Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Jerit Buruh di Jateng yang Tolak Tapera, Kerja Tak Full Terima Gaji Separuh: Masih Tega Motong?

Suara penolakan terhadap program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus digaungkan

Editor: muslimah
TRIBUN JATENG/BUDI SUSANTO
Federasi buruh Jawa Tengah mengikuti aksi tolak Tapera di depan Kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, Kamis (6/6/2024). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Suara penolakan terhadap program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus digaungkan.

Para buruh di Jateng menceritakan kisah mereka terhimpit di tengah gaji minim.

Masih harus dipotong Tapera?

Baca juga: Penyesalan Menteri Basuki Soal Tapera, Terkaget-kaget dengan Kemarahan Publik: Saya Enggak Ngelegewo

Baca juga: Aksi Buruh Jateng Tolak Tapera di Semarang, Aulia Hakim: Program Ngawur dan Memaksa

Sepeda motor era 2000 an menjadi saksi bisu Ngatimin mencukupi kebutuhan keluarga.

Sebagai buruh pabrik dengan gaji tak seberapa, Ngatimin harus berjibaku di tengah melambungnya harga kebutuhan hidup.

Sistem kerja tak penuh hingga potongan gaji seolah melekat dirasakan oleh Ngatimin.

Ditambah lagi adanya wacana mengenai Tapera, membuat Ngatimin semakin pesimis.

Sebagai tulang punggung keluarga ia merasa, kehidupan sebagai buruh pabrik semakin nelangsa.

"Di pabrik saya bekerja tidak penuh hanya 15 hari kerja dan sisanya diliburkan. Hal tersebut sudah berjalan hampir 10 tahun," ucapnya di kediaman yang terletak di Tegal Rejo, Tambak Aji, Ngaliyan Kota Semarang, Jumat (7/6/2024).

Dengan sistem kerja tersebut, uoah yang diterimanya hanya separuh di angka Rp 1,6 juta setiap bulan.

Menurutnya, upah tersebut tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Apalagi Ngatimin masih menyekolahkan satu anak dan mencukupi kebutuhan istrinya.

Ia mengatakan, upah yang ia terima sudah terpotong jaminan sosial baik kesehatan maupun ketenagakerjaan.

"Kalau dipotong lagi 2,5 persen untuk Tapera entah apa jadinya nanti," jelasnya.

Ngatimin berujar, Tapera semakin memberatkan buruh pabrik.

Bahkan ia tak tahu menahu fungsi Tapera untuk apa dan pemanfaatannya.

Ia mengatakan, sangat mustahil potongan 2,5 persen untuk membeli rumah.

"Kalau 2,5 persen UKM Kota Semarang berarti Rp 80 ribu perbulan. Butuh ratusan tahun untuk bisa membeli rumah. Sangat mustahil menurut saya," terangnya.

Tak hanya Ngatimin, sejumlah federasi buruh di Jateng juga menolak penerapan Tapera.

Buruh menganggap, konsep Tapera berbeda dengan menabung. Bahkan asa indikasi Tapera adalah pungutan pemaksaan.

"Kalau pemerintah tetap ngotot Tapera diterpakan tanpa memperhatikan nasib pekerja. Hanya satu cara yang bisa kami lakukan yaitu melawan," tegas Aulia Hakim Sekertaris KSPI Jateng.

Aulia juga meminta wacana penerapan Tapera pada 2027 tak dilaksanakan dan program tersebut dihapuskan.

Dipaparkannya, bukan rakyat yang seharusnya membantu penyediaan perumahan.

"Itu tugas pemerintah, bukan rakyat yang dibebani. Lebih baik memaksimalkan iruan yang sudah berjalan dan membenahi sistem pemerintahan untuk merubah nasib para pekerja," imbuhnya.

Data yang dihimpun Tribunjateng.com, jumlah pekerja di Jateng pada 2023 tembus di angka 19,9 juta lebih.

Jika dihitung rata-rata, potongan untuk Tapera 2,5 persen di Jateng mencapai Rp 60 ribu per pekerja.

Alhasil, potongan Tapera yang terkumpul dari pekerja di Jateng yang mencapai 19,9 juta lebih hampir tembus Rp 1,2 triliun setiap bulannya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved