Pilkada di Jawa Tengah, Nur Hidayat Sardini: Kandidat Harus Cerdas Menarik Suara Gen Z dan Milenial
Nur Hidayat Sardini merupakan Dosen Fisip Undip, Bawaslu RI periode 2008-2011, DKPP RI periode 2012-2017. Di situasi Pilkada Jawa Tengah
Penulis: Ardianti WS | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM- Nur Hidayat Sardini merupakan Dosen Fisip Undip, Bawaslu RI periode 2008-2011, DKPP RI periode 2012-2017. Di situasi Pilkada ini, banyak calon kandidat yang berasal dari ASN, TNI, Polri. Maka pengamatan dari sosok Nur Hidayat Sardini sangat bermanfaat untuk kita simak. Inilah wawancara ekslusif Nur Hidayat Sardini dengan Iswidodo News Manager Tribun Jateng:
Bagaiamana Aturan PNS atau TNI Polri yang maju menjadi calon kepala daerah?
Sama seperti ketika mereka mencalonkan sebagi capres atau caleg, begitu juga persyaratannya mereka harus mengundurkan diri pada saat pertama penetapan sebagai kandidat calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena dalam berkas persyaratannya ada klausul harus siap mengundurkan diri dari jabatannya. Dan mereka tidak perlu menunggu balasan dari atasan, tapi langsung saat itu juga dinyatakan mengundurkan diri. Secara institusi ASN, Polri dan TNI netral, tapi mereka juga memiliki hak elektoral yakni memilih dan dipilih, maka mereka berhak mencalonkan diri jadi kepala daerah, tapi harus mengundurkan diri.
ASN, Polri dan TNI ketika mengambil formulir bakal calon kepada daerah dari Parpol apa harus langsung mengundurkan diri dari jabatannya?
Belum ya,karena bisa jadi mengambil formulir untuk orang lain. Ukurannya adalah mereka ketika ditetapkan, ketika berkas itu diserahkan, mereka wajib mencantumkan surat pengunduran diri.Ketika KPU sudah megumumkan paslon, mereka harus sudah mengundurkan diri. Kalau menunggu balasan atasan, itu butuh waktu lama karena birokrasi tidak bisa scepat itu. Jadi ASN, Polri dan TNI itu otomatis sudah mengundurkan diri ketika menyerahkan surat pengunduran diri.
Bagaimana tanggapan anda terkait peraturan Mendagri yang menegaskan ASN, Polri dan TNI, tangal 22 September harus segera mundur?
Sudah tepat saya kira, karena hal itu untuk mengantisipasi. Saat ini jadwal tahapan pilkada harus berjalan, sementara proses administrasi juga butuh proses. Sehingga Pak Kemendagri menghitung waktu hingga ada penetapan dari KPU terkait Pilkada.
Bagaimana perjalanan karier bapak hingga saat ini?
Di usia 37 Tahun pada 2007 saya mencalonkan diri sebagai Bawaslu RI. Saat itu, Bawaslu menjadi badan institusi sendiri lepas dari KPU, karena semula Bawaslu itu bernama Panwaslu. Setelah 5 tahun menjadi Bawaslu saya menjadi DKPP RI pertama. Jadi saya menjadi Panwaslu Jawa Tengah pertama, Bawaslu RI pertama dan menjadi anggota DKPP RI pertama.
Menurut anda, apa kendala saat itu? dan apa masih sama?
Kami menyadari saat itu pengawasan pemilu sangat terbatas kewenanganannya. Kami hanya menindaklanjuti temuan dan laporan kepada instantsi penegak hukum untuk pidana pemilu kepada KPU misalnya ada pelanggaran administrasi pemilu, Hanya itu saja. Tapi saat ini tugas Bawaslu sudah diperkuat kewenangannya hingga bisa mencoret kepersetaan pemilu. Itu rintisan ketika saya menjabat menjadi Bawaslu RI. Saat itu saya banyak mengajukan perubahan fundamental di Bawaslu. Jadi saat ini dari pusat hingga TPS ada pengawasan pemilu.
Melihat fenomena saat ini, menurut anda apakah tidak ada calon dari sipil di Pilkada sehingga ASN TNI Polri harus maju menjadi kandidat?
Kalau di negara berkembang, selalu ada dua tantangan besar dalam kepemimpinan. pertama soal ketegasan, kedua yakni dukungan angkatan bersenjata, ketiga adanya kompetensi untuk meramu kekuatan. Dalam level nasional, tentara selalu dilihat sebagai orang yang tegas. Karena persepsi publik, seorang pemimpin itu harus kuat tegas berwibawa. dan itu dipandang sebagai hal yang melekat di TNI atau Polri. Padahal persepsi itu tidak selalu benar. Adanya persepsi masyarakat yang seperti ini menguntungkan TNI dan Polri. Di saat bersamaan kepemimpinan Sipil lemah.
Kenapa muncul banyak kandidat TNI dan Pori di Pilkada, apa pandangan anda?
Ini soal pola di negara berkembang, hubungan antara pemimpin sipil dan militer tidak selalu mulus. Ada beberapa contoh negara berkembang yang mengalami kudeta. Sebenarnya kudeta merupakan seleksi mekanisme kepemimpinan. Hal itu bermula dari ketidakpuasan politik dan ketidakpuasan pembangunan ekonomi. Persepsi masyarakat yang memandang pemimpin itu adalah orang yang sempurna secara fisik dan secara emosional berhati bak malaikat. Padahal pemimpin itu manusia biasa. Sehingga dengan kriteria yang dibuat masyarakat itu, TNI dan Polri masuk dalam kriteria. Misalnya TNI dan Polri dilihat dari fisik terlihat kuat, gagah dan berwibawa. Kalau kita lihat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan anggota TNI, namun Pak SBY berjiwa Sipil. Namun, pengamat luar negeri menilai Pak SBY yang punya latar belakang TNI justru dinilai lamban. Sementara Pak Jokowi yang berlatar belakang sipil, justru terkadang tampak otoriter. Menurut saya pandangan masyarakat soal kriteria pemimpin itu menyesatkan. Tetapi harus diingat bahwa faktor pendidikan sangat mempengaruhi. Populasi Indonesia masih ada 30 persen hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama. Sehingga para calon kepala daerah menggunakan bansos sebagai senjata di pemilu kemarin, dan itu juga menjadi potensi dilakukan di Pilkada tahun ini.
Nur Hidayat Sardini
berita pilkada di jawa tengah
Pilkada di Jawa Tengah
tribunjateng.com
bawaslu ri
DKPP
Polri
ASN
TNI
Resmi Berubah! Update Harga Bahan Bakar Minyak BBM Terbaru Sabtu 27 September 2025 |
![]() |
---|
Daftar Motor dan Mobil Dilarang Isi BBM Pertalite di SPBU Pertamina per 27 September 2025 |
![]() |
---|
Perwira TNI Alumni Psikologi UMP Terima Penghargaan dari United Nations Interim Force In Lebanon |
![]() |
---|
Makin Masif, Polri Dalami Kasus Keracunan MBG |
![]() |
---|
Sinergitas TNI-Polri dan Masyarakat Gotong Royong Bersihkan Masjid di Kedung Jepara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.