Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

PMI Manufaktur Indonesia Turun, Ada Ancaman PHK Massal

penurunan produksi biasanya akan sejalan dengan pengurangan tenaga kerja, baik berupa PHK maupun dirumahkan untuk sementara waktu

Editor: Vito
Tribun Jateng/ Mamdukh Adi
ilustrasi industri garmen di Kawasan Industri Candi Kota Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - S&P Global mencatat Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2023 berada di level 51,5. Angka itu turun 0,8 poin dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya yang berada pada level 52,3.

Indeks manufaktur tersebut menggambarkan kondisi sektor tersebut yang masih ekspansif selama 26 bulan berturut-turut, meski dengan laju paling lambat sejak Mei 2023.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan, penurunan indeks manufaktur Oktober 2023 ini dikarenakan menurunnya permintaan, terutama permintaan dari pasar ekspor yang mengakibatkan penurunan produksi.

"Celakanya, penurunan produksi biasanya akan sejalan juga dengan pengurangan tenaga kerja di sektor manufaktur, baik berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan untuk sementara waktu dengan jumlah atau persentase yang sepadan dengan penurunan produksi," katanya, kepada Kontan.co.id, Rabu (1/11).

Menurut dia, PHK secara sporadis atau musiman sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Penyebanya juga bermacam-macam, mulai dari mengecilnya pasar ekspor manufaktur Indonesia, serta kalah bersaing di pasar domestik akibat penetrasi barang impor murah dari China.

Selain itu, Ronny menuturkan, PHK tersebut bisa juga diakibatkan oleh digitalisasi produksi beberapa perusahaan manufaktur untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi.

"Jadi PHK sporadis ini jika lama-lama terus terjadi, tentu akan berujung dengan PHK massal. Artinya, perpaduan pelemahan permintaan global, tekanan masif dari produk manufaktur impor, dan digitalisasi sektor manufaktur tentu akan menggerogoti sektor manufaktur kita, bukan hanya menambah jumlah pekerja yang di PHK," jelasnya.

Ia pun menyoroti kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) yang semakin menunjukkan tren penurunan.

Padahal, peran sektor industri terhadap perekonomian sangat signifikan, lantaran bisa menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dengan kualifikasi pendidikan yang beragam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia turun menjadi 18,25 persen pada kuartal II/2023.

Tren penurunan itu juga terjadi sangat cepat dan berbanding terbalik dengan negara China, Thailand, Malaysia, dan Afrika Selatan yang bisa berhasil rebound dengan cepat untuk sektor industri manufakturnya.

"Kontribusi manufaktur terhadap PDB akan terus tertekan, lalu lapangan pekerjaan di sektor manufaktur juga akan semakin mengecil," bebernya.

Penurunan kinerja

Sementara, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, saat ini sedang terjadi fenomena penurunan kinerja sektor manufaktur yang hampir terjadi di seluruh negara dunia, termasuk Indonesia.

Menurut dia, penurunan kinerja di sektor manufaktur itu disebabkan oleh industri jasa yang berkembang pesat.

“Hampir semua negara mengalami penurunan industri manufaktur, karena industri jasa memang berkembang sangat cepat di era digitalisasi ini,” terangnya, dalam agenda Kompas100 CEO Forum ke-14, Rabu (1/11).

Dia menambahkan, era digitalisasi yang sedang berkembang pesat saat ini telah mendorong perubahan pada berbagai sektor, seperti sektor jasa atau services secara signifikan. Padahal dahulu, sektor jasa hanya dikaitkan dengan bidang keuangan atau perdagangan.

Sri Mulyani menyebut, fenomena tersebut seolah-olah menunjukkan sektor jasa mengambil alih sektor manufaktur, sementara perkembangan di sektor manufaktur menjadi kecil.

Ia pun menyampaikan bahwa peranan digitalisasi juga turut mempengaruhi penciptaan lapangan kerja di sektor manufaktur.

“Dari sisi penciptaan lapangan kerja, banyak manufaktur sekarang pakai robotik. Jadi memang peranan dari teknologi ini akan mempengaruhi struktur dari suatu industri,” ungkapnya.

Menkeu menyatakan, sebagai upaya mencapai Indonesia Emas di 2045, pemerintah juga terus berkomitmen dalam mencetak tenaga kerja yang produktif dan berdaya saing tinggi.

Menurutnya, faktor produktivitas dan kualitas SDM merupakan kunci utama untuk menggenjot industri manufaktur.

Dari sisi fiskal, Sri Mulyani mengungkapkan, Kementerian Keuangan telah menyediakan berbagai instrumen untuk mendorong industri dalam negeri, di antaranya insentif perpajakan, juga dari sisi belanja, baik terkait SDM, infrastruktur, hingga memperbaiki birokrasi.

“Untuk bisa menjadi negara maju, kalau negara itu produktivitasnya rendah, dari sisi ekonomi itu dihitung dengan yang biasa disebut total factor productivity, bagaimana setiap orang atau labor menghasilkan output yang lebih banyak, itu tadi apa pendidikannya, skill, maupun dari sisi bisa menciptakan nilai tambah di dalam negeri,” paparnya. (Kontan.co.id/Dendi Siswanto/Siti Masitoh)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved