PDIP Dukung Muhammadiyah Minta Presiden Cabut Pernyataan Boleh Kampanye
Muhammadiyah adalah satu organisasi Islam terbesar di Tanah Air yang juga menjadi garda pengawal etik dan moral kehidupan berbangsa dan bernegara.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Politikus senior PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira mendukung Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut pernyataan soal presiden boleh kampanye.
Menurut dia, Muhammadiyah adalah satu organisasi Islam terbesar di Tanah Air yang juga menjadi garda pengawal etik dan moral kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia berujar, Jokowi seharusnya bisa memisahkan dirinya sebagai presiden dan kepala keluarga, di mana dalam hal ini, anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka merupakan cawapres pendamping Prabowo Subianto di pilpres 2024.
"Artinya, Jokowi seharusnya bisa memisahkan kapan dirinya sebagai Jokowi Presiden RI yang adalah kepala eksekutif dan kepala negara, dan kapan Jokowi pribadi yang merupakan ayah dari Gibran dan Kaesang," katanya, kepada Tribunnews.com, Senin (29/1).
Andreas mempersilakan Jokowi bila ingin berkampanye, namun harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara. "Jangan selalu main di wilayah abu-abu dan bisa sesukanya, pagi bicara A sore bicara B," ujar anggota DPR fraksi PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, PP Muhammadiyah mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut pernyataannya terkait dengan netralitas presiden dalam pemilu 2024. Pernyataan Jokowi mengenai presiden dapat berkampanye disebut mengarah kepada ketidaknetralan institusi kepresidenan.
"Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa presiden boleh kampanye dan boleh berpihak," ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, melalui keterangan tertulis, Sabtu (27/1).
Trisno meminta presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara.
Presiden, menurut dia, harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan pemilu yang tensinya semakin meninggi.
"Meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan pemilu," ucapnya.
Trisno menuntut DPR untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan pemilu, terutama terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.
"Meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi ada kecurangan, untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil pemilu," katanya. (Tribunnews/Fersianus Waku)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.