Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jakarta

OJK Terus Mendorong Upaya Penyehatan BPR, Dian: Kalau Ada Fraud Harus Berakhir 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di sepanjang tahun ini, akibat sejumlah masalah yang dialami.

Tribun Jateng/ Mamdukh Adi Priyanto
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tegal/ ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di sepanjang tahun ini, akibat sejumlah masalah yang dialami.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, BPR tersebut tak lagi beroperasi lantaran bangkrut dan juga terindikasi memiliki masalah yang sangat serius.

Menurut dia, langkah OJK itu sebagai bukti adanya upaya penyehatan lembaga keuangan yang berlangsung. Selain itu, OJK memang tengah mendorong jumlah BPR dapat lebih ramping.

Kemudian, regulator juga menerapkan single present policy, yang artinya setiap satu orang hanya boleh memiliki satu BPR. Diketahui, semula satu orang dapat memiliki 10 BPR. Dengan adanya aturan tersebut, semua bank dengan satu pemilik harus menjadi satu.

"Jadi kalau sekarang punya 10 BPR harus digabung, jadi 9 sisanya jadi kantor cabang. Nah itu dalam konteks konsolidasi kalau kepemilikan sama," katanya, baru-baru ini.

Diketahui, OJK juga menetapkan ketentuan modal minimum BPR sampai akhir tahun ini sebesar Rp 6 miliar. BPR yang tidak mampu memenuhi ketentuan tersebut didorong untuk dapat melakukan merger.

"Tetapi jika BPR sudah mendasar persoalannya, apalagi kalau sudah penipuan dan fraud (kecurangan-Red), tentu ini harus berakhir (dicabut izin-Red), tidak bisa membiarkan BPR ada di situ," tukas Dian.

Adapun, OJK mendorong peningkatan tata kelola dan manajemen risiko BPR/S. Di Jateng, sepanjang tahun ini OJK telah mencabut izin empat BPR di Jateng, meliputi PT BPRS Saka Dana Mulia dan PT BPR Dananta di Kudus, Perumda BPR Bank Purworejo di Purworejo, dan terakhir BPR Jepara Artha di Jepara.

Celah operasional

Kepala OJK Jateng, Sumarjono menyatakan, lemahnya penerapan tata kelola dan manajemen risiko dapat menimbulkan celah pada kegiatan operasional. Menurut dia, hal itulah yang menyebabkan sejumlah BPR/S harus ditutup pada awal 2024 ini, di mana sebagian merupakan BPR/S yang berada di provinsi ini.

"Kita juga harus waspada, bahwa dengan semakin meluasnya pelayanan dan peningkatan volume usaha BPR/S, maka semakin meningkat pula risiko yang dihadapi BPR/S tersebut, sehingga mendorong kebutuhan terhadap penerapan tata kelola dan manajemen risiko yang lebih baik oleh setiap BPR/S,” katanya, dalam keterangannya, baru-baru ini.

Ia menyebut, peningkatan tata kelola dan manajemen risiko BPR/S dalam rangka meningkatkan kinerja serta menjaga kepercayaan masyarakat agar dapat terus berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi daerah.

“Perbankan yang semakin kuat diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan, khususnya terhadap usaha sektor produktif, meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, mengembangkan dan memperkuat eksosistem sektor keuangan, sehingga pada akhirnya sektor perbankan dapat meningkatkan kontribusinya dalam mendorong pertumbuhan perkonomian daerah,” jelasnya.

Sumarjono menuturkan, untuk menangkap peluang dan kontribusi tersebut, BPR/S perlu mempersiapkan keunggulan kompetitifnya, termasuk SDM yang andal dan permodalan yang kuat.

Diketahui, OJK telah meluncurkan 'Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS 2024-2027' sebagai katalisator akselerasi proses pengembangan BPR dan BPRS di Indonesia dengan empat pilar utama.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved