Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Bansos Membebani APBN, Ronny: Tergantung Sudut Pandang

pemerintah akan menggelontorkan bansos pada tahun ini dengan anggaran Rp 496 triliun, naik Rp 20 triliun dari tahun lalu sebesar Rp 476 triliun.

Editor: Vito
facebook/Presiden Jokowi
Presiden Jokowi saat menyerahkan bantuan pangan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) pada warga di Gudang Bulog Purwomartani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, 29 Januari 2024. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Berbagai macam bansos di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang pemilu 2024 dianggap membebani APBN.

Diketahui, pemerintah akan menggelontorkan bansos pada tahun ini dengan anggaran sekitar Rp 496 triliun, atau naik Rp 20 triliun dari tahun lalu sebesar Rp 476 triliun.

Pengamat ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan, nominal bansos saat ini apakah membebani atau tidak tergantung sudut pandang. "Bagi pemerintah tentu tidak membebani APBN," katanya, saat dihubungi Kontan, Minggu (4/2).

Meski demikian, ia berujar, bagi sebagian pihak yang melihat dari sisi yang lain, sebut saja misalnya dari sisi produktivitas anggaran, tentu dianggap membebani, karena APBN dipakai untuk alokasi yang dianggap tidak memiliki efek produktif pada perekonomian.

"Karena anggaran sebesar Rp 496 triliun tak jauh berbeda dengan anggaran infrastruktur yang juga Rp 400-an triliun," ujarnya.

Namun, dia menambahkan, sumber dana sampai saat ini asal muasalnya masih cukup jelas, yakni tercantum di dalam APBN 2024 yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR.

"Di dalam APBN tersebut, sudah terdapat alokasi dan sumber dananya, apakah dari pendapatan negara berupa pajak atau non-pajak, atau pula diambil dari penerbitan surat utang dan pendapatan negara lain yang sah," jelasnya.

Ronny menyatakan, soal sumber dana bansos akan menjadi masalah jika pemerintah menginginkan anggaran bansos ditingkatkan dan dananya diambil dari pos lain.

"Misalnya dari pergeseran belanja lain yang sebenarnya tak bisa digantikan, sehingga Kemenkeu harus memutar otak untuk mencari sumbernya," bebernya.

Ronny menuturkan, mencuatnya isu soal ketidakjelasan sumber dana bansos berasal dari adanya keputusan Kemenkeu untuk meminta lembaga-lembaga pemerintahan melakukan quick adjustment terhadap anggaran mereka agar menghasilkan penghematan sekitar Rp 50 triliun.

"Keputusan ini memunculkan kecurigaan publik bahwa Kemenkeu mulai kelimpungan dalam menyediakan anggaran untuk bansos," tukasnya.

Ronny juga menyoroti klaim dari politikus PDI Perjuangan Aria Bima yang mengaku mendapatkan informasi bahwa data penerima bansos yang diperbaiki oleh Kementerian Sosial (Kemensos) tidak dipakai dalam pembagian bantuan yang dilakukan pada Januari dan Februari 2024.

"Lalu soal data ini, pertama, perlu klarifikasi dari Kemensos dan pemerintah, data apa yang digunakan sebagai ajuan pemberian bansos," ujarnya.

Menurut dia, pemberian bansos harus mengacu pada data dari Kemensos dulu. Jika dianggap kurang representatif, bisa menggunakan data tambahan lain yang dianggap layak dan tepat.

"DPR tentu tak salah untuk aktif ikut mengawasi implementasi bansos dari segala lini. Salah satu tugas mereka toh memang itu, controlling atau pengawasan," tandasnya. (Kontan.co.id/Leni Wandira)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved