Berita Nasional
Muhammadiyah Usul Kemenag Tak Perlu Gelar Sidang Isbat untuk Hemat Anggaran
Muhammadiyah, Abdul Muti menyarankan Kementerian Agam RI tidak perlu menggelar sidang isbat penentuan 1 ramadan dan Idul Fitri agar lebih menghemat an
TRIBUNJATENG.COM - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muti menyarankan Kementerian Agam RI tidak perlu menggelar sidang isbat penentuan 1 ramadan dan Idul Fitri agar lebih menghemat anggaran negara.
Menurut Abdul Mukti, penentuan awal ramadan 1445 Hijriyah tidak perlu lagi menggelar sidang isbat.
Hal tersebut karena sudah ada kesepakatan soal kriteria bulan baru Hijriyah bersama Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).
Isi dari kesepakatan tersebut yakni kriteria tinggi posisi bulan 3 derajat di atas ufuk dan sudut elongasi di atas 6,4 derajat.
"Pemerintah menggunakan kriteria MABIMS dimana salah satu syarat adalah posisi hilal 3 derajat di atas ufuk. Pada saat awal Ramadan (10 Maret), posisi hilal di bawah 1 derajat," katanya seperti dikutip dari Kompas.com.
Abdul juga mengatakan, soal hari raya Idul Fitri juga tidak perlu diadakan lagi sidang isbat.
Sebab, sudah terhitung ketinggian bulan di akhir Ramadhan 1445 H mencapai 6 derajat.
Itu sudah memenuhi kriteria MABIMS.
"Pada saat akhir Ramadan posisi jauh di atas 6 derajat," imbuh Abdul.
Dia mengatakan, saat ini pergerakan bulan dan benda langit sudah bisa dihitung secara presisi untuk menentukan waktu ibadah puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Berdasarkan itu, tidak perlu lagi adanya digelar sidang isbat.
Dengan cara tersebut, menurut dia akan lebih menghemat anggaran negara.
"Dengan tidak diadakan isbat, lebih menghemat anggaran negara yang secara keuangan sedang tidak baik-baik saja," tandasnya.
Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa Senin 11 Maret
Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah atau hari pertama puasa Ramadhan pada Senin (11/3/2024)
Awal bulan Syawal atau Idulfitri, Muhammadiyah menetapkan jatuh pada Rabu (10/4/2024) dan Iduladha pada Senin (17/6/2024).
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam konferensi pers virtual, Sabtu (20/1/2024).
"PP Muhammadiyah memutuskan berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah bahwa awal puasa Ramadan tahun ini jatuh pada hari Senin tanggal 11 Maret 2024," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, pada konferensi pers virtual, Sabtu (20/1/2024).
Haedar meminta warga Muhammadiyah untuk mengikuti pedoman dari hasil hisab wujudul hilal.
Dia menyampaikan kepada warga Muhammadiyah agar dapat melakukan ibadah puasa Ramadhan sesuai dengan ketetapan tersebut.
"Sehingga bagi kaum muslimin khususnya warga Muhammadiyah dan saudara-saudara yang mengikuti pedoman hisab wujudul hilal dan yang meyakininya dapat memulai ibadah-ibadah puasa Idulfitri dan Idul Adha sebagaimana telah kami maklumatkan pada hari ini," ungkap Haedar.
Berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta pada 10 Maret 2024 yakni (¢ = -07° 48′ LS dan l= 110° 21′ BT ) = +00° 56′ 28".
Artinya hilal sudah terlihat dan awal Ramadan sudah dimulai sejak terbenamnya matahari pada 10 Maret 2024.
Saat matahari terbenam pada 10 Maret 2024, bulan berada di atas ufuk (hilal sudah wujud) kecuali di wilayah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.
Untuk penetapan Idul Fitri 2024, PP Muhammadiyah menyatakan, tinggi bulan saat matahari tenggelam pada 9 April 2024 di Yogyakarta (¢=-07° 48′ LS dan l = 110° 21′ BT ) = +06° 08′ 28″ dan di wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.
Hal ini menandai terlihatnya hilal yang menjadi rujukan 10 April 2024 sebagai awal bulan Syawal.
Haedar menjelaskan PP Muhammadiyah tidak bermaksud mendahului pihak manapun dalam penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah.
Menurutnya, pengumuman ini lumrah dilakukan oleh Muhammadiyah setiap tahunnya.
"Kenapa Muhammadiyah mengumumkan sekarang dan mungkin ada yang bertanya mendahului. Kami PP Muhammadiyah tidak mendahului siapapun. Jadi pengumuman dan maklumat ini hal yang lumrah terjadi pada setiap tahun," ujarnya.
Dia menjelaskan penetapan ini sama halnya dengan penetapan kalender hijriah dan kalender miladiyah atau masehi yang dilakukan tiap tahun.
Penetapan hari raya umat Islam ini diharapkan tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Penjelasan ini perlu kami sampaikan agar tidak lagi menjadi diskusi apalagi polemik, kok Muhammadiyah mendahului, karena tidak ada yang kami dahului dan sebaliknya juga tidak ada yang kami tinggalkan," pungkasnya.
Penetapan 1 Ramadhan oleh PP Muhammadiyah bisa jadi berbeda dengan PBNU dan pemerintah.
Masyarakat diimbau tidak saling menyalahkan jika terjadi perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan pada tahun ini.
Umat Islam, seharusnya lebih menitikberatkan kepada pengamalan ibadah pada bulan Ramadhan, Idulfitri, dan Iduladha yang lebih baik, dibandingkan berfokus kepada perbedaan penetapan hari raya.
"Jadi kalau berbeda ya malah tidak perlu ribut, termasuk di media sosial apalagi saling menghujat dan saling menyalahkan, yang membuat malah nanti nilai ibadahnya jadi berkurang," kata Haedar.
"Jadi kita jalani semuanya ini, yakni menjadikan ibadah-ibadah kita ini untuk memperkaya spritualitas, kesalehan memperkaya relasi hubungan sosial kita yang damai toleran, bersatu dalam keragaman, dan tidak kalah pentingnya justru juga membawa umat dan bangsa kita semakin berkemajuan," tambahnya.
Perbedaan penetapan hari-hari raya ini harusnya menjadikan umat Islam lebih meningkatkan toleransi.
Umat Islam harus menjadikan perbedaan ini sebagai penguatan niat dalam beribadah.
"Hal itu harus sudah menjadikan kaum muslim untuk terbiasa toleran tasamuh bahkan tanawwu itu perbedaan cara, dalam hal menjalankan ibadah termasuk memulai bulan bulan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah," kata Haedar.
Perbedaan akan selalu ada dengan perbedaan metode penetapan tanggal hijriah.
Meski begitu, perbedaan ini harus dilihat sebagai bentuk keragaman yang dihormati oleh semua pihak. (Tribun Network/Reynas Abdila/tribun jateng cetak)
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Muhammadiyah Sarankan Kemenag Tak Gelar Sidang Isbat karena Hanya Buang Anggaran
Pergi Tanpa Pamit, Pulang Tanpa Nama: Kisah Nazwa Remaja 19 Tahun Meninggal di Kamboja |
![]() |
---|
Layanan Polsek Tegalsari Sementara Pindah di Kantor Kecamatan, Markas Porak Poranda Pasca Kerusuhan |
![]() |
---|
Sahroni Tewas Terkubur di Rumahnya dengan 4 Anggota Keluarga, Ini Identitas 1 Keluarga Indramayu |
![]() |
---|
Daftar 9 Korban Jiwa Selama Aksi Unjuk Rasa di Beberapa Daerah: Ojol, Mahasiswa Hingga Tukang Becak |
![]() |
---|
Indramayu Gempar! Lima Orang Tewas Dibunuh dan Dikubur dalam Rumah, Korban Perampokan? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.