Wagub Taj Yasin Minta Wonosobo-Banjarnegara Kolaborasi |
![]() |
---|
Kawasan Dieng Jadi Geopark Nasional, Wagub Jateng Taj Yasin Minta Terus Dikembangkan |
![]() |
---|
GIIAS Semarang 2025 Jadi Momentum Penguatan Industri Otomotif di Jateng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.