Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jakarta

Bhima Yudhistira Adhinegara Sebut Kelas Menengah Bisa Miskin, Inilah Penyebabnya

Pemerintahan era Prabowo Subianto berencana mengubah skema pemberian subsidi energi, baik bahan bakar minyak (BBM)

ISTIMEWA
ilustrasi Rupiah dari aplikasi penghasil uang. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pemerintahan era Prabowo Subianto berencana mengubah skema pemberian subsidi energi, baik bahan bakar minyak (BBM), elpiji, ataupun listrik menjadi bantuan langsung tunai (BLT).

Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, subsidi energi diganti menjadi BLT di satu sisi dapat lebih menghemat impor BBM sekaligus memangkas signifikan anggaran subsidi BBM.

Menurutnya, hal itu juga memaksa masyarakat menggunakan transportasi umum dan mempercepat transisi energi.

"Tapi perlu diperhatikan fakta bahwa penerima BLT dan pengguna BBM subsidi tidak semua sama," ujarnya, kepada Kontan, Minggu (29/9).

Bhima menuturkan, yang harus diperhatikan adalah jika mekanismenya diubah, maka BLT perlu menyasar masyarakat rentan miskin serta aspiring middle class.

Selama ini, dia menambahkan, BLT hanya menyasar ke orang miskin, sementara kelas menengah rentan juga bisa jatuh miskin akibat penghapusan subsidi BBM, karena sebelumnya tidak masuk kategori miskin.

Bhima khawatir jika jangkauan BLT sebagai kompensasi subsidi BBM terbatas, hal itu akan menyebabkan terjadinya pelemahan daya beli yang cukup signifikan.

 "Konsumsi rumah tangga bisa tumbuh di bawah 4 persen year on year tahun depan," ujarnya.

Adapun, anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyoroti sistem pendistribusian yang harus lebih baik soal rencana pemerintahan Prabowo mengalihkan subsidi BBM menjadi BLT.

Menurut dia, pemerintah harus memperbaiki dan memperbarui data penerima bantuan agar lebih akurat dan transparan. Hal itu penting dilakukan karena selama ini banyak laporan yang menyatakan BLT tidak tepat sasaran.

"Penerimanya itu-itu saja, bahkan orang yang relatif berada, sementara masyarakat yang lebih pantas malah tidak mendapatkan BLT," ujarnya, di Jakarta, Minggu (29/9).

Kedua, Mulyanto menyebut, sistem pendistribusiannya harus baik, yaitu langsung diberikan ke masyarakat tanpa perantara pihak manapun seperti yang selama ini terjadi.

Cara itu diyakini akan memperkecil risiko potongan oleh pihak yang mencoba mencari keuntungan dari pembagian BLT itu.

"Hal ini bisa juga meminimalisasi penyalagunaan BLT menjadi alat kampanye politik pihak tertentu. BLT ini hak masyarakat, bukan hadiah penguasa. Jadi jangan dilabeli dengan materi-materi kampanye atau pencitraan siapapun," jelasnya.

Pengawasan

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved