Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Boyolali

Kisah Pilu Pramono Si Pengepul Susu Boyolali: Usaha Hampir Tutup Gegara Pajak Melonjak Drastis

Pemilik UD Pramono, Pramono (67) kini sudah bernafas lega setelah usahanya nyaris tutup karena beban pajak yang terlalu tinggi.

Editor: raka f pujangga
Istimewa/undercover.id
Pemilik UD Pramono, Pramono (67) kini sudah bernafas lega setelah usahanya nyaris tutup karena beban pajak yang terlalu tinggi. 

TRIBUNJATENG.COM, BOYOLALI - Pemilik UD Pramono, Pramono (67) kini sudah bernafas lega setelah usahanya nyaris tutup karena beban pajak yang terlalu tinggi.

Bagaimana tidak, UD Pramono sempat viral di media sosial karena mendadak diminta membayar pajak Rp 2 miliar padahal pendapatannya setahun hanya Rp 110 juta.

Penagihan pajak sebesar itu merupakan akumulasi selama 3 tahun pada periode 2019-2021.

Baca juga: Polres Jepara Bagikan Susu & Kacang Hijau ke Siswa SD, Tingkatkan Gizi & Edukasi Tertib Lalu Lintas

Namun angka yang terlalu besar itu membuatnya kesulitan karena biasanya pajak yang dibayar hanya Rp 5 juta setahun.

UD Pramono, pengepul susu sapi di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah pun jadi perbincangan hangat.

Pasalnya usaha dagang tersebut sempat akan ditutup lantaran terlilit masalah pajak sekitar Rp 670 juta, setelah proses negosiasi dari angka awal Rp 2 miliar. 

Akibat tunggakan pajak itu berimbas pada pemblokiran uang milik UD Pramono oleh kantor pajak. 

Padahal, uang tersebut merupakan milik 1.300 peternak sapi perah di Boyolali dan Klaten mitra UD Pramono

Berdiri Tahun 2015

Pemilik UD Pramono, Pramono (67) menceritakan, usahanya berdiri mulai 2015.

Pramono berusaha taat membayar pajak terbukti setiap tahun dirinya datang ke kantor pajak untuk membayar pajak usahanya. 

Ia sengaja meminta bantuan kantor pajak karena mengakui pendidikannya hanya tamatan SD dan mengaku tidak tahu administrasi atau hitung-hitungan pajak. 

"Waktu itu membayarnya (pajak) saya minta tolong kantor pajak karena pendidikan saya SD tidak bisa administrasi. (Tahun) 2015, 2016, 2017 itu saya (masing-masing) pajak Rp 10 juta," kata Pramono sat ditemui di rumahnya di Boyolali, Jawa Tengah, Senin (4/11/2024).

Awalnya Rp 5 Juta Setahun

Cerita soal pajak Pada 2018, karena persaingan usaha penjualan susu semakin ketat, Pramono meminta pajak diturunkan menjadi Rp 5 juta.

Biasanya, Pramono dihubungi kantor pajak untuk membayar pajaknya.

Tetapi tidak ada pemanggilan terkait pembayaran pajak.

"Biasanya saya dihubungi dari kantor pajak. Dipanggil lewat HP (handphone)," ujar dia. 

Pada 2019 dan 2020, Pramono mengaku tidak datang ke kantor pajak karena tidak mendapat informasi dari kantor pajak terkait pembayaran pajaknya.

"Saya menunggu dari panggilan HP. 2019 sama 2020 saya tidak ke kantor pajak karena tidak dapat panggilan dari HP," ungkap dia.

Lalu pada 2021, Pramono mendapat surat terkait pembayaran pajak usahanya. 

Ia datang ke kantor pajak Boyolali karena mengira surat itu dikirim dari kantor pajak Boyolali

Setelah Pramono tiba di kantor pajak Boyolali ternyata suratnya itu disebutkan dari kantor pajak Solo. 

"2021 dapat surat, perasaan saya dari kantor pajak Boyolali. Saya datang ke sana. Ternyata bukan dari (kantor pajak) Boyolali, dari kantor pajak Solo," katanya.

Pramono akhirnya datang ke kantor pajak Solo.

Pramono langsung terkejut mendengar pajaknya setelah dihitung dari kantor pajak sebesar Rp 2 miliar. 

Nilai pajak tersebut untuk 2018.

Karena pendapatannya hanya Rp 110 juta per tahun, Pramono mengaku tidak sanggup.

"Dihitung saya dikenakan pajak Rp 2 miliar. Saya tidak sanggup. Perasaan saya janggal kok tidak masuk akal. Selama saya dagang kan kira-kira cuma Rp 10 juta atau Rp 5 juta (pajaknya)," kata Pramono

"Terus saya dipanggil lagi ketemu (pajaknya) Rp 670 juta. Akhirnya saya tidak sanggup. Akhirnya dipanggil lagi, dipanggil lagi disuruh nawar saya pokoknya tidak mau. Saya pulang nanti sambil jalan dipikir mau atau tidak. Kalau tidak mau (bayar) mau disita gitu (asetnya)," sambung dia. 

Pramono menyampaikan, setelah di kantor pajak Solo tidak membuahkan hasil, akhirnya dipindahkan permasalahan pajaknya ke KPP Pratama Boyolali

"2019 dikenakan (pajak) Rp 75 juta. 2020 kan saya disuruh membayar Rp 200 juta tapi urusan semua selesai. Saya tidak nawar langsung siap.

Setelah itu beberapa bulan dipanggil lagi tanda tangan penyelesaian. Akhirnya ditanyakan lagi yang Rp 670 juta, saya nggak sanggup," ungkapnya. 

Pramono mengaku pernah membayar pajak usaha sekitar Rp 24 juta pada 2022 dan mendapat penghargaan dari kantor pajak karena taat membayar pajak. 

Sebelum rekeningnya diblokir, Pramono mendapat surat dari kantor pajak pada 10 September 2024 supaya datang ke kantor pajak Boyolali

"Saya diminta datang ke kantor pajak Boyolali musyawarah masalah Rp 670 juta. Saya tidak sanggup diminta membayar Rp 110 juta. Keuntungan saya mau diminta Rp 110 juta itu. Saya tidak sanggup," katanya. 

"Akhirnya, 4 Oktober diblokir (rekeningnya). Setelah diblokir saya ke kantor pajak tapi saya lupa tanggalnya menyerahkan buku rekening dan NPWP. Saya mau berhenti dagang susu mumet (pusing)," paparnya. 

Pramono kemudian menyampaikan kepada kantor pajak akan berhenti untuk tidak mengambil susu dari peternak sapi perah mitranya. 

"Saya minta waktu satu minggu untuk ngabari petani sama IPS (industri pengolahan susu) sama rekan-rekan kerja ampas tahu dari tujuh kelompok mulai hari Jumat tanggal 1 November sudah tidak menerima ampas tahu dan tidak kirim susu dan tidak mengambil susu," ucap dia.

Diselamatkan Pemkab Boyolali

Mendengar UD Pramono akan berhenti beroperasi, Pramono kemudian dihubungi Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali untuk tetap meneruskan usahanya karena menyangkut hajat banyak yakni 1.300 mitra petani sapi perah. 

"Setelah itu tanggal berapa saya dihubungi Dinas Peternakan supaya tetap mengambil susu dan dagang susu. Nanti dibantu (mediasi) Kantor Dinas Peternakan Boyolali," katanya.

"Saya menyanggupi sampai mana penyelesaiannya, saya menunggu kabar dari Dinas Peternakan. Makanya sampai sekarang masih ngambil susu sambil menunggu perkembangan perjuangannya Dinas Peternakan," kata dia.

Berharap ada win-win solution Pramono menceritakan, sebelum menjadi pengepul susu dan memiliki 1.300 mitra, usahnya berawal dari beternak sapi perah. 

Bermula dari 2002, Pramono memiliki 13 ekor sapi perah. Kemudian berjalan hingga 2005, Pramono berhasil mengembangkan usahanya dari 13 ekor sapi menjadi 40 ekor sapi perah. 

Pramono menjual susu dari sapi yang dia ternakkan itu ke Salatiga. 

"Ada perkumpulan triwulanan. Perkumpulan ternak-ternak sama KUD. 2002 saya memelihara sapi 13 ekor. 

Lalu 2005 dari 13 menjadi 40 ekor sapi perah. 

Dari keuntungan itu saya mencari harga yang lebih maksimal usaha saya. Akhirnya saya setor susu ke Salatiga," katanya.

Permintaan susu yang meningkat membuat Pramono tidak bisa mengelola sapi perahnya. 

Akhirnya Pramono membeli susu dari para peternak yang hingga sekarang telah memiliki mitra sebanyak 1.300 orang peternak di Boyolali dan Klaten. 

Setiap hari Pramono mampu memproduksi hingga 20.000 liter susu segar. 

Baca juga: Promo Indomaret Senin 14 Oktober 2024, Produk Harga Diskon: Susu UHT Ultra Cokelat, Taro, dan Qtela

Terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Lusia Dyah Suciati berharap ada win-win solution terkait permasalahan yang dihadapi UD Pramono agar usahanya tetap berjalan. 

Sebab, kata dia keberadaan UD Pramono telah menjadi sumber penghidupan terhadap 1.300 mitra peternak sapi perah di Boyolali dan Klaten. 

"Harapan kami mudah-mudahan ada kebijakan dari sana (kantor pajak), ada pembukaan blokir dan Pak Pram bisa operasional lagi. Dan yang diharapkan Pak Pram ada rumus baku secara nasional yang diterapkan agar tidak bisa berubah-ubah," katanya. (*)

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Pemilik UD Pramono di Boyolali, dari soal Tunggakan Pajak Rp 670 Juta dan Usahanya Pengepul Susu"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved