Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jakarta

Pertamina Kaji Minyak Jelantah untuk Bahan Bakar Pesawat, Wisnu: Tekonologi Kami Sudah Siap 

PT Pertamina (Persero) tengah meriset pemanfaatan minyak jelantah atau minyak goreng bekas untuk diolah menjadi bioavtur

Istimewa
Proses pengisian avtur pada pesawat udara. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) tengah meriset pemanfaatan minyak jelantah atau minyak goreng bekas untuk diolah menjadi bioavtur sebagai bahan bakar pesawat terbang.

Hal itu sejalan dengan keinginan pemerintah mengimplementasikan minyak jelantah menjadi bahan bakar untuk industri aviasi atau Sustainable Aviation Fuel (SAF).

Senior Vice President of Business Development Pertamina, Wisnu Medan Santoso mengatakan, minyak jelantah menjadi pertimbangan untuk bahan baku bioavtur karena jumlahnya yang melimpah di Indonesia.

Pertamina pun sudah memiliki teknologi yang mumpuni untuk mengubah minyak jelantah menjadi bioavtur.

"Sebenarnya kalau dari sisi teknologi kami sudah siap, teman-teman riset kami bahkan cukup yakin kalau secara technology wise, katalisnya juga enggak kalah," katanya, dalam "Media Briefing Energizing Tomorrow" di Sarinah, Jakarta, Selasa (10/9).

Dalam kajian itu, Wisnu menuturkan, pihaknya juga melihat peluang memanfaatkan jaringan SPBU Pertamina sebagai titik pengumpulan minyak jelantah dari masyarakat.

"Sampai saat ini kami coba pikirkan, kira-kira memanfaatkan jaringan SPBU kita yang ada di banyak di Indonesia, bagaimana itu bisa kami manfaatkan sebagai sarana pengumpulan," ucapnya.

Dalam kajian itu, menurut dia, Pertamina juga tengah merumuskan formula agar bisa menjalin kerja sama dengan para eksportir minyak jelantah.

"Bagaimana kami engaged ke para eksportir yang selama ini memang menjual (minyak jelantah-Red), karena pabrik-pabrik di Singapura yang stay itu feedstock-nya dari Indonesia semua," bebernya.

Untuk menggarap SAF, Wisnu menuturkan, masalah feedstock atau bahan baku harus ditangani terlebih dulu, dan minyak jelantah merupakan bahan baku yang ideal.

Dia menambahkan, Wisnu menyebutkan, tim riset di Pertamina juga sedang mengeksplorasi sumber-sumber alternatif seperti cangkang minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

Namun dari sisi pengumpulan, ia menilai, cangkang CPO tidak seideal minyak jelantah. "(CPO) dari sisi pengumpulan memang tidak seideal dari minyak jelantah. Jadi itu yang saat ini jadi fokus kami," ujarnya.

Pengimplementasian minyak jelantah menjadi bahan bakar penerbangan itu sebelumnya sempat disinggung Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Potensi

Menurut dia, hal itu sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Selain itu, Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahun. "Sebanyak 95 persennya di ekspor ke beberapa negara," tuturnya, baru-baru ini.

Luhut pun telah turun tangan memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia.

"Mengapa hal ini penting? Berdasarkan data IATA, Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan," terangnya.

Ia menyebut, hal itupun dengan asumsi kebutuhan bahan bakar industri aviasi bakal mencapai 7.500 ton liter hingga 2030.

Sebagai informasi, Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF, untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B. "Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil," tukas Luhut.

Dia menambahkan, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penciptaan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina, di mana diestimasikan penjualan SAF secara domestik dan ekspor.

"Dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya. Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN," paparnya.

Seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, Luhut mengungkapkan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah, sehingga intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting.

Dari berbagai data dan kajian, dia menambahkan, disimpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia.

"Sehingga upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah linkungan ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global," tandasnya. (Tribunnews/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz)

Baca juga: Punya Bisnis Lamaran dan Pernikahan, Intan Amalia Berhasil Lulus Tanpa Skripsi di Unsoed Purwokerto

Baca juga: Manfaat Jahe Melancarkan Haid, Ini Aturan Minumannya

Baca juga: Chord Kunci Gitar Cosmic Red Velvet, Jogeum Deo Meomureumyeon Eottae?

Baca juga: Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 9 Halaman 103-104 Chapter 5 Kurikulum Merdeka

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved