Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Konsumsi dan Investasi Masih Kuat, BI Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5,5 Persen

Indonesia hanya sedikit dari banyak negara yang ekonominya bisa tumbuh di atas 5 persen.

Editor: Vito
istimewa
ilustrasi ekonomi 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tetap optimistis ekonomi Indonesia pada 2024 akan tumbuh di rentang 4,75-5,5 persen. Hal itu disampaikan dalam acara Economic Outlook 2024 dengan tema Indonesian Economy in the midst of Global Downturn.

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti optimistis ekonomi Indonesia pada 2024 akan tetap tumbuh di range 4,75-5,5 persen.

Menurut dia, Indonesia hanya sedikit dari banyak negara yang ekonominya bisa tumbuh di atas 5 persen. "Kita beruntung punya konsumsi yang kuat dan investasi," ujarnya, dalam keterangan resmi, Jumat (16/2).

Dalam upaya menjaga stabilitas keuangan nasional, Destry menekankan, BI akan menggunakan bauran kebijakan moneter, kebijakan makro prudensial, dan kebijakan sistem pembayaran.

Ia berujar, BI terus bersinergi dengan pemerintah dan menjalankan Gerakan Nasional yang masih memiliki daya tahan. Dengan begitu, Indonesia memiliki ruang lebih untuk tumbuh di 2024 dan 2025.

Dia menambahkan, kolaborasi antar-kementerian, lembaga lain, dan tentunya dengan dunia swasta merupakan faktor keberhasilan yang penting.

"Mari kita terus tingkatkan investasi, konsumsi, dan melakukan aktivitas usaha sebagai bagian dari upaya bersama untuk meningkatkan perekonomian kita," ucapnya.

Di sektor perbankan, Destry menyatakan, BI mencatat penyalurkan kredit yang mencapai double digit di akhir 2023, dengan tumbuh sekitar 10,4 persen.

Dilihat dari jenis kreditnya, menurut dia, kredit investasi dan kredit modal kerja mendominasi. "Artinya, dua jenis kredit ini menggambarkan aktivitas ekonomi yang masih mengalami peningkatan," jelasnya.

Meski demikian, Indonesia dinilai perlu mewaspadai dampak dari beberapa negara mitra dagang yang telah resmi masuk ke jurang resesi, dengan pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut.

Sebut saja Jepang. Negara Matahari Terbit mencatat pertumbuhan kuartal IV/2023 turun 0,4 persen yoy, melanjutkan penurunan 3,3 persen yoy pada kuartal sebelumnya.

Sementara, ekonomi Inggris pada 3 bulan terakhir 2023 turun 0,3 persen yoy, bahkan lebih dalam dari penyusutan 0,1 persen yoy pada kuartal III/2023.

Dampak resesi

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual menilai, performa negara-negara tersebut yang tengah dalam fase resesi akan memberi dampak kepada Indonesia, terutama dari jalur perdagangan dan investasi.

Namun, ia memberi catatan, yang akan paling memberi dampak kepada aktivitas perekonomian Indonesia adalah Jepang. “Jepang memiliki porsi yang cukup besar pada perdagangan dan investasi. Namun, kalau Inggris lebih kecil,” katanya, kepada Kontan.co.id, Minggu (18/2).

Dari sisi perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke Jepang di sepanjang 2023 tercatat sebesar 18,88 miliar dollar AS, memiliki porsi 7,63 persen terhadap total ekspor Indonesia di sepanjang tahun lalu.

Sedangkan dari sisi penanaman modal asing (PMA), Jepang menduduki peringkat empat sebagai negara yang paling banyak berinvestasi di Indonesia. Dana investasi dari Jepang di sepanjang tahun lalu tercatat sebesar 4,6 miliar dollar AS.

Untuk menjaga agar performa perdagangan dan investasi Indonesia menyusut akibat kinerja ekonomi negara mitra tersebut, David pun menyarankan Indonesia untuk diversifikasi negara mitra. “Perlu diversifikasi negara-negara. Jangan fokus ke satu atau dua negara saja, tetapi lebih distribusi,” bebernya.

Selain itu, dia menambahkan, Indonesia juga harus lebih aktif dalam menjemput bola. Dalam hal ini, bisa dengan memanfaatkan situasi yang ada.

Ia mengambil contoh, Indonesia bisa mengimpor bahan baku dari China, mengingat saat ini bahan baku dari Negeri Tirai Bambu melimpah, dan bisa didapatkan dengan harga murah.

Kemudian, bahan baku tersebut diolah di dalam negeri. Bahkan bisa juga untuk mengundang investor yang mau menanamkan modal di Indonesia dalam hal pengolahan bahan baku tersebut.

Bahan baku yang sudah diolah menjadi barang jadi itu kemudian bisa diekspor ke negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) atau negara-negara lain yang mengurangi produk dari China.

“Jadi Indonesia bisa juga menangkap kesempatan untuk rerouting, atau mungkin bahasa yang lebih awam di masyarakat, kita menjadi re-seller, atau distributor dalam tanda kutip,” paparnya.

Meski demikian, David yakin nilai perdagangan Indonesia sepanjang 2024 masih akan mumpuni. Surplus neraca perdagangan barang Indonesia pun masih akan bertahan, walaupun ada kemungkinan mengecil akibat penurunan harga komoditas dan peningkatan impor menyambut aktivitas ekonomi dalam negeri yang makin meningkat. (Kompas.com/Agustinus Rangga Respati/Kontan/Bidara Pink)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved