Berita Jakarta
130 Perusahaan Tunda Pelunasan Pita Cukai Rp 163,61 Triliun, Piter: Aturan Bisa Matikan Industri
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat sebanyak 130 perusahaan telah memanfaatkan fasilitas penundaan pelunasan pita cukai
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat sebanyak 130 perusahaan telah memanfaatkan fasilitas penundaan pelunasan pita cukai selama 90 hari, dengan nilai mencapai Rp 163,61 triliun hingga 29 Oktober 2024.
"Sampai dengan 29 Oktober 2024, total penundaan pembayaran pita cukai Rp 163,61 triliun dengan jumlah 130 perusahaan," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani, Selasa (29/10).
Diketahui, pemerintah kembali menerbitkan relaksasi pelunasan pita cukai selama 90 hari dari normalnya 2 bulan. Aturan itu diterbitkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2024 tentang Petunjuk Teknis Penundaan Pembayaran Cukai Untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelusanan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
Askolani menuturkan, pada November mendatang, penundaan pembayaran pita cukai akan kembali normal atau hanya untuk 60 hari.
Ia pun memastkan penerimaan cukai pada tahun ini akan kembali normal seperti yang telah direncanakan. "Sudah diperhitungkan di rencana penerimaan tahun 2024, karena sudah menjadi pola seperti tahun-tahun sebelumnya," jelasnya.
Sebagai informasi, penerimaan cukai menjadi komponen terbesar dari penerimaan kepabeanan dan cukai. Outlook penerimaan cukai pada tahun ini dipatok sebesar Rp 230,5 triliun.
Adapun, pita cukai antara lain digunakan industri tembakau yang belakangan santer dikabarkan tengah dalam tekanan akibat sejumlah kebijakan yang dianggap merugikan.
Ekonom pun meminta pemerintah mendengarkan soal kebutuhan industri tembakau. Hal itu berkaitan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024.
Sebab, rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dianggap menimbulkan polemik.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menekankan aturan untuk industri tembakau merupakan tindakan yang bisa mematikan sektor tersebut.
Sebab, industri tembakau di Indonesia memiliki mata rantai yang panjang, mulai dari hulu sampai hilir, dan melibatkan banyak pihak.
"Industri tembakau harus masih bisa jalan. Jangan sampai dihantam kanan kiri, dibatasi penjualan, dibatasi ruang merokok, dan yang lainnya," ujarnya, dikonfirmasi wartawan, Selasa (29/10).
Ia berharap, pemerintahan baru memberi perhatian khusus bagi industri tembakau, lantaran industri tersebut berkontribusi besar terhadap penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.
Lebih komprehensif
Sementara, Direktur Indonesia Budget Center, Elizabeth Kusrini mendorong Pemerintahan Prabowo untuk mempertimbangkan kebijakan yang lebih komprehensif.
"Keterlibatan aktif dari semua pemangku kepentingan dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah kebijakan bagi industri tembakau ke depan," ucapnya.
Elizabeth menyarankan agar pemerintahan baru perlu mempertimbangkan ulang dan menghentikan proses perumusan regulasi tersebut.
Ia berujar, proses perumusan Rancangan Permenkes, termasuk di dalamnya aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, perlu ditinjau ulang, dimulai dengan dialog terbuka dengan industri tembakau, pakar kesehatan, dan masyarakat sipil untuk mencari solusi yang lebih adil.
Upaya ini diperlukan agar mendapatkan kebijakan yang seimbang antara pengendalian konsumsi rokok dan dampak ekonomi yang ditimbulkan.
Selain itu, Elizabeth memandang PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes berpotensi menekan penerimaan negara dari cukai rokok. Sementara, cukai rokok merupakan satu sumber pendapatan penting bagi negara.
Jika rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes diterapkan, menurut dia, pertumbuhan peredaran rokok ilegal akan berpotensi semakin meningkat, dan imbasnya tentu ke penurunan penerimaan negara yang berasal dari cukai rokok dan pajak–pajak lain terkait industri tembakau.
“Penurunan penerimaan tersebut akan berdampak langsung pada kemampuan pemerintah untuk membiayai program-program pembangunan yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” terangnya.
Selain itu, PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes juga dapat memberikan dampak negatif bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. (Kontan/Adinda Ade Mustami/Dendi Siswanto/Tribunnews)
Baca juga: Bocah 5 Tahun di Jakarta Timur Disiksa Orangtuanya Selama 5 Bulan Terakhir
Baca juga: Harga Emas Cetak Rekor Lagi
Baca juga: Banjir Bandang Tewaskan 51 Orang di Valencia
Baca juga: Cara Pecahkan Puzzle Game Hamster Kombat Hari Ini Kamis 31 Oktober 2024, Klaim Koinnya Sekarang!
Seusai Bupati Pati Sudewo Diperiksa KPK Terkait Suap Proyek Rel Kereta, Ini Fakta Terbarunya |
![]() |
---|
IHSG Hari Ini Naik ke 7.936,17, Saham PGEO dan MBMA Jadi Pendorong Utama |
![]() |
---|
Alasan PDIP Copot Bambang Pacul dari Ketua DPD Jawa Tengah, Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
IHSG Hari Ini Ditutup Melemah, Apa Penyebabnya? |
![]() |
---|
Bahaya Asbes di Indonesia: Sengketa Hukum, Korban, dan Desakan Pelarangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.