Berita Jakarta
Ancaman Seks Bebas Merajalela, Pemerintah Berikan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar dan Remaja
Pemerintah melalui Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pemerintah melalui Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Aturan tersebut mengatur mengenai ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja.
Terkait hal ini Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Abdi Rahmat melihat dampak sosial dari terbitnya aturan tersebut. Kata Abdi alat kontrasepsi bagi pelajar atau remaja mesti diletakkan sebagai bagian dari edukasi kesehatan reproduksi yaitu memberikan pemahaman tentang fungsi alat kontrasepsi bagi kesehatan reproduksi.
"Bukan di dalam konteks pelayanan kesehatan reproduksi seperti tercantum dalam poin e ayat 4 pasal 103 dalam PP tersebut. Sehingga, frasa “penyediaan alat kontrasepsi” dapat menjadi salah kaprah," ujar Abdi saat berbincang dengan Tribun, Selasa (6/8).
Menurut Abdi, apabila alat kontrasepsi disediakan dan dapat diakses oleh remaja, tentu akan berdampak pada merajalelanya perilaku seks bebas di kalangan remaja.
Data dari BKKBN tahun 2023, ada 20 persen remaja di Indonesia melakukan seks sebelum menikah. "Tentu ini memprihatinkan," kata dia.
Seks Bebas
Abdi juga menyoroti poin e ayat 4 pasal 103 PP Nomor 28 tahun 2024 tersebut yang memang terkesan “nyempil”. Karena tidak ada penjelasannya. Bunyi beleid tersebut adalah 'Penyediaan alat kontrasepsi ditujukan bagi remaja yang sudah menikah tetapi menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil”.
Sehingga lanjutnya hal itu bisa menjadi liar dan bisa dianggap mempromosikan seks bebas di kalangan remaja.
"Tentu ini bertentangan dengan prinsip dasar bernegara (Pancasila) yaitu Ketuhanan yang Maha Esa dan prinsip pendidikan nasional di mana norma keagamaan menjadi rujukan dalam penyelenggaran pemerintahan, Pendidikan dan Pembangunan," ujarnya.
"Tapi saya tidak terlalu tahu tentang proses pembahasan PP Nomor 28 tahun 2024 tersebut karena memang tidak ada informasi/berita yang tersedia. Sehingga poin e ayat 4 pasal 103 tersebut apakah merupakan poin titipan? Atau, diselipkan?
Atau, keteledoran? Karena itu, pemerintah perlu memberikan penjelasan tentang hal tersebut. DPR dan Masyarakat (civil society) perlu mengawal dan mengawasinya," tutup Abdi.
Edukasi Reproduksi
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan, pemberian kontrasepsi bagi remaja, seperti yang disebutkan dalam pasal 103 Peraturan Pemerintah nomor 28 th 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, adalah bagi yang sudah menikah.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril Sp. P, MPH menjelaskan edukasi terkait kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi.
Ia mengungkapkan jika penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja.
“Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata dr. Syahril.
“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” imbuhnya.
PUS Berisiko
Sebagai informasi, pernikahan dini akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. Risiko anak yang dilahirkan akan menjadi stunting juga sangat tinggi.
Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko.
Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.
Lebih lanjut dr. Syahril menambahkan agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut. Aturan ini nantinya akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP tersebut.
Selain itu, aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja. Edukasi ini akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak.
Kebijakan tersebut juga mendapat kritikan dari Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Ia menilai PP yang ditandatangani Presiden Jokowi itu dapat menimbulkan anggapan pembolehan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja.
"Pada pasal 103 ayat 4 disebutkan bahwa dalam hal pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja ada penyebutan penyediaan alat kontrasepsi. Aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?" kata Netty.
Kurang Penjelasan
Netty juga mempertanyakan adanya penyebutan soal 'Perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab' pada anak sekolah dan usia remaja yang tercantum di dalam PP tersebut.
"Perlu dijelaskan apa maksud dan tujuan dilakukannya edukasi perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggungjawab. Apakah ini mengarah pada pembolehan seks sebelum nikah asal bertanggungjawab?" tanya Netty.
Politisi PKS ini mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam membuat sebuah pasal yang dapat ditafsirkan secara liar oleh masyarakat.
"Jangan sampai muncul anggapan bahwa PP tersebut mendukung seks bebas pada anak usia sekolah dan remaja asal aman dan bertanggung jawab," katanya.
Oleh sebab itu, Netty meminta agar PP tersebut segera direvisi. "Kami meminta pemerintah agar segera merevisi PP tersebut sehingga tidak menimbulkan keriuhan di akar rumput. Harus ada kejelasan soal edukasi seputar hubungan seksual yang mana tidak boleh terlepas dari nilai-nilai agama dan budaya yang dianut bangsa," pungkasnya.
Pro dan Kontra
Kepala Staf Presiden Moeldoko juga angkat bicara mengenai aturan pemberian alat kontrasepsi tersebut. Moeldoko mengatakan adanya pro kontra dalam suatu kebijakan atau peraturan merupakan hal yang biasa.
"Ya memang kan ada pandangan pasti terjadi kontra ya karena satu pandangan dari sisi kesehatan satu dari sisi etik atau agama. Pasti selama itu tidak akan ketemu," kata Moeldoko.
Moeldoko mengatakan harus ada jalan tengah terhadap setiap permasalahan, termasuk mengenai alat kontrasepsi. "Tapi kan pasti ada jalan tengah. Ya harus ada solusinya dong," pungkasnya.(Tribun Network/ais/fik/mam/wly)
Baca juga: Israel dan Hizbullah Saling Serang, Korban Jiwa Berjatuhan
Baca juga: Iran Nyatakan Punya Hak Legal untuk Hukum Israel atas Pembunuhan Haniyeh
Baca juga: Serangan Roket di Pangkalan Irak Lukai Sejumlah Personel Pasukan AS
Baca juga: Bocah Kelas 1 SD di Welahan Jepara Tewas Tenggelam di Sungai Tak Jauh dari Rumahnya
Prabowo Beri Abolisi dan Amnesti: Tom Lembong & Hasto Dapat Pengampunan |
![]() |
---|
IHSG Melemah 65 Poin di Akhir Juli, Saham Perbankan Tekan Pasar |
![]() |
---|
Dolar Bisa Rp 1.000? Ini Syarat dan Pro Kontra Soal Hilirisasi Ekspor |
![]() |
---|
Misteri Buku Diplomat Pertama di Kasus Kematian Diplomat Kemlu ADP |
![]() |
---|
Kronologi Satpam Tri Agus Gagalkan Jambret Rp 300 Juta di Depok, Bertaruh Nyawa Demi Warga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.