Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Bangladesh

105 Tewas dan Ribuan Terluka Menyusul Demo Berubah Jadi Kerusuhan di Dhaka

Kerusuhan di Bangladesh gegerkan dunia lantaran memakan korban jiwa hingga ratusan orang. Tercatat hingga Minggu 21 Juli 2024

AFP
Pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di Dhaka Bangladesh pada 18 Juli 2024. Demonstrasi mahasiswa yang berujung kerusuhan mengakibatkan gedung-gedung pemerintah dibakar. 

TRIBUNJATENG.COM, DHAKA -- Kerusuhan di Bangladesh gegerkan dunia lantaran memakan korban jiwa hingga ratusan orang. Tercatat hingga Minggu 21 Juli 2024, sudah 105 orang tewas dalam kerusuhan yang didahului oleh unjuk rasa mahasiswa itu.

Selain menewaskan 105 orang, kerusuhan juga mengabikabtkan ribuan orang terluka. Bentrok antara mahasiswa dan polisi terjadi setelah unjuk rasa mahasiswa yang menuntut jatah kuota CPNS dibagi merata sesuai prestasi. Tidak ada pebagian istimewa mencapai 30 persen bagi keluarga veteran yang turut berjuang kemerdekaan 1971.

Kemerdekaan Bangladesh diraih 1971 setelah terjadi konflik bersenjata antara Pakistan Barat (Pakistan) dan Pakistan Timur (Bangladesh) dengan India. Setelah perang ini, Pakistan Timur merdeka sebagai negara yang kini disebut Bangladesh.

Terkait dengan kerusuhan tersebut, pemerintah Bangladesh belum merilis secara resmi jumlah kematian korban.

Diawali Protes

Dimuat New York Times, sedari 1 Juli 2024 Mahasiswa Universitas Dhaka melakukan demonstrasi untuk memprotes karpet merah orang dalam di pemerintahan Bangladesh. Demonstrasi itu kemudian menyebar ke universitas elit lainnya.

Protes berubah menjadi kekerasan ketika anggota sayap mahasiswa pro-kuota dari partai yang berkuasa, Liga Awami, mulai menyerang para pengunjuk rasa.

Seorang analis politik Zahed Ur Rahman, mengatakan penyerangan yang dilakukan kelompok tersebut terhadap siswi semakin memperburuk situasi.

Sistem kouta karpet merah untuk menjadi pegawai negeri di Bangladesh diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Sheikh Mujibur Rahman, yang memimpin perjuangan kemerdekaan negaranya dari Pakistan pada tahun 1971.

Ribuan pengunjuk rasa dan pejuang tewas dalam perang tersebut. Sehingga sistem kuota menjamin bahwa negara akan menjaga keturunan para “veteran” yang dianggap sebagai pejuang kemerdekaan.

Saat ini, total 56 persen pekerjaan di pemerintahan disediakan, sebagian besar diperuntukkan bagi kerabat para pejuang tersebut. Kuota yang lebih kecil kemudian diperkenalkan untuk perempuan, kelompok minoritas dan penyandang disabilitas.

Sistem kuota ini yang kemudian dikritik oleh mahasiswa lantaran memberi karpet merah bagi para pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang partainya Liga Awami memimpin gerakan kemerdekaan.

Terlebih angka pengangguran yang tinggi di Bangladesh serta lambatnya pertumbuhan ekonomi di negara tersebut semakin membuat depresi para mahasiswa. Mahasiswa menuntut agar pekerjaan di pemerintahan mengutamakan sistem prestasi sehingga bisa menciptakan keadilan bagi seluruh pihak.

Kerahkan Militer

Pemerintah Bangladesh memberlakukan jam malam nasional pada Jumat, 19 Juli 2024. Pasukan militer telah diperintahkan untuk mengendalikan situasi. Menurut aturan, pembatasan jam malam akan berakhir pada Sabtu, 20 Juli 2024, pukul 06.00 pagi untuk rehat selama dua jam dan kembali diberlakukan hingga Minggu, 21 Juli 2024, 04.00 dini hari.

"Pemerintah telah memutuskan untuk memberlakukan jam malam dan mengerahkan militer untuk membantu pihak berwenang sipil," kata sekretaris pers Perdana Menteri Sheikh Hasina, Nayeemul Islam Khan, kepada kantor berita AFP, sebagaimana dikutip dari Aljaazera.

Pada Rabu, 17 Juli 2024, Amnesty International mengecam pihak berwenang di Bangladesh. “Pihak berwenang Bangladesh menggunakan kekerasan yang melanggar hukum terhadap mahasiswa yang berunjuk rasa dan gagal menjamin perlindungan mereka,” seruan dari gerakan hak asasi manusia internasional tersebut.

“Amnesty International mengutuk keras pembunuhan mahasiswa Abu Sayed dan serangan terhadap pengunjuk rasa reformasi kuota di seluruh negeri,” kata Taqbir Huda, peneliti regional untuk Asia Selatan di Amnesty International.

Sebelumnya, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Matt Miller juga mengkritik kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

“Kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai merupakan dasar penting bagi demokrasi yang berkembang. Kami mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa yang damai,” kata Miller.

Departemen Luar Negeri sejak saat itu menegaskan keprihatinannya terhadap kekerasan yang terjadi di Bangladesh. (kompas/tribun/aljazeera/afp)

Baca juga: Kalender Jawa Hari Ini 22 Juli 2024 Tanggalan Jawa Senin Kliwon

Baca juga: Politisi Masuk BPK : 75 Calon Anggota BPK akan Ikuti Fit and Proper Test di DPR RI

Baca juga: KPK Panggil Hasto sebagai Saksi Dugaan Korupsi Pembangunan Jalur Kereta, Hasto Bantah Terlibat

Baca juga: Buah Bibir : Wina Natalia Sepakat Rp 500 Juta

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved