Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Solo

Kisah Petani Muda di Solo Berdayakan Tanah Wakaf lewat Hidroponik

Lahan seluas 1.500 meter persegi di belakang Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwirul Fikr, Jalan Kabut, Jebres, Kota Surakarta, tampak hijau dan menyegark

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: m nur huda
TribunJateng.com/Mazka Hauzan Naufal
Pemilik UMKM Aa818_Hydroponic, Anggi Bitho Lokmanto (34), sedang memilah sayuran di kebun yang dia kelola di tanah wakaf Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwirul Fikr, Jebres, Surakarta, Jumat (27/9/2024). 


Anggi lalu mempelajari literatur-literatur tentang hidroponik. Meski berpengalaman mengurus CSR budi daya sayuran di bekas tempat kerjanya, dia masih harus belajar karena metode yang dilakukannya dulu adalah pertanian organik tanah, bukan hidroponik yang merupakan cara pertanian tanpa menggunakan tanah.


Anggi lalu melakukan "trial and error" mulai Januari hingga Juli 2018 untuk menemukan cara budi daya dan pembuatan nutrisi hidroponik yang paling tepat.


"Akhirnya ketemulah cara budidaya dan pembuatan nutrisinya. Lalu 18 Agustus 2018 kami luncurkan. Tanggal peluncuran ini yang jadi inspirasi nama usaha kami, Aa818_Hydroponic," ucap dia.


Sebelum mengelola tanah wakaf di Jebres, dalam tahap pengembangan Anggi melakukan aktivitas hidroponik di lahan seluas 500 meter persegi miliknya di Ngringo.


Awalnya, dia hanya menanam sayur kangkung dan pakcoi.


"Saya belum mikir pasar. Fokus pengembangan produk sayuran dan nutrisinya dulu," kata dia.


Pembeli-pembeli pertamanya berasal dari lingkungan jemaah Muhammadiyah sendiri, terutama di kalangan pondok pesantren.


Tiap kali panen, hasilnya dia kirimkan ke pondok-pondok pesantren. Harga jualnya pun masih "seikhlasnya". Karena masih tahap pengembangan, biaya produksi dia tutup dengan dana pribadi.


Jenis sayur yang dia tanam juga terus bertambah atas permintaan jemaah.


"Ada yang nanya, bisa nggak ditanamkan selada, dll. Akhirnya nambah banyak varian dan kami mulai jual dengan patokan harga tertentu," jelas dia.


Kini, dengan metode hidroponik Nutrient Film Technique (NFT), Anggi memproduksi hingga 20 jenis sayuran. Di antaranya selada hijau, selada merah, romain, kailan, caisim, pakcoi, bayam, basil, daun mint, dan tomat ceri.


Sayur-sayur itu dia kemas dengan gramasi tertentu bergantung jenisnya. Per kemasan dijual dengan harga Rp 10 ribu untuk end user dan Rp 8 ribu untuk reseller.


Anggi menyuplai restoran, warung, hingga toko sayuran se-Solo Raya.


Produk-produk Aa818_Hydroponic juga dipasarkan secara daring, antara lain melalui Shopee. Produk daun mint bahkan kerap dia kirim hingga ke Aceh dan Papua.


Omzet Anggi saat ini rata-rata sekira Rp 1 juta per hari.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved